Keamanan Pemeriksaan Radiologi Pada Kehamilan

Oleh :
dr.Krisandryka

Keamanan pemeriksaan radiologi pada kehamilan dan akibatnya pada janin merupakan topik yang masih menimbulkan perdebatan, baik di masyarakat awam maupun kalangan medis.[1,2]

Kerap kali seorang wanita hamil mengalami kondisi klinis yang memerlukan pemeriksaan radiologi untuk penegakan diagnosis dan menentukan tata laksana. Hal yang dikhawatirkan dari pemeriksaan radiologi pada kehamilan adalah efek paparan radiasi yang dapat membahayakan janin.[1–4]

pemeriksaan radiologi, pemeriksaan radiologi kehamilan, pemeriksaan radiologi untuk pasien hamil, pasien hamil, apakah pasien hamil dapat melakukan ronsen, apakah pasien hamil dapat melakukan pemeriksaan radiologi, alomedika

Di sisi lain, penundaan pemeriksaan akan menghambat diagnosis dan terapi. Miskonsepsi tentang efek berbahaya radiasi pada kehamilan dan janin juga dapat mengakibatkan keputusan yang tidak tepat untuk mengakhiri kehamilan.[3,4]

Efek Radiasi

Radiasi ion (X–ray) terdiri dari foton–foton yang berpotensi merusak DNA dan menciptakan radikal bebas. Satuan dosis foton adalah gray (Gy) atau rad, dengan perhitungan 1 Gy setara dengan 100 rad. Masing–masing pemeriksaan radiologi mempunyai besar dosis yang berbeda. Efek radiasi terdiri dari efek stokastik dan nonstokastik atau deterministik.[2,9]

Efek Stokastik

Efek stokastik berupa kerusakan selular di tingkat DNA yang menyebabkan kanker atau mutasi germinal. Tidak ada batas ambang untuk efek stokastik, yang artinya mutasi acak DNA dapat terjadi pada dosis radiasi berapa pun. Tingkat keparahan efek stokastik radiasi tidak ditentukan oleh dosis.[4,5]

Efek Nonstokastik atau Deterministik

Efek nonstokastik diakibatkan oleh paparan radiasi dosis tinggi, berupa kerusakan multiseluler, termasuk kelainan kromosom. Untuk mencapai efek nonstokastik, perlu untuk melewati dosis pada ambang tertentu. Besarnya risiko radiasi terhadap janin berbanding lurus dengan paparan dosis.[4,5]

Risiko Paparan Radiasi Pada Janin

Sebagian besar informasi yang diketahui saat ini mengenai efek radiasi pada manusia berasal dari studi pada penyintas bom atom Nagasaki dan Hiroshima yang masih berada dalam kandungan ketika itu. Efek X–ray pada janin dapat berupa abortus spontan, teratogenesis, karsinogenesis, dan mutagenesis.[2,4,10]

Abortus Spontan

Paparan radiasi lebih dari 5–10 rad pada usia kehamilan 0–2 minggu atau sebelum implantasi dapat mengakibatkan gugurnya embrio. Jika implantasi berhasil, kemungkinan besar paparan radiasi, tanpa melihat dosisnya, diduga tidak akan mengakibatkan abortus.[4]

Teratogenesis

Efek teratogenesis akibat radiasi merupakan efek deterministik atau nonstokastik. Masa organogenesis (usia kehamilan 2–20 minggu) merupakan periode berisiko terjadinya efek teratogenesis pada janin, terutama pada usia kehamilan 8–15 minggu saat terjadi migrasi dan perkembangan pesat sel–sel saraf.[2,4,6,10]

Paparan radiasi >10 rad selama periode tersebut dapat mengakibatkan retardasi mental, mikrosefali, dan pertumbuhan janin terhambat. Banyak di antara korban bom atom Jepang yang terpapar radiasi >10–150 rad in utero menderita mikrosefali.[2,4]

Selain itu, ditemukan hubungan antara besar dosis radiasi dan retardasi mental berat, terutama pada usia kehamilan 10–17 minggu, dengan koefisien risiko 40% pada dosis paparan 100 rad. Diperkirakan pada dosis >10 rad, setiap 0,1 rad dosis berhubungan dengan berkurangnya IQ sebesar 0,025 poin.[2,4,10]

Tabel 1. Potensi Efek Deterministik Radiasi Terhadap Janin

Usia Kehamilan

< 50 mGy

(<5 rad)

50–100 mGy

(5–10 rad)

>100 mG

 (>10 rad)

