Fitness to Fly pada Penyakit Pernapasan

Oleh :
dr.N Agung Prabowo, Sp.PD, M.Kes

Penentuan fitness to fly atau kelayakan terbang pada pasien dengan penyakit pernapasan adalah sesuatu yang harus dikuasai dokter. Penerbangan adalah salah satu metode transportasi yang paling banyak digunakan. Pasien dengan penyakit pernapasan seperti pneumonia, tuberkulosis, pneumothorax, atau asthma harus mendapatkan perhatian khusus sebelum dinyatakan layak untuk terbang.

Pada penerbangan, terjadi penurunan tekanan kabin, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam kabin. Kondisi hipoksemik ini tidak akan begitu berefek pada individu sehat, tetapi pada individu dengan gangguan respirasi akan menjadi masalah yang cukup berarti. Studi menemukan kondisi emergensi medis pada 1 dari 600 penerbangan. Masalah respirasi berkontribusi sebesar 12% dari seluruh kasus ini. [1]

shutterstock_34845988_compressed.jpg

Mekanisme Fisiologi Respirasi pada Penerbangan

Pesawat terbang komersial diwajibkan menjaga kadar oksigen serupa kadar pada ketinggian 8000 kaki (kadar oksigen 15,1%). [1] Hipoksia hipobarik akibat penurunan tekanan udara dengan meningkatnya ketinggian akan menghasilkan tekanan parsial oksigen alveolar yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri.

Respons ventilasi akut adalah mekanisme yang berfungsi untuk mengembalikan homeostasis konsentrasi oksigen, menyebabkan hipokapnia, dan alkalosis pernapasan. Pada individu sehat, respon ini tidak akan menimbulkan gejala. Namun, pada individu dengan penyakit pernapasan, respon ini dapat menyebabkan kelelahan otot pernapasan, sesak napas, parestesia, sakit kepala, pusing, mual, dan takikardia. [2]

PPOK

Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) didapatkan keterbatasan aliran udara. Dibandingkan dengan individu yang sehat, penumpang dengan PPOK derajat sedang hingga berat memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hipoksemia yang signifikan selama perjalanan udara.

Pada pasien PPOK, PaO2 pada dasarnya sudah mengalami penurunan. Selama penerbangan, PaO2 mengalami penurunan lebih lanjut, bahkan bisa hingga di bawah batas kritis. Selain dari penurunan PaO2, studi juga menunjukkan adanya penurunan PaCO2 sebagai respon terhadap hipoksemia. Hal ini akan menyebabkan hiperventilasi, hiperinflasi, dan peningkatan positive end expiratory pressure intrinsik, yang berujung pada kelelahan otot pernapasan.

Selama penerbangan, tekanan arteri pulmonal akan meningkat akibat vasokonstriksi hipoksik. Pada pasien PPOK, hal ini dapat menyebabkan peningkatan afterload hingga disfungsi ventrikel kanan, terutama pada pasien yang memiliki komplikasi hipertensi pulmonal. Gejala yang dirasakan pasien dapat berupa peningkatan laju nadi, tekanan darah, kontraksi kardiak, dan cardiac output. [3]

Pasien dengan PPOK boleh dinyatakan layak terbang jika mampu mentoleransi aktivitas fisik (berjalan) > 50 meter tanpa dyspnea dan dalam keadaan umum yang baik. Jika mengalami eksaserbasi, harus dipastikan bahwa eksaserbasi sudah sembuh sepenuhnya. Pastikan pula pasien tidak sedang mengalami infeksi. [7]

Asthma

Tidak ada kontraindikasi perjalanan udara untuk pasien dengan asthma yang stabil, terkontrol, asimtomatik, dan tidak sedang mengalami infeksi. Pastikan pasien tidak menghentikan pengobatan yang biasa dilakukan pada saat perjalanan, serta membawa obat reliever seperti agonis beta 2 kerja pendek (salbutamol) dan steroid oral untuk mengantisipasi keadaan darurat selama perjalanan. Pasien dengan asthma yang tidak stabil atau mereka yang memiliki eksaserbasi penyakit baru-baru ini harus dicegah melakukan perjalanan udara sampai penyakit sepenuhnya stabil dan terkontrol. [6]

Pneumothorax

Pneumothorax spontan atau pneumomediastinum harus dikeluarkan sebelum perjalanan udara. Hukum Boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya di ruang tertutup. Jadi, di kabin pesawat terbang, saat tekanan barometrik berkurang ketika pesawat mencapai ketinggian jelajah, volume udara di rongga tubuh akan meningkat.

