Diagnosis Tumor Otak
Kebanyakan diagnosis tumor otak didapatkan dari hasil pemeriksaan penunjang yang tidak disengaja misalnya untuk keperluan medical check up. Gejala klinis tumor sangat bergantung pada lokasi tumor dan progresivitas pertumbuhan tumor.
Pemeriksaan penunjang pencitraan memiliki peran penting dalam mendeteksi tumor otak. Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis histopatologi tumor dan menentukan rencana penatalaksanaan.[9]
Anamnesis
Dari anamnesis, keluhan yang paling sering ditemukan pada tumor otak primer adalah nyeri kepala dan kejang. Kejang dapat ditemukan pada 50-80% pasien tumor otak. Nyeri kepala pada 30% pasien tumor otak dan 15% pasien mengalami peningkatan tekanan intrakranial.[9]
Keluhan lain yang menyertai adalah mual, muntah proyektil, penurunan nafsu makan, perubahan mood, penurunan kesadaran, perubahan kepribadian, dan penurunan fungsi kognitif.
Tidak jarang juga ditemukan defisit neurologis berupa gangguan keseimbangan, kelemahan ekstremitas, atau penglihatan ganda.[8]
Nyeri kepala akibat tumor otak dapat menyerupai nyeri kepala tegang (tension type headache). Perubahan pola nyeri kepala yang mendadak menjadi sangat berat dan lebih sering, nyeri kepala berat akut yang muncul pada usia paruh baya, nyeri kepala yang memberat terutama di pagi hari, dan nyeri kepala yang disertai dengan muntah perlu dicurigai sebagai gejala tumor otak. Onset baru epilepsi pada usia dewasa juga perlu dicurigai sebagai gejala dari tumor otak.[7]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda klinis yang muncul tergantung dari lokasi tumor. Tumor otak dapat disertai gejala defisit neurologis fokal maupun gejala sistemik yang tampak pada pemeriksaan neurologis. Tumor pada lobus frontal menyebabkan anosmia, dementia, perubahan kepribadian, gangguan gait, kejang, dan afasia motorik.
Tumor Lobus Parietal
Tumor di lobus parietal dapat menimbulkan afasia sensorik, penurunan sensorik, hemianopsia, dan disorientasi ruang. Tumor di lobus temporal menyebabkan kejang, kuadrantanopia atau defek lapangan pandang lain, serta gangguan perilaku.Tumor di lobus oksipital menimbulkan hemianopsia kontralateral.
Tumor Batang Otak dan Serebelum
Tumor di batang otak dan serebelum menyebabkan ataxia, gangguan koordinasi, nistagmus, gejala piramidal, defisit sensoris pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan nervus kranial, dan disfungsi otonom. Tumor pada serebelopontin dapat menimbulkan dismetria, ataxia, nistagmus, gangguan pada nervus kranial III yang akan menimbulkan kelainan fasial, koklear, serta vestibular.[3,7]
Tumor Prefrontal dan Corpus Callosum
Tumor di area prefrontal dan corpus callosum dapat menimbulkan disfungsi kognitif berupa perubahan perilaku, gangguan mood, dan gangguan memori jangka pendek.
Tumor Infratentorial
Tumor infratentorial bisa menimbulkan kelumpuhan nervus kranial, disfungsi serebelum, dan long tract signs bila tumor melibatkan medula spinalis (spastisitas, hiperrefleks, refleks abnormal seperti Babinski dan Hoffman).[9]
Pada pemeriksaan neurooftalmologi dapat ditemukan pembengkakan diskus optikus (papiledema) akibat peningkatan tekanan intrakranial. Gangguan pergerakan bola mata ke atas (Parinaud syndrome) dapat muncul pada tumor pineal. Tumor di lobus oksipital dapat memberikan gejala hemianopsia homonim atau gangguan lapangan pandang parsial.[7]
Glioma
Glioma merupakan tumor otak maligna yang berasal dari sel glial. Beberapa jenis glioma adalah astrositoma, oligodendroglioma, astrositoma anaplastik, dan glioblastoma. Gejala yang timbul pada pasien glioma dapat berupa nyeri kepala hebat yang disertai muntah proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial, defisit neurologis progresif, kejang, dan gangguan kognitif.