0–2 minggu Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Minggu ke–3 dan ke–4

(15–28 hari)

Tidak ada Kemungkinan tidak ada Potensi terjadi abortus spontan

Minggu ke–5 hingga ke–10

(29–70 hari)

Tidak ada Efek potensial tidak dapat dipastikan secara ilmiah, atau terlalu kecil untuk terdeteksi secara klinis Kemungkinan terjadi malformasi lebih besar sesuai dengan peningkatan dosis

Minggu ke–11 hingga ke–17

(71–119 hari)

Tidak ada Efek potensial tidak dapat dipastikan secara ilmiah, atau terlalu kecil untuk terdeteksi secara klinis Risiko retardasi mental atau menurunnya IQ, kemungkinan dan keparahan lebih besar sesuai dengan peningkatan dosis

Minggu ke–18 hingga ke–27

(120–189 hari)

Tidak ada Tidak ada Penurunan IQ tidak dijumpai pada dosis untuk pemeriksaan diagnostik

>27 minggu

(>189 hari)

Tidak ada Tidak ada Dosis tidak terdapat pada pemeriksaan diagnostik

Sumber: dr. Krisandryka, 2020[2,6]

Karsinogenesis

Risiko relatif timbulnya keganasan pada masa kanak–kanak lebih besar ketika paparan radiasi terjadi di awal kehamilan. Risiko relatif ini sebesar 3,19 kali jika paparan pada trimester pertama, 1,29 kali jika paparan di trimester kedua, dan 1,3 kali jika paparan di trimester ketiga.[4]

Leukemia adalah salah satu keganasan yang sering dihubungkan dengan paparan radiasi in utero. Insidensi leukemia pada anak–anak adalah 3,6 per 10.000, dan paparan terhadap radiasi 1–2 rad meningkatkan insidensi menjadi 5 per 10.000. Meskipun beberapa pemeriksaan radiologi memiliki dosis 1–2 rad, peningkatan risiko tersebut terhitung sangat kecil.[2,10]

Dosis fetal 5 mGy diperkirakan meningkatkan risiko kanker yang fatal atau mematikan pada masa kanak–kanak sebesar 2 kali lipat. Akan tetapi, perlu diingat bahwa risiko alami terjadinya kematian akibat kanker pada masa kanak–kanak cukup rendah dan risiko absolut terjadinya kanker pada masa kanak–kanak akibat radiasi dari pemeriksaan diagnostik cukup minimal.[4]

Mutagenesis

Masyarakat awam berasumsi bahwa paparan radiasi dapat mengakibatkan mutasi. Akan tetapi, dosis yang diperlukan untuk melipatgandakan frekuensi mutasi di populasi berkisar antara 50–100 rad. Dosis ini jauh lebih besar daripada dosis pemeriksaan radiologi.[2]

Faktor Penentu Besar Risiko Terhadap Janin

Dari penjelasan di atas, faktor yang menentukan besarnya risiko radiasi dari pemeriksaan radiologi pada kehamilan meliputi paparan dosis fetal, jenis pemeriksaan, usia kehamilan, dan area yang diperiksa.[3,5]

Dosis Fetal dan Jenis Pemeriksaan

Saat ini, batas maksimal paparan dosis radiasi terhadap fetus adalah 5 rad dosis akumulasi selama kehamilan. Sebagian besar paparan radiasi terhadap fetus yang dihasilkan pemeriksaan radiologi (rontgen, CT scan, fluoroskopi, dan tindakan kedokteran nuklir) memiliki nilai jauh di bawah batas tersebut.

Maka dari itu, sebagian besar paraan radiasi dengan tujuan diagnostik ini relatif aman untuk kehamilan, dengan pengecualian radiasi menggunakan iodium yang dikontraindikasikan pada kehamilan.[2,8,10]

Tabel 2. Perkiraan Paparan Dosis Radiasi Pemeriksaan Radiologi Terhadap Janin Per Kali Pemeriksaan

Jenis Pemeriksaan Perkiraan Dosis Fetal (mGy)
Zona 1: Kepala, Tungkai di Bawah Lutut, dan Ekstremitas Atas
Rontgen kranial 0,01–0,03
Rontgen posisi Waters 0,012–0,021
Rontgen panoramik dental 0,08–0,12
Rontgen tarsal 0,01–0,03
Rontgen pergelangan kaki 0,09
Rontgen tibia fibula 0,015–0,021
Rontgen patella 0,05–0,09
Rontgen palmar 0,02
Rontgen pergelangan tangan 0,02
Rontgen lengan 0,05
Rontgen bahu 0,05