Studi melaporkan bahwa volume udara di rongga tertutup, seperti pada pneumothorax, dapat meningkat sekitar 30% ketika bergerak dari permukaan laut ke 8.000 kaki di atas permukaan laut. Oleh karena itu, pneumothorax adalah kontraindikasi absolut perjalanan udara. [4]

Menurut International Air Transport Association, pasien dengan pneumothorax diperbolehkan terbang 7 hari setelah inflasi komplit, atau 14 hari pada pneumothorax traumatik. Jika keadaan umum pasien stabil, transportasi dini (≤6 hari setelah inflasi komplit) diperbolehkan dengan terpasang drain dan pasien didampingi dokter atau perawat. Drain yang disarankan penggunaannya adalah katup Heimlich yang lebih mudah digunakan untuk transportasi. [7]

Kistik Fibrosis

Orang dengan kistik fibrosis dapat mentolerir nilai PaO2 di bawah 6,6 kPa (50 mm Hg) selama beberapa jam tanpa dekompensasi jantung atau gangguan serebral. Kelembapan dan suhu udara dapat mengubah fungsi mukosa saluran napas. Pengukuran dalam penerbangan menunjukkan kelembaban relatif kabin turun dari setidaknya 47 hingga 11% dalam 30 menit setelah terbang. Pada subjek dengan kistik fibrosis atau bronkiektasis, tingkat kelembapan yang rendah dapat meningkatkan risiko bronkospasme dan produksi lendir, yang menyebabkan sumbatan dan atelektasis.[5]

Menurut International Air Transport Association, pasien dengan kistik fibrosis diperbolehkan terbang selama tidak sedang mengalami infeksi. Pasien harus menjalani evaluasi medis sebelum terbang jika FEV < 50%. [7]

Pneumonia

Pasien dengan pneumonia diperbolehkan terbang jika sudah benar-benar sembuh. Atau, jika rontgen dada masih menunjukkan tanda pneumonia, pasien boleh terbang jika sudah tidak memiliki gejala. Pertimbangkan untuk memberikan suplementasi oksigen jika pasien baru saja sembuh, berusia lanjut, atau menaiki penerbangan dengan durasi yang panjang. [7]

Pembedahan Thorax

Pasien yang menjalani pembedahan thorax seperti lobektomi, pleurektomi, atau biopsi paru terbuka, dapat terbang ≥ 11 hari setelah prosedur dan tidak memiliki komplikasi. [7]

Tuberkulosis Paru

Pasien dengan tuberkulosis paru diperbolehkan terbang setelah menjalani setidaknya 2 minggu pengobatan dan memiliki bukti klinis respon positif terhadap tata laksana. Beberapa maskapai terkadang meminta bukti, misalnya sampel sputum yang bebas bakteri tahan asam. [7]

Oksigen Suplemental Selama Penerbangan

Masker oksigen yang disediakan pesawat saat keadaan darurat memberikan oksigen dari reaksi kimia. Masker ini tidak dapat digunakan sesuai permintaan penumpang. Namun, kebanyakan maskapai menyediakan suplai oksigen untuk keadaan medis gawat darurat di udara. Suplai oksigen ini tidak ditujukan untuk penggunaan secara kontinu.

Bagi pasien yang menggunakan oksigen suplemental secara kontinyu atau intermiten di rumah, maka perlu diketahui bahwa tabung oksigen tidak diperbolehkan masuk ke dalam pesawat. Oksigen portabel dapat menjadi pilihan, tetapi harus meminta izin maskapai terlebih dulu sebelum keberangkatan. Untuk memperoleh izin ini, pasien sering kali membutuhkan surat rekomendasi dari dokter dan informasi detail mengenai model dari tabung oksigen.

Pada penerbangan dengan durasi yang lama, beberapa maskapai dapat menyediakan silinder oksigen. Tetapi lagi-lagi hal ini harus diinformasikan kepada maskapai sebelum hari keberangkatan dan harus dikonfirmasi ulang. Sarankan pasien yang membutuhkan oksigen suplemental untuk menghubungi maskapai jauh sebelum jadwal penerbangan agar segala kebutuhan dapat direncanakan.

Tabel 1. Fitness To Fly pada Pasien dengan Penyakit Pernapasan

Kondisi medis Layak untuk terbang Keterangan
Pneumothorax

7 hari setelah inflasi penuh

14 hari setelah inflasi untuk pneumothorax karena trauma

 

Pembedahan thorax

>11 hari setelah penyembuhan, tanpa komplikasi

Misalnya lobektomi, pleurektomi, biopsi terbuka paru
Pneumonia Sepenuhnya sembuh. Jika rontgen dada masih menunjukkan gambaran pneumonia, maka harus bebas gejala Pertimbangkan suplementasi oksigen pada kasus episode berulang, usia lanjut, dan penerbangan yang lama
Tuberkulosis Minimal setelah 2 minggu terapi, dengan bukti adanya perbaikan klinis
PPOK, emfisema, fibrosis paru, efusi pleura, hemothorax

Toleransi olahraga (berjalan) > 50 meter tanpa dyspnea, dan kondisi umum memadai.

Pemulihan penuh jika ada riwayat eksaserbasi dalam waktu dekat.

Harus tidak ada infeksi saat ini

Suplementasi oksigen dibutuhkan jika  PO2 < 50 mmHg
Kistik Fibrosis Tidak ada infeksi
Asthma Tidak ada gejala dan tidak ada infeksi Mengingatkan untuk membawa obat
Kanker asimtomatik Batuk darah kontraindikasi untuk terbang
Bronkiektasis Tidak ada infeksi

 

Referensi