Penatalaksanaan Ruptur Uretra
Karena erat terkait dengan trauma, penatalaksanaan ruptur uretra tergantung dari stabilitas kondisi awal pasien. Ketidakstabilan akibat kondisi medis yang mengancam nyawa harus ditangani terlebih dahulu. Penatalaksanaan awal untuk ruptur uretra sendiri pada dasarnya mengacu pada drainase kandung kemih dan realignment primer jika memungkinkan. Operasi repair hanya dilakukan bila pasien sudah stabil dan waktunya sebaiknya disesuaikan hingga hematoma pelvis sudah mereda.[2]
Penatalaksanaan Ruptur Uretra Anterior
Penatalaksanaan ruptur uretra anterior berbeda tergantung jenis traumanya: trauma tumpul, penile fracture, atau trauma tembus.
Ruptur Uretra Terkait Trauma Tumpul
Pada ruptur uretra akibat trauma tumpul, penatalaksanaan mencakup diversi urine dan realignment dengan menggunakan kateter urine. Pemasangan kateter dipertahankan selama 2 minggu untuk ruptur parsial atau 3 minggu untuk ruptur komplit.[4]
Ruptur Uretra Terkait Penile Fracture
Penatalaksanaan ruptur uretra anterior terkait penile fracture pada dasarnya merupakan tindakan operatif dini untuk eksplorasi serta menjahit robekan corpus cavernosum dan memperbaiki sambungan uretra; baik dengan penjahitan sederhana untuk kasus laserasi kecil, maupun dengan repair anastomosis untuk ruptur komplit.[4]
Ruptur Uretra Terkait Trauma Tembus
Penatalaksanaan ruptur uretra terkait trauma tembus yaitu tindakan operatif dini untuk eksplorasi dan perbaikan sambungan uretra dengan penjahitan, kecuali bila terdapat kondisi medis mengancam nyawa lainnya yang harus diprioritaskan. Khusus tindakan repair ruptur >2cm pada uretra pars bulbaris atau >1.5cm dari uretra pars spongiosa dengan/tanpa infeksi, tidak perlu dilakukan sesegera mungkin, melainkan bertahap dengan interval waktu tertentu (staged repair) hingga resolusi trauma jaringan lainnya.[2,4]
Penatalaksanaan Ruptur Uretra Posterior
Penatalaksanaan ruptur uretra posterior berbeda tergantung jenis ruptur yang terjadi: parsial atau komplit. Secara umum, waktu dilakukannya tindakan operatif diklasifikasikan menjadi 3:
Immediate (segera): <48 jam setelah trauma
Delayed primary (primer tertunda): 2 hari sampai 2 minggu setelah trauma
Deferred (tertunda): >3 bulan setelah trauma[4]
Penatalaksanaan Awal
Pada beberapa jam pasca trauma, diversi urine pada dasarnya penting dilakukan untuk memantau output urine, mengatasi retensi urine simptomatis pada pasien yang sadar, dan meminimalisasi ekstravasasi urine, risiko infeksi, dan fibrosis. Pada pasien ruptur uretra, diversi urine pada jam-jam awal setelah trauma dilakukan dengan pemasangan kateter suprapubik. Pemasangan kateter ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan ultrasonografi karena posisi kandung kemih yang sering berubah pada pasien trauma akibat hematoma pelvis atau karena pengisian kandung kemih yang buruk akibat syok.[4]
Penatalaksanaan Ruptur Uretra Posterior Parsial
Pada kasus ruptur uretra posterior parsial, penatalaksanaan hanya berupa pemasangan kateter suprapubik atau uretra dan pemantauan penyembuhan dengan uretrografi per 2 minggu. Umumnya penyembuhan terjadi tanpa scarring / obstruksi. Namun, bila terjadi striktur di kemudian hari, dapat dilakukan tindakan operatif yaitu:
- Uretrotomi internal: pengambilan jaringan skar/striktur melalui prosedur sistoskopi baik dengan dipotong atau menggunakan laser; dilakukan bila striktur pendek dan tidak menyebabkan obstruksi total
- Uretroplasti anastomosis: pemotongan bagian striktur dan penyatuan kembali kedua ujung uretra yang terputus; dilakukan bila striktur panjang dan menyebabkan obstruksi total, atau bila internal uretrotomi gagal[4]
Penatalaksanaan Ruptur Uretra Posterior Komplit
Penatalaksanaan definitif untuk kasus ruptur uretra posterior komplit pada dasarnya dibagi menjadi 3 menurut waktunya: immediate, delayed, atau deferred; meskipun yang direkomendasikan adalah penatalaksanaan deferred.
Tata Laksana Immediate:
Penatalaksanaan immediate berupa endoscopic realignment (aposisi kedua ujung uretra yang terputus melalui kateter) dan uretroplasti (penyatuan/penjahitan kedua ujung uretra yang terputus). Prosedur realignment dilakukan secara endoskopik, yaitu menggunakan guidewire yang dipasang ke kandung kemih melalui sistoskop yang rigid atau flexible, kemudian kateter dipasang melalui guidewire tersebut. Pemasangan kateter dapat menggunakan 2 sistoskop (retrograde via uretra, atau antegrade via suprapubik). Kateter ini dipertahankan antara 4-8 minggu. Namun, oleh karena bukti-bukti yang ada menunjukan tingginya risiko impotensi (56%), inkontinensia (21%), dan striktur (69%) pada uretroplasti immediate, prosedur ini tidak direkomendasikan kecuali di pusat urologi dengan ahli yang berpengalaman.
Tata Laksana Delayed:
Penatalaksanaan delayed juga berupa endoscopic realignment dan uretroplasti <14 hari setelah trauma sebelum proses fibrosis terjadi. Prosedur ini dilakukan bila tidak ada indikasi eksplorasi segera, misalnya luka tembak. Delayed primary realignment mencakup pemasangan kateter suprapubik inisial, kemudian barulah dilakukan realignment secara endoskopik setelah pasien stabil dan perdarahan pelvis membaik <14 hari setelah trauma. Prosedur uretroplasti sama dengan prosedur uretroplasti pada umumnya, tetapi hanya boleh dilakukan pada pusat urologi berpengalaman karena tingginya angka perburukan akibat uretroplasti.
Tata Laksana Deferred:
Penatalaksanaan deferred berupa diversi urine menggunakan kateter suprapubik selama 3 bulan, barulah kemudian dilakukan deferred urethroplasty setelah terjadi fibrosis dan obliterasi uretra posterior. Hal ini dikarenakan setelah 3 bulan hematoma pelvis sudah beresolusi, prostat sudah turun ke posisi normal, jaringan skar sudah stabil, juga pasien mampu berbaring ke posisi litotomi. Uretroplasti (perbaikan anastomosis dari kedua ujung uretra yang terputus) dilakukan melalui sayatan dari perineum, dengan keberhasilan dilaporkan mencapai 80-90%.[4]