Pendahuluan Gastroskopi
Gastroskopi atau gastroscopy adalah tindakan endoskopi saluran cerna atas, yang biasanya dilakukan untuk diagnosis ulkus peptikum, gastroesophageal reflux disease atau GERD, dan neoplasma. Prosedur ini juga dapat dilakukan untuk tujuan terapeutik, misalnya untuk polipektomi gaster, ekstraksi benda asing yang tertelan, dan intervensi perdarahan saluran cerna atas.
Gastroskopi kadang disebut juga sebagai esophagogastroduodenoscopy. Prosedur ini bisa mengobservasi saluran cerna atas secara langsung melalui endoskop fleksibel yang disertai kamera resolusi tinggi, yang dimasukkan mulai rongga mulut, esofagus, gaster, hingga duodenum pars desenden.[1,2]
Indikasi gastroskopi adalah sebagai prosedur diagnostik untuk evaluasi abnormalitas di saluran cerna bagian atas atau sebagai tindakan terapeutik. Sensitivitas dan spesifisitas gastroskopi lebih tinggi daripada prosedur radiodiagnostik dengan barium untuk menegakkan diagnosis inflamasi saluran cerna atas, ulkus, dan kanker.[2]
Suatu studi cross sectional tahun 2023 menemukan bahwa dispepsia merupakan alasan paling umum dilakukannya endoskopi saluran pencernaan bagian atas. Dari hasil pemeriksaan tersebut, temuan patologis yang paling sering adalah varises esofagus , GERD, gastritis, gastropati hipertensi portal, ulkus duodenum, dan hernia hiatus. Oleh karena itu, pemeriksaan ini menjadi alat yang sangat penting untuk mendiagnosis berbagai kondisi patologis pada saluran pencernaan atas.[12]
Kontraindikasi gastroskopi adalah peritonitis dan kondisi medis pasien yang tidak stabil. Gastroskopi umumnya dilakukan dengan sedasi, sehingga dokter perlu mempersiapkan manajemen komplikasi sedasi seperti instabilitas kardiopulmonal. Selain komplikasi akibat sedasi, prosedur gastroskopi sendiri juga dapat menimbulkan komplikasi berupa perdarahan saluran cerna hingga perforasi.[1,3]