CT scan kepala

0,09–1,28
CT scan sinus 0,20–0,95
CT scan bahu 0,95
CT scan pergelangan kaki 0,90
CT scan tibia fibula 0,83
Zona 2: Servikotoraks dan Paha
Rontgen thorax 0,010–0,035
Rontgen servikal 0,50–0,75
Rontgen femur 1,05
Mammografi 0,95–1,50

CT scan thorax

0,40–2,30
CT scan servikal 0,90–1,20
Zona 3: Abdominopelvis
Rontgen abdomen 0,45–7,20
Rontgen abdominopelvis 3,60
Rontgen pelvis 1,70–9,45
Histerosalpingografi 4,10–4,64
Rontgen lumbar 1,10–8,40
Rontgen lumbosakral 0,85–4,80
CT scan abdomen 9,30–21,90
CT scan abdominopelvis 11–38
CT scan lumbar 7,60–20,60

Sumber: dr. Krisandryka, 2020[8]

Usia Kehamilan

Usia kehamilan yang sensitif terhadap efek radiasi, terutama pada sistem saraf pusat, adalah 8–15 minggu, saat terjadi migrasi dan perkembangan pesat sel–sel saraf. Pada usia 16-25 minggu, sensitivitas tersebut berkurang.

Di usia kehamilan >25 minggu, sel–sel saraf cukup resisten terhadap efek radiasi. Oleh karena itu, sebaiknya wanita pada usia kehamilan yang rentan menunda pemeriksaan radiologi yang tidak darurat.[2,4,6,9,10]

Area Pemeriksaan

Semakin dekat area pemeriksaan dengan abdomen dan pelvis, semakin besar paparan radiasi terhadap janin, sehingga semakin besar risiko efek radiasi. Menurut American College of Radiology, pemeriksaan radiologi berbasis X-ray yang tidak mengekspos area sekitar pelvis atau uterus tidak memerlukan verifikasi status kehamilan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:

  • Rontgen thorax
  • Rontgen ekstremitas
  • Pemeriksaan diagnostik pada kepala dan leher
  • Mamografi
  • CT scan di luar abdomen dan pelvis

Pada pemeriksaan rontgen thorax di trimester ketiga, bagian tubuh janin dapat terpapar radiasi langsung. Akan tetapi, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan upaya tambahan, misalnya hanya melakukan 1 posisi foto, karena dosis yang diterima janin sangat kecil dan janin lebih tidak radiosensitif dibandingkan awal kehamilan.[3]

Sementara itu, pemeriksaan radiologi yang memerlukan verifikasi status kehamilan antara lain:

  • Prosedur fluoroskopi intervensi abdomen atau pelvis
  • Angiografi diagnostik abdomen atau pelvis
  • Histerosalpingografi
  • CT scan abdomen atau pelvis
  • PET/CT kedokteran nuklir diagnostik[3]

Kontroversi dan Bukti Ilmiah

Keamanan pemeriksaan radiologi pada kehamilan masih menjadi kontroversi. Seringkali terdapat asumsi yang salah bahwa setiap prosedur yang menggunakan radiasi akan membahayakan janin, meskipun sudah ada bukti–bukti ilmiah mengenai hal tersebut.[1,5]

Percobaan langsung pada wanita hamil tentu saja tidak diperbolehkan. Maka dari itu, bukti–bukti ilmiah mengenai efek radiasi terhadap janin didapatkan dari percobaan hewan. Selain itu, studi kasus insiden seperti bom atom Hiroshima dan Nagasaki dan kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl dan Fukushima.[1]

Sebuah studi di Kroasia oleh Popić, et al. menganalisis data konseling pasien hamil yang terpapar radiasi dari prosedur diagnostik di sebuah rumah sakit dalam kurun waktu 4 tahun.[1]

Dari 26 pasien yang datang untuk konseling, 36% terpapar radiasi di antara minggu ke–2 dan ke–3 kehamilan, 32% di antara minggu ke–4 dan ke–5, 24% sebelum minggu ke–2, dan 8% setelah minggu ke–6.