Pemeriksaan status generalisata, pemeriksaan neurooftalmologi, dan pemeriksaan fungsi luhur dapat menemukan kelainan sesuai dengan lokasi tumor.[8]
Meningioma
Meningioma adalah tumor otak jinak yang paling sering ditemukan. Tumor ini berasal dari sel arachnoid cap duramater. Ukuran tumor meningioma bertambah secara lambat. Lokasi meningioma dapat terletak pada basis kranial, lekukan dura, pleksus khoroid, dan juga spinal.
Tumor otak akan menimbulkan efek desak ruang sehingga dapat timbul gejala berupa kejang (fokal maupun generalisata), nyeri kepala, hidrosefalus obstruktif, perubahan kepribadian, gangguan lapangan pandang, dan gejala lain tergantung letak tumor.[8]
Tumor Pituitari
Tumor pituitari dapat bersifat fungsional yakni menyekresi hormon. Gejala klinis yang timbul disebabkan oleh hormon tersebut (gejala galaktorea, akromegali, gigantisme) atau karena efek desak ruang seperti gangguan lapang pandang dan hemianopsia homonim .[6]
Tumor Metastasis
Tumor metastasis otak adalah tumor otak sekunder yang insidensinya lebih tinggi dibandingkan tumor otak primer. Tumor sekunder paling sering berasal dari kanker paru (50%), payudara (15-25%), melanoma (5-20%), ginjal, dan kolorektal. Lesi tumor metastasis dapat berjumlah satu ataupun multipel dan dapat ditemukan di parenkim otak maupun leptomeningeal.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala yang dijumpai hampir mirip dengan tumor otak primer. Gejala yang muncul antara lain nyeri kepala, muntah, gejala neurologis fokal, kelumpuhan tanpa gangguan sensorik, kejang, perubahan perilaku, dan penurunan kesadaran.[8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tumor otak tergantung dari usia pasien, faktor risiko infeksi, penyakit kanker lain yang diderita, dan karakteristik pada pencitraan. Diagnosis banding tumor otak dapat dikategorikan menjadi metastasis, infeksi, lesi vaskular, dan kelainan inflamasi.
Lesi soliter dengan penyangatan membentuk cincin dengan tepi yang tegas dapat dicurigai sebagai metastasis. Lesi dengan tepi yang kurang jelas dengan korteks yang luas dapat dicurigai sebagai glioma high grade. Lesi dengan difusi yang berkurang di bagian sentral dapat dicurigai sebagai suatu abses.[9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang khususnya pencitraan merupakan modalitas utama untuk menegakkan diagnosis tumor otak. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan kontras gadolinium merupakan pemeriksaan penunjang yang dianjurkan.
Pada pencitraan, tidak ada gambaran patognomonik spesifik yang dapat membedakan antara tumor otak primer, metastasis, atau tumor non neoplasma. Oleh karena itu, biopsi tetap diperlukan untuk menentukan histopatologi suatu tumor otak.[3,16]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat mengevaluasi jaringan lunak lebih baik daripada coherence tomography scan (CT-scan) dan mampu mendeteksi tumor yang lokasinya di infratentorial.
MRI merupakan modalitas paling baik untuk mengidentifikasi tumor di lokasi fosa posterior (misalnya: neuroma akustik) dan juga lesi hemoragik. MRI dapat menjadi pilihan apabila pasien alergi terhadap zat kontras atau mengalami insufisiensi ginjal.[7,8]
Tumor otak dengan sawar darah otak yang masih intak seperti glioma low grade dapat tidak terdeteksi dengan CT-scan kontras, namun dapat terdeteksi menggunakan T2-weighted MRI tanpa kontras. Oleh karena itu, MRI dengan atau tanpa kontras (gadolinium) merupakan metode standar dengan sensitivitas yang baik dalam mendeteksi tumor otak.[17]
MRI diffusion-weighted, diffusion tensor, MR perfusi dan spektroskopi juga dapat digunakan untuk melihat selularitas tumor dan vaskular sehingga lebih baik untuk membedakan tumor dari lesi non neoplasma. Magnetic resonance spectroscopy (MRS) dapat digunakan sebagai penuntun biopsi untuk menentukan daerah nekrosis dan tumor yang masih viabel.[8,9]
Coherence Tomography Scan (CT-Scan)
Coherence tomography scan (CT-scan) merupakan modalitas pilihan pada kasus emergensi. Apabila MRI tidak tersedia atau bila ada kontraindikasi MRI seperti penggunaan implan logam, penggunaan alat pacu jantung, atau klaustrofobia, msks CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan.
