Epidemiologi Perforasi Membran Timpani
Epidemiologi perforasi membran timpani hingga saat ini tidak ada data pasti, namun kasus perforasi lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan bila dilihat dari usia, tingginya kasus perforasi pada anak disebabkan karena etiologi infeksi sedangkan pada orang dewasa disebabkan karena trauma.
Global
Tidak ada data pasti mengenai jumlah kasus perforasi membran timpani secara global. Sebuah survey menemukan bahwa 4% anak penduduk asli Amerika Serikat mengalami perforasi membran timpani. Insidensi perforasi membran timpani akibat trauma adalah 7 dari 1.000 orang. Perbandingan perforasi membran timpani pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1.[1,2,5]
Perforasi membran timpani cukup sering ditemukan pada anak dan kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya kasus infeksi saluran pernapasan atas pada anak. Insidensi perforasi membran timpani spontan pada anak dengan otitis media akut berkisar antara 0–30%.[3,6]
Pada orang dewasa, perforasi membran timpani yang disebabkan trauma cukup sering terjadi karena tingginya kasus kekerasan pada populasi ini. Penyebab kedua tersering adalah membersihkan telinga menggunakan berbagai macam objek, seperti cotton bud, jepitan rambut, batang korek api, atau alat lain yang digunakan untuk mengambil benda asing.[1,9]
Indonesia
Hingga saat ini tidak ada data mengenai insidensi perforasi membran timpani di Indonesia.
Pada studi di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, dilaporkan bahwa 3,8% pasien yang datang ke poliklinik spesialis telinga hidung tenggorokan (THT) mengalami perforasi membran timpani. Studi lain di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, menemukan bahwa sebanyak 74,79% pasien dengan otitis media supuratif kronis mengalami perforasi membran timpani.[10,11]
Mortalitas
Kondisi perforasi membran timpani itu sendiri umumnya tidak menyebabkan mortalitas.
Mortalitas akibat perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh komplikasi yang dapat muncul bila tidak mendapatkan manajemen yang baik. Salah satu komplikasi perforasi membran timpani adalah infeksi intrakranial, seperti abses otak, yang berawal dari otitis media. Sebelum era pemberian antibiotik, mortalitas yang disebabkan oleh komplikasi intrakranial akibat otitis media adalah sebesar 76,4% dan setelah itu menurun hingga 18,4%.[12]