Epidemiologi Rabies
Pola epidemiologi penyebaran rabies memiliki karakteristik yang berbeda antara area dengan cakupan imunisasi rabies pada anjing yang tinggi dan rendah. Hal ini tampak jelas khususnya ketika membandingkan kasus wabah rabies di Bali (cakupan imunisasi rabies pada anjing yang rendah) tahun 2008 dengan kasus rabies sporadis di Amerika Serikat (cakupan imunisasi rabies pada anjing yang tinggi).
Global
Secara global, rabies dapat ditemukan hampir di berbagai belahan dunia kecuali di Antartika, Selandia Baru, Skandinavia, Taiwan, Jepang, dan beberapa pulau kecil. WHO memperkirakan terdapat 26.400-61.000 kasus kematian akibat rabies setiap tahun. Namun, angka ini dianggap masih belum mewakili jumlah mortalitas sesungguhnya akibat rabies yang diduga mencapai 100.000 kematian per tahun. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kurangnya surveilans, rendahnya pelaporan kasus rabies di negara berkembang, serta kurangnya koordinasi lintas sektoral[10].
Aspek epidemiologi infeksi rabies pada manusia menggambarkan kasus rabies pada hewan setempat. Jika rabies pada anjing sering ditemukan pada suatu area geografis maka kasus rabies pada manusia di lokasi yang sama biasanya berasal dari gigitan oleh anjing yang terinfeksi. Sebaliknya, pada area dengan cakupan imunisasi rabies yang tinggi terhadap anjing, kasus rabies pada manusia umumnya disebabkan oleh gigitan satwa liar.
Kasus sporadis rabies juga dapat ditemukan pada individu yang terinfeksi virus rabies secara tak langsung. Sebuah laporan kasus menemukan adanya kasus rabies pada empat resipien organ dari seorang pria di Texas yang meninggal akibat ensefalitis tanpa sebab yang saat itu belum diketahui[11]. Pewarnaan imunohistokimia dan flouresens antibodi menunjukkan adanya virus rabies dan badan Negri pada berbagai sampel jaringan pada masing-masing resipien organ. Penelusuran lanjutan mengungkapkan bahwa donor organ memiliki riwayat gigitan oleh kelelawar beberapa waktu sebelum meninggal. Berdasarkan laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa penyebaran virus rabies dari donor ke resipien cangkok organ bukan merupakan suatu kemustahilan dan menjadi tantangan khusus dalam bidang cangkok organ.[5,6,10]
Indonesia
Di Indonesia, penyakit rabies telah dilaporkan sejak awal abad 19 dan masih menjadi masalah endemik pada beberapa pulau besar seperti Bali, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Secara khusus, wabah rabies di Bali akhir tahun 2008 cukup mengejutkan mengingat pulau ini merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan anjing yang cukup tinggi namun telah dinyatakan bebas rabies selama beberapa waktu. Susilawathi, et al. menemukan bahwa antara November 2008 hingga November 2010, terdapat 104 pasien meninggal akibat rabies. Sebagian besar kasus berasal dari area pedesaan (78,8%) dan berhubungan dengan riwayat gigitan anjing (92,3%). Hal ini mengindikasikan bahwa cakupan imunisasi rabies terhadap anjing masih cukup rendah saat itu[12–14].
Sayangnya, analisis lanjutan studi yang sama menunjukkan adanya indikasi kesadaran masyarakat masih rendah terhadap bahaya rabies dan penanganan awal untuk pencegahan rabies di Indonesia. Dari 104 pasien yang terdiagnosis rabies, sebagian besar (80,8%) sama sekali tidak melakukan tindakan pembersihan luka dalam bentuk, sementara hanya 10,6% pasien yang mencuci lukanya dengan air, dan hanya 5,8% pasien yang memeriksakan lukanya ke rumah sakit terkait keparahan luka (semuanya mendapat vaksin rabies, namun tak mendapat imunoglobulin antirabies)[14].
Wabah Rabies di Bali
Pasca fase kritis wabah rabies di Bali, studi dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi penentu cakupan vaksinasi rabies terhadap anjing dan dampaknya terhadap wabah rabies di Bali. Penelitian tersebut menemukan bahwa dari survei terhadap 10.352 pemilik anjing, cakupan imunisasi lebih tinggi secara signifikan pada anjing dewasa dibandingkan anak anjing (91,4% vs 43,9%). Selain itu, anjing peliharaan yang berkeliaran bebas memiliki kemungkinan tidak mendapat vaksinasi rabies 2-3 kali lipat lebih besar dibandingkan anjing peliharaan rumahan. Dari studi ini diketahui bahwa walaupun cakupan vaksinasi rabies pada anjing dewasa sudah cukup baik, imunisasi rabies pada kelompok khusus seperti anjing peliharaan yang berkeliaran bebas dan anak anjing perlu mendapat perhatian lebih baik guna memastikan cakupan imunisasi yang tinggi di area geografis yang rentan mengalami wabah rabies[15].