Gambaran tumor pada CT-scan dapat tampak hipodens, isodens, atau hiperdens. Hampir semua tumor mengalami penyangatan (enhancement) dengan pemberian kontras. CT-scan lebih baik dibandingkan MRI untuk melihat kalsifikasi dan lesi destruksi pada tulang tengkorak akibat invasi tumor.[3,7,8]
CT-scan toraks, abdomen, dan pelvis diperlukan untuk mencari lokasi primer tumor bila ditemukan lesi yang dicurigai sebagai metastasis di otak. CT-scan pada tumor otak metastasis dapat memberikan gambaran lesi soliter, bulat, batas tegas, dan edema peritumoral lebih luas (fingers of edema). Lesi multipel juga sering ditemukan pada kasus metastasis otak.[3,8]
Positron Emission Tomography Scan (PET-Scan)
Positron emission tomography scan (PET-scan) berguna pada pasien pasca terapi karena dapat membedakan antara tumor rekuren atau reaksi jaringan. PET-scan juga dapat mendeteksi glioma low grade.[8,17]
Hasil biopsi pada tumor otak terkadang dapat memberikan gambaran grade yang berbeda. Biopsi pada tempat yang salah dapat memberikan hasil grade tumor yang lebih rendah dari seharusnya.
Biopsi dengan bantuan PET-scan dapat digunakan untuk mengambil jaringan pada bagian yang paling maligna. Namun, PET-scan tidak direkomendasikan untuk mencari lesi primer tumor karena gambaran pada pemeriksaan tersebut sulit membedakan antara tumor jinak, maligna, atau lesi inflamasi.[3,17]
Biopsi
Dengan biopsi, dokter dapat mendiagnosis jenis tumor secara histopatologi serta menentukan grade tumor. Biopsi tumor otak dapat dilakukan menggunakan jaringan tumor yang direseksi melalui kraniotomi (open biopsy) ataupun biopsi jarum stereotaktik.[8,18]
Klasifikasi tumor otak umumnya menggunakan sistem dari WHO. Histopatologi tumor yang spesifik dapat membantu menentukan rencana penatalaksanaan bagi pasien. WHO melakukan revisi klasifikasi tumor primer otak pada tahun 2016 dengan menambahkan kelainan genetik molekular pada klasifikasi berdasarkan histopatologi yang sudah ada.
WHO mengklasifikasikan tumor otak berdasarkan kriteria histopatologi dan juga perubahan genetik yang terjadi.[18,19]
Tabel 1. Klasifikasi WHO Tumor Sistem Saraf Pusat
Kategori Tumor | Jenis Tumor |
Tumor astrositik dan oligodendroglial difus | Astrositoma difus, IDH (isocitrate dehydrogenase)-mutant, Astrositoma gemistositik, IDH-mutant, Astrositoma difus, IDH-wildtype, Astrositoma difus, NOS (not otherwise specified), Astrositoma difus, NOS (not otherwise specified), Astrositoma difus, NOS (not otherwise specified), Astrositoma anaplastik, IDH-mutant, Astrositoma anaplastik, IDH-wildtype, Astrositoma anaplastik, NOS, Glioblastoma, IDH-wildtype (Glioblastoma giant cell, Gliosarcoma, Glioblastoma epitelioid), Glioblastoma epitelioid, Glioblastoma, IDH-mutant, Glioblastoma, NOS, Glioma midline difus, H3 K27M-mutant, Oligodendroglioma, IDH-mutant + 1p/19q-codeleted, Oligodendroglioma, NOS, Oligodendroglioma anaplastik, IDH-mutant + 1p/19q-codeleted, Oligodendroglioma anaplastik, NOS, Oligoastrositoma, NOS, Oligoastrositoma anaplastik, NOS |
Tumor astrositik lain | Astrositoma pilositik (Astrositoma pilomyxoid), Astrositoma sel giant subependimal, Xantoastrositoma pleomorfik, Xantoastrositoma pleomorfik anaplastik |