Perkiraan dosis fetal adalah 0,01 rad pada 46,2% pasien, 0,01–0,15 rad pada 19,2%, 0,2–1 rad pada 26,9%, dan ≥1 rad pada 7,7% pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa di antara 26 pasien hamil yang terpapar radiasi, tidak ada indikasi medis yang mengharuskan dilakukannya abortus.[1]

Studi lain oleh Chaparian dan Aghabagheri melakukan simulasi perhitungan dosis fetal pada beberapa pemeriksaan radiologi terhadap kehamilan sebelum minggu ke–12. Pemeriksaan radiologi tersebut adalah:

  • Rontgen tengkorak (AP, PA, lateral)
  • Rontgen thorax (PA dan lateral)
  • Rontgen vertebra lumbal (AP, PA, lateral, 4 posisi oblique)
  • Rontgen abdomen (AP, PA)
  • Rontgen pelvis (AP, PA)
  • Rontgen sinus paranasal (Waters)
  • Intravenous pyelography
  • Sistografi
  • Kolesistografi

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa nyaris tidak ada risiko mikrosefali dan kanker pada masa kanak–kanak akibat rontgen thorax, tengkorak, dan sinus. Akan tetapi, pada pemeriksaan radiologi daerah abdomen, vertebra lumbal, dan pelvis, risiko tersebut harus dipertimbangkan sebelum melakukan pemeriksaan.[7]

Konseling

Dokter perlu menimbang risiko dan manfaat setiap pemeriksaan radiologi dan melibatkan pasien hamil pada proses pengambilan keputusan. Wanita hamil, baik pasien maupun tenaga medis, berhak mendapat informasi mengenai risiko efek radiasi dari pemeriksaan radiologi terhadap janin, terutama pada prosedur dengan dosis fetal >0,1 rad.[1,2]

Miskonsepsi tentang efek berbahaya radiasi pada kehamilan dan janin juga dapat mengakibatkan keputusan yang tidak tepat untuk mengakhiri kehamilan. Berikut rekomendasi konseling pasien hamil menurut International Commission on Radiological Protection:

  • Pada prosedur dengan dosis fetal <0,1 rad, pertahankan kehamilan dan jelaskan risiko radiasi akibat prosedur dengan radiasi yang didapatkan secara alami
  • Pada prosedur dengan dosis fetal 1–5 rad, lakukan ‘wait and see’ sebelum memutuskan untuk mengakhiri kehamilan. Gunakan seluruh metode diagnostik untuk mendeteksi adanya kelainan pada janin
  • Pada prosedur dengan dosis fetal 5–10 rad, lakukan ‘wait and see’ jika tidak ada faktor risiko lain, seperti riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya atau keluarga, kebiasaan merokok, atau penyalahgunaan alkohol dan obat–obatan terlarang. Jika terdapat faktor risiko, terminasi kehamilan dapat dipertimbangkan
  • Pada prosedur dengan dosis fetal 10–25 rad, langkah selanjutnya yang direkomendasikan adalah terminasi kehamilan, kecuali jika kedua orang tua bersedia menerima risiko berupa kelainan mental, fisik, dan leukemia pada masa kanak–kanak
  • Pada prosedur dengan dosis fetal >25 rad, kemungkinan sangat besar untuk terjadinya kelainan bawaan atau retardasi mental berat, sehingga direkomendasikan untuk dilakukan terminasi kehamilan[1,6,8–10]

Kesimpulan

Seorang wanita hamil bisa saja mengalami kondisi tertentu yang memerlukan pemeriksaan radiologi untuk penegakan diagnosis dan menentukan tata laksana lebih lanjut. Akan tetapi, banyak masyarakat dan bahkan klinisi memiliki ketakutan karena paparan radiasi dianggap dapat menyebabkan efek buruk pada janin.

Setiap pemeriksaan radiologi memiliki dosis fetal yang berbeda–beda. Batas maksimal paparan dosis akumulasi radiasi terhadap fetus selama kehamilan adalah 5 rad. Sebagian besar paparan radiasi terhadap fetus yang dihasilkan pemeriksaan radiologi memiliki nilai jauh di bawah batas tersebut, sehingga relatif aman untuk kehamilan.

Usia kehamilan juga turut menentukan besarnya risiko efek radiasi terhadap janin. Usia kehamilan yang rentan terhadap efek radiasi adalah saat terjadinya organogenesis (2–20 minggu), khususnya pada usia 8–15 minggu ketika sel–sel saraf bermigrasi dan berkembang pesat.

Oleh karena itu, sebaiknya wanita dengan usia kehamilan yang rentan menunda pemeriksaan radiologi yang tidak darurat. Jenis pemeriksaan dan lokasi yang diperiksa juga akan mempengaruhi risiko ini. Keputusan untuk melakukan pemeriksaan ataupun terminasi kehamilan harus menimbang rasio manfaat dan risiko secara seksama.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi