Varian Virus COVID-19 pada Anak

Oleh :
dr. Meisa Puspitasari SpA., MKes

Dengan munculnya varian baru virus COVID-19, dapat berdampak terhadap tingkat keparahan dan kematian pada anak–anak yang terinfeksi. Namun, keluhan gejala COVID-19  pada anak – anak ditemukan lebih ringan dibandingkan dengan dewasa.[1]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Terdapat berbagai macam varian dari virus SARS-CoV-2, beberapa varian menyebabkan infeksi yang menyebar lebih cepat. Pada akhir tahun 2020, varian alpha telah menjadi penyebab kasus baru COVID-19 pada anak dan dewasa di Inggris, sedangkan pada Mei 2021, varian ini telah menjadi 90% penyebab utama kasus COVID-19 di Jerman.[1,5]

Selama tahun 2021, varian Delta telah menjadi dominan dan tidak secara spesifik menyerang kelompok usia anak, namun memang menyebabkan adanya peningkatan tingkat infeksi di semua kelompok usia.

Varian Virus COVID-19 pada Anak-min

Secara global, varian Delta telah dilaporkan menginfeksi di 142 negara, pada bulan Agustus 2021. Varian ini lebih mudah menyerang orang yang berkerumun dan orang yang tidak divaksinasi.[6]

Varian Omicron kini sudah terdeteksi, pertama diurutkan di Afrika Selatan ternyata varian ini lebih mudah menular. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami tingkat keparahan varian Omicron dan dampaknya pada anak-anak.

Tidak banyak yang diketahui tentang perjalanan klinis pada anak-anak yang terinfeksi varian Alpha dan varian lainnya dari SARS-CoV-2. Mutasi baru dari SARS-Cov-2 menyebabkan ketidakpastian di seluruh dunia.

Varian Virus SARS-CoV-2 pada Anak

Sejak awal munculnya pandemi COVID-19, terdapat penemuan bahwa anak yang terinfeksi COVID-19 memiliki gejala klinis yang lebih ringan dibandingkan pada dewasa. Namun demikian, risiko infeksi dan penularan bagi anak-anak terus menjadi polemik bagi orang tua, dokter spesialis anak, dan pemerintah.

Infeksi COVID-19 pada Anak

Faktor-faktor baru seperti adanya mutasi virus SARS-CoV-2 dan adanya laporan kasus yang berat pada anak, seperti MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) perlu dipertimbangkan untuk memahami dampak COVID-19 pada anak-anak dan remaja.[1,9]

Walaupun tingkat penularan varian Alpha terbukti lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya, namun belum ada bukti adanya peningkatan keparahan gejala penyakit yang disebabkan oleh varian Alpha dibandingkan varian lain, terutama pada anak dan remaja.[1]

Varian Virus Alpha COVID-19 pada Anak

Brookman et. al, mendapatkan data di London, Inggris, terdapat prevalensi yang tinggi pasien anak dan remaja yang dirawat akibat COVID-19 pada saat gelombang 1 (Maret 2020 – Mei 2020) dan pada gelombang 2 (November 2020 – Januari 2021).

Ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gelombang 1 (varian virus liar COVID-19) dan pada gelombang 2 (varian virus Alpha COVID-19), dari segi kelompok usia, faktor komorbid, dan etnis.

Selain itu, tingkat keparahan penyakit, yang dilihat dari kebutuhan oksigen dan bantuan napas ventilator juga tidak berbeda secara signifikan pada kedua gelombang.[10]

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak didapatkan adanya bukti yang kuat adanya peningkatan tingkat keparahan penyakit yang dialami anak dan remaja pada saat gelombang 2 terjadi.

Hal ini mendukung bahwa infeksi varian Alpha (B.1.1.7) menimbulkan gejala yang tidak berbeda dengan strain liar, dan penyakit pernapasan akut yang berat akibat COVID-19 pada anak tetap merupakan kejadian yang jarang terjadi pada anak.[10]

Dampak Virus Alpha COVID-19 pada Anak

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Meyer et. al,  periode 12 Januari – 3 Juni 2021 di Jerman, dari 3544 pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Tests (NAATs), ditemukan 95 (2.7%) anak dengan hasil positif SARS-CoV-2.  Sebanyak 59 anak (90,8%) terinfeksi varian Alpha, 1 anak (8,5%) terinfeksi varian Beta.[1]

Gejala yang paling sering ditemukan diantaranya demam, batuk, dan rhinitis. Dyspnea ditemukan pada 8,5% anak namun tidak terjadi kasus COVID-19 yang berat. Sebanyak 54.2% anak (n = 32/59) tidak bergejala.[1] Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa tidak ditemukannya bukti bahwa anak yang terinfeksi oleh varian Alpha mengalami gejala penyakit yang berat dibandingkan dengan anak yang terinfeksi oleh varian virus liar.[1]

Penyebaran Virus Alpha COVID-19 pada Anak

Varian Alpha dari SARS-CoV-2 telah menyebar luas di Israel sejak Desember 2020, dan varian tersebut menjadi strain dominan yang bersirkulasi, yaitu sekitar 80% dari jumlah kasus sejak Februari 2021. Kemudian, dilakukan penelitian untuk membandingkan karakteristik SARS-CoV-2 yang menyebar di anak usia 0-9 tahun, pada dua periode saat varian SARS-CoV-2 yang berbeda bersirkulasi.[8]

Hasil menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 menyebar lebih efektif dan lebih cepat di antara anak-anak selama peredaran varian Alpha (B.1.1.7) di Israel. Tingkat penularan dari anak-anak berusia 0 sampai 9 tahun ke kontak lain dua kali lipat selama sirkulasi varian Alpha (B.1.1.7) di Israel.

Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa infeksi varian Alpha virus SARS-CoV-2 menyebabkan peningkatan insidensi infeksi COVID-19 pada anak usia 0-9 tahun di Israel, namun tidak meningkatkan jumlah kasus anak yang dirawat di rumah sakit, dan tidak terjadi peningkatan tingkat keparahan penyakit maupun kematian pada anak.[8]

Infeksi Varian Delta COVID-19 pada Anak

Varian Delta tidak secara khusus menargetkan anak-anak. Namun, varian Delta lebih menular daripada strain lain dan orang-orang yang bercampur secara sosial dan mereka yang tidak divaksinasi lebih rentan tertular varian Delta.

Pada saat infeksi varian Delta ini menjadi penyebab utama, dua penelitian yang dilakukan pada anak dan remaja di Amerika menunjukkan bahwa infeksi akibat varian Delta ini menyebabkan adanya peningkatan jumlah kasus yang signifikan, akan tetapi tidak pada tingkat keparahan penyakitnya.[7]

Penyebaran virus COVID-19 pada anak-anak usia 0-4 tahun memiliki tingkat rawat inap yang tertinggi sejak awal pandemi, dan tingkat rawat inap mingguan mereka meningkat sebesar 1,9 per 100.000 anak pada pertengahan Agustus 2021, hampir 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat rawat inap pada akhir Juni 2021.[7]

Para peneliti juga mencari data apakah varian Delta menyebabkan penyakit yang lebih parah. Studi keparahan penyakit sama pada kedua kelompok, sebanyak 23% anak yang dirawat di unit perawatan intensif dari total pasien anak yang dirawat di rumah sakit selama periode Delta, dan 27% pada periode pra-Delta.[7]

Pada periode varian Delta, dari total pasien anak yang dirawat di rumah sakit, 10% anak memerlukan ventilasi mekanik dan 2% meninggal, sedangkan pada periode sebelum varian Delta, 6% dan 1%.Sehingga studi ini menyimpulkan bahwa varian Delta tidak meningkatkan tingkat keparahan penyakit COVID 19 pada anak dan remaja.[7]

Perlindungan Anak dari Virus COVID-19

Berdasarkan data American Academics of Pediatrics (AAP) dan  Control Disease Center (CDC) di Amerika, sekitar 53% dewasa, 46% remaja usia 16-17 tahun, dan 37% remaja berusia 12-15 tahun sudah mendapatkan vaksinasi.

Angka infeksi COVID-19 menurun drastis di kalangan remaja yang sudah menerima vaksin COVID-19. Oleh karena itu, untuk melindungi anak-anak kita dari infeksi varian baru virus COVID 19, lakukanlah protokol kesehatan yang ketat dan lakukan vaksinasi.[7]

Dari penelitian Food and Drug Analysis (FDA), vaksin COVID-19 Pfizer telah terbukti 90,7% efektif dalam mencegah COVID-19 pada anak usia 5 – 11 tahun.[11] Keamanan vaksin dipelajari pada sekitar 3.100 anak usia 5 hingga 11 tahun yang menerima vaksin dan tidak ada efek samping serius yang terdeteksi dalam penelitian yang sedang berlangsung.

Kesimpulan

Varian Alpha SARS-COV-2, menyebabkan meningkatnya insidensi infeksi virus COVID-19 pada anak dan remaja, akibat daya transmisinya yang lebih tinggi dari  varian lainnya virus SARS-CoV-2.

Namun, pada anak dan remaja, semua bukti yang disajikan di atas menunjukkan bahwa tidak ada bukti bahwa varian alfa menyebabkan peningkatan penyakit parah.

Perkembangan varian Delta SARS-COV-2 meningkatkan insidensi infeksi COVID-19 pada anak dan remaja tetapi tingkat keparahan yang sama pada periode delta dan pra delta. Varian Delta lebih menular daripada strain lainnya, dan bagi orang yang berinteraksi secara sosial dan tidak divaksinasi lebih rentan tertular varian ini.

Anak-anak yang terinfeksi dengan virus SARS-CoV-2 biasanya tidak menunjukkan gejala penyakit COVID-19. Varian baru dari virus COVID-19 ini mempunyai daya transmisi yang tinggi, tetapi tingkat keparahan dan mortalitas yang rendah.

Walaupun demikian, pencegahan tetap penting untuk melindungi anak dan remaja dari infeksi varian baru virus SARS-CoV-2 ini, yaitu dengan mencuci tangan, menggunakan masker, menghindari kerumunan, social distancing, dan tingkatkan cakupan vaksinasi. Saat ini, cakupan vaksin lebih banyak tersedia untuk anak diatas 12 tahun, sebaiknya anak – anak di sarankan untuk di vaksin untuk mencegah infeksi virus ini.

Referensi