Tumor ependimal | Subependimoma, Ependimoma myxopapilar, Ependimoma (Ependimoma papilar, Ependimoma sel clear, Ependimoma tanisitik), Ependimoma, RELA fusion-positive, Ependimoma anaplastik |
Glioma lain | Glioma chordoid ventrikel ketiga, Glioma angiosentrik, Astroblastoma |
Tumor pleksus koroid | Papiloma pleksus koroid, Papiloma pleksus koroid atipikal, Karsinoma plexus koroid |
Tumor neuronal dan neuronal-glial campuran Tumor pada regio pineal | Disembrioplastik neuroepitelial, Gangliositoma, Ganglioglioma, Ganglioglioma anaplastik (Gangliositoma serebelar displastik (penyakit Lhermitte-Duclos)), Astrositoma infantil desmoplastik dan ganglioglioma, Glioneuronal papilar, Glioneuronal membentuk rosette, Glioneuronal leptomeningeal difus, Neurositoma sentral, Neurositoma ektraventrikular, Liponeurositoma serebelar, Paraganglioma, Pineositoma, Tumor parenkim pineal-diferensiasi intermediate, Pineoblastoma, Tumor papilar regio pineal |
Tumor embrional | Meduloblastoma (Meduloblastoma, WNT-activated, Meduloblastoma, SHH-activated + TP53-mutant, Meduloblastoma, SHH-activated + TP53-wildtype, Meduloblastoma, non-WNT/non-SHH (grup 3 dan grup 4), Meduloblastoma, histologically defined (Meduloblastoma klasik, Meduloblastoma, desmoplastik/ nodular, Meduloblastoma dengan nodular ekstensif, Meduloblastoma, anaplastik large cell), Meduloblastoma, NOS, Tumor embrional multilayered rosettes, C19MC-altered, Tumor embrional multilayered rosettes, NOS, Meduloepitelioma, Neuroblastoma SSP (sistem saraf pusat), Ganglioneuroblastoma SSP, Tumor embrional SSP, NOS, Tumor teratoid/ rhabdoid atipikal, Tumor embrional SSP dengan karakteristik rhabdoid |
Tumor kranial dan nervus paraspinal | Schwannoma (Schwannoma selular, Schwannoma pleksiformis), Schwannoma melanositik, Neurofibroma (Neurofibroma atipikal, Neurofibroma pleksiformis), Perineurioma, Tumor selubung saraf hibrida, Tumor selubung saraf perifer maligna (Epitelioid, Diferensiasi perineurial) |
Meningioma | Meningioma, Meningioma meningotelial, Meningioma fibrosa, Meningioma transisional, Meningioma psamomatosa, Meningioma angiomatosa, Meningioma metaplastik, Meningioma chordoid, Meningioma sel clear, Meningioma atipikal, Meningioma papilar, Meningioma rhabdoid, Meningioma anaplastik (malignansi) |
Tumor non-meningotelial, mesenkimal | Tumor fibrosa soliter/ hemangioperisitoma (grade 1-3), Hemangioblastoma, Hemangioma, Hemangioendotelioma epitelioid, Angiosarkoma, Sarkoma kaposi, Sarkoma Ewing, Lipoma, Angiolipoma, Hibernoma, Liposarkoma, Fibromatosis tipe desmoid, Miofibroblastoma, Tumor miofibroblastik inflamasi, Histiositoma fibrosa jinak, Fibrosarkoma, Sarkoma pleomorfik tidak berdiferensiasi/ histiositoma fibrosa maligna, Leiomyoma, Leiomyomasarkoma, Rhabdomyoma, Rhabdomyosarkoma, Chondroma, Chondrosarcoma, Osteoma, Osteochondroma, Osteosarkoma |
Tumor melanositik | Melanositosis meningeal, Melanositoma meningeal, Melanoma meningeal, Melanomatosis meningeal |
Limfoma | Limfoma sel B difus SSP, Limfoma akibat imunodefisiensi pada SSP (Limfoma large B-cell difus, AIDS-related, Limfoma large B-cell difus, EBV-positif, NOS, Granulomatosis limfomatoid), Limfoma large B-cell intravaskular, Limfoma sel B low grade SSP, Limfoma sel T dan NK (natural killer) SSP, Limfoma large cell anaplastik, ALK-positif, Limfoma large cell anaplastik, ALK-negatif, Limfoma MALT duramater |
