Patofisiologi Rabies
Patofisiologi rabies melibatkan masuknya virus dari liur hewan penular melalui bagian kulit yang terbuka akibat gigitan atau cakaran, replikasi virus secara lokal, penyebaran virus secara neuronal dari saraf perifer ke sistem saraf pusat, serta diseminasi virus ke seluruh tubuh yang diperantarai saraf perifer. Hal ini menjadi dasar mengapa virus rabies dapat ditemukan pada berbagai sampel jaringan pada penentuan diagnosis post mortem.
Patogenesis
Patogenesis rabies diawali dengan penyebaran virus rabies melalui saraf perifer ke sistem saraf pusat (SSP), pembelahan virus di SSP, serta penyebaran melalui saraf otonom dan somatik menuju jaringan yang kaya sel saraf seperti kelenjar ludah. Setelah virus masuk ke badan, virus rabies dapat membelah di sel otot rangka dan menginfeksi serabut otot. Virus juga dapat menginfeksi serabut saraf sekitar otot yang terinfeksi dan bergerak ke SSP melalui akson yang menghubungkan neuron yang berdekatan. Replikasi virus umumnya terjadi di neuron namun dapat pula ditemukan di sel glia. Virus dapat ditemukan di ganglia dorsal dalam kurun 60-72 jam pasca inokulasi sebelum akhirnya menuju neuron saraf spinal.
Terdapat bukti keterlibatan taut neuromuskuler pada invasi virus terhadap neuron dan hambatan pada reseptor asetilkolin dapat menghambat perlekatan virus. Namun, juga ditemukan adanya bukti bahwa virus rabies dapat masuk ke neuron yang tak mengekspresikan reseptor asetilkolin sehingga terdapat indikasi bahwa ada peran reseptor selain asetilkolin dalam masuknya virus rabies ke dalam neuron.
Replikasi Lokal pada Sel Saraf
Untuk meningkatkan efisiensi inokulasi, virus rabies bereplikasi lokal sebelum menginfeksi sel saraf. Itulah sebabnya, pemberian imunoglobulin antirabies dan imunisasi aktif dapat membantu mengurangi penyebaran virus ke sel saraf sehingga mencegah terjadinya manifestasi penyakit. Saat virus telah mencapai saraf perifer, virus mudah menyebar ke SSP sebab metode pengobatan terkini belum ada yang mampu mencegah hal tersebut. Virus rabies menyebar ke SSP melalui transpor aksonal yang melibatkan interaksi rantai dynein sitoplasma dengan fosfoprotein pada virus. Setelah mencapai SSP, virus dengan mudah menyerang seluruh neuron SSP menurut pola hubungan sinaptik antar neuron.
Penyebaran ke Seluruh Tubuh
Setelah mencapai SSP, virus menyebar ke seluruh tubuh melalui jalur saraf perifer. Adanya temuan kadar virus yang tinggi di kelenjar ludah membuktikan bahwa terdapat kemungkinan replikasi virus yang tinggi di kelenjar ludah. Mekanisme kerusakan SSP oleh virus rabies masih belum diketahui dengan pasti. Namun, gangguan transmisi saraf dan sistem opioid endogen serta peningkatan produksi oksida nitrat (NO) oleh virus rabies mengisyaratkan adanya proses eksitotoksisitas. Selain itu, infeksi virus rabies juga berhubungan dengan apoptosis limfosit T dan diduga menyebabkan kegagalan sistem imun dalam mengendalikan penyakit. Namun, keterkaitan antara keduanya masih perlu dipelajari lebih lanjut.[4–7]
Patologi
Gambaran patologi makroskopik otak yang mengalami ensefalitis rabies tidak cukup khas dan hanya terlihat adanya kongesti pembuluh darah. Secara mikroskopis, adanya sebukan sel radang disertai badan Negri merupakan temuan yang khas (gambar 1), khususnya pada sel piramid di hipokampus, neuron korteks serebri, serta sel Purkinje di serebelum.

Gambar 1. Tampilan jaringan post mortem yang menunjukkan persebaran peradangan dan antigen virus rabies di otak dan otot: a. Ganglionitis pada ganglia otonom di lidah, b. Badan Negri pada neuron dekat perivascular cuff di jaringan otak, c. Pewarnaan imunohistokimia terhadap antigen rabies (warna coklat), d. Deteksi antigen rabies pada serabut otot (panah) dan sel otot rangka di lidah (kepala panah).[8]
Namun, tak semua sampel jaringan otopsi menunjukkan desakan limfosit perivaskuler dan nekrosis neuron sebagaimana yang terjadi pada ensefalitis. Badan Negri merupakan badan inklusi sitoplasmik berdiameter 1-7 µm, berbentuk bulat hingga oval, umumnya eosinofilik, dan mengandung nukleokapsid virus. Sayangnya, badan Negri dan badan Lyssa hanya ditemukan pada sebagian kecil sel yang terinfeksi.
Di jaringan jantung, kelainan yang tampak nyata adalah miokarditis. Miokarditis akibat rabies menyerupai kondisi kelainan jantung akibat kondisi hiperkatekolamin lain seperti feokromositoma, perdarahan subarakhnoid, dan tetanus. Badan Negri dapat pula ditemukan di jaringan jantung. Selain itu, penyebaran virus ke miokard melalui jaringan saraf tampak oleh adanya gambaran ganglioneuritis di atrium jantung[9].