Tumor histiositik | Histiositosis sel Langerhans, Penyakit Erdheim-Chester, Penyakit Rosai-Dorfman, Xantogranuloma juvenile, Sarkoma histiositik |
Tumor sel germinal | Germinoma, Karsinoma embrional, Tumor yolk sac, Choriocarcinoma, Teratoma (Teratoma matur, Teratoma imatur), Teratoma dengan transformasi maligna, Tumor sel germinal campuran |
Tumor regio sellar | Kraniofaringioma (Kraniofaringioma adamantinomatosa, Kraniofaringioma papilar), Tumor sel granular regio sellar, Pituisitoma, Onkositoma sel spindel |
Tumor metastasis |
Sumber: Louis DN, Perry A, Reifenberger G, et al, Acta Neuropathol. 2016[19]
WHO membuat klasifikasi keganasan tumor menjadi 4 grade berdasarkan karakteristik morfologi, pola pertumbuhan, dan sifat molekuler tumor sebagai berikut:
Grade I
Tumor grade I adalah tumor jinak (benign) yang bersifat non-infiltratif dan bertumbuh lambat. Penatalaksanaan tumor grade I umumnya cukup hanya dengan pembedahan saja. Pasien tumor grade I memiliki angka ketahanan hidup yang lebih baik.[3,20]
Grade II
Tumor grade II masih mungkin mengalami pertumbuhan yang lambat (low proliferative). Ciri – ciri tumor grade II adalah menginfiltrasi jaringan sehat sekitar, rekurensi lebih sering terjadi, dan dapat mengalami progresivitas menjadi grade yang lebih tinggi.[3,17,20]
Grade III
Tumor grade III bersifat maligna yang ditandai dengan adanya infiltrasi. Tingkat rekurensi setelah terapi pada grade ini termasuk tinggi.[3,17,20]
Grade IV
Pada tumor grade IV dapat ditemukan nekrosis jaringan. Proses pertumbuhan dan infiltrasi tumor cepat dan luas. Rekurensi juga sangat cepat walaupun sudah diterapi dengan adekuat.[3,17,20]
Tumor low grade meliputi tumor grade I dan II berdasarkan sistem grading WHO di atas. Tumor grade III dan IV termasuk dalam tumor high grade. Tumor grade I memiliki prognosis yang paling baik, sedangkan tumor grade IV memiliki prognosis terburuk. Oleh karena itu, grading tumor bukan hanya untuk menilai tingkat progresifitas tumor tetapi juga kemungkinan keberhasilan terapi.[3,17]
Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal dan flowcytometry diperlukan bila ada kecurigaan metastasis leptomeningeal, limfoma sistem saraf pusat, atau penyebaran kraniospinal, misalnya ependimoma.[8]
Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah merupakan pemeriksaan yang rutin dikerjakan dalam proses diagnosis tumor otak. Pemeriksaan laboratorium darah yang dikerjakan antara lain pemeriksaan darah lengkap (complete blood count), koagulasi, kadar elektrolit, dan fungsi metabolik. Pemeriksaan laboratorium darah juga dilakukan untuk melihat keadaan umum pasien terutama pra operatif.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan selain darah lengkap dan elektrolit adalah hemostasis, gula darah, LDH, fungsi hati dan ginjal, dan serologi hepatitis B dan C. Pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar hormon pada pasien yang dicurigai sebagai tumor pituitari juga perlu dilakukan.[6-8]
![Gambar 1. Perkins A, Liu G, et al. Primary brain tumors in adult : Diagnosis and treatment. 2016 [3]](https://res.cloudinary.com/dk0z4ums3/image/upload/v1629865692/attached_image/penyakit/onkologi/tumor-otak/diagnosis-0-alomedika.jpg)