Manajemen Meningioma Insidental

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Dalam manajemen meningioma insidental, apakah pemantauan aktif sudah cukup atau memerlukan tindak lanjut? Meningioma insidental merupakan meningioma yang ditemukan tanpa sengaja ketika dilakukan pencitraan kepala dengan prevalensi sekitar 15–29%. Temuan meningioma insidental dapat menjadi dampak negatif bagi pasien dan menimbulkan stres psikologis pada 28,6% individu yang disebut sebagai scanxiety.[1,2]

Tanda dan Gejala Meningioma yang Perlu Diperhatikan

Meningioma insidental biasanya asimtomatik, namun dapat menimbulkan gejala apabila pertumbuhannya cepat, yakni absolute growth rate (AGR) ≥2 cm3/tahun atau AGR ≥1 cm3/tahun dan relative growth rate (RGR) ≥30%/tahun.

MeningiomaInsidental

Risiko pertumbuhan gejala baru pada meningioma insidental adalah 5–8%. Pasien dengan meningioma insidental berukuran ≥3 cm disertai dengan edema peritumor memiliki risiko perkembangan tumor dan AGR yang lebih tinggi. AGR dapat digunakan sebagai ukuran untuk menilai pertumbuhan meningioma insidental dan berkorelasi dengan tingkatan meningioma menurut WHO.[1,2,3]

Gejala meningioma dapat berupa gejala lesi neuron motorik atas, yakni hipertonia atau klonus, hiperrefleks, refleks babinski dan hoffman positif, parese, atau paralisis. Gejala lainnya berupa anosmia, nyeri kepala, pusing berputar, gangguan penglihatan, kejang, papilledema, dan perubahan perilaku.[3]

Pemeriksaan Pencitraan pada Meningioma Insidental

Pencitraan dengan magnetic resonance imaging (MRI) sering dilakukan untuk diagnosis meningioma. MRI pada T2 weighted image (T2-WI) yang menunjukkan gambaran hiperintensitas dan edema peritumor berhubungan dengan peningkatan laju pertumbuhan meningioma yang lebih cepat dan tingkatan meningioma menurut WHO yang lebih tinggi. Sebaliknya, gambaran kalsifikasi menunjukkan deselerasi pertumbuhan tumor. Pemeriksaan MRI tidak menggunakan radiasi sehingga aman untuk dilakukan secara berkala.[1,2]

Studi meta-analisis menyatakan adanya gambaran edema peritumor dan meningioma dengan volume >10 cm3 pada saat diagnosis merupakan prediktor perkembangan gejala. Studi mengenai hypointensity of tumor surface layer (HSL) pada MRI menunjukkan bahwa tumor dengan HSL berukuran lebih kecil dan lebih sering mengalami kalsifikasi.[1,2]

Manajemen Meningioma Insidental

Studi meta-analisis menyatakan, terdapat 3 manajemen meningioma insidental yang dapat dilakukan, yaitu tindakan operatif (27%), radioterapi stereotaktik (stereotactic radiosurgery, SRS) (22%), dan pemantauan aktif (51%). Terapi lanjutan pasca pemantauan aktif diperlukan berdasarkan pada progresi radiologi, gejala, dan preferensi pasien.[2,4]

Pemantauan Aktif

Pemantauan aktif berupa penilaian klinis dan pencitraan periodik pada meningioma insidental saat ini menjadi manajemen pilihan yang sering dilakukan. Pemeriksaan pencitraan ulang dilakukan 6 bulan pasca diagnosis ditegakkan dilanjutkan dengan pemeriksaan tahunan minimal selama 5 tahun.

Terapi lanjutan diperlukan apabila terdapat perkembangan gejala, pertumbuhan tumor yang mengkhawatirkan. Kriteria Response Assessment in Neuro-Oncology (RANO) dan rekomendasi European Association of Neuro-Oncology (EANO) menyatakan meningioma insidental dapat diterapi cukup dengan observasi.

National Comprehensive Cancer Network (NCCN), European Association of Neuro-Oncology (EANO), dan National Institute for Health and Care Excellence (NICE) membuat rekomendasi durasi pemantauan aktif pada pasien meningioma insidental yang dapat dilihat pada gambar 1.[2]

PemantauanAktifMeningioma

Gambar 1. Rekomendasi Pemantauan Aktif pada Manajemen Meningioma Insidental. NCCN = National Comprehensive Cancer Network, EANO = European Association of Neuro-Oncology, NICE = National Institute for Health and Care Excellence.

(Sumber: dr. Emillya Sari, Alomedika, 2023)[1,2]

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan pemeriksaan ulang dalam 6 bulan pasca diagnosis dan dilanjutkan dengan pemeriksaan tahunan. Pedoman ini dilandasi oleh studi meta-analisis yang menyatakan pertumbuhan meningioma umumnya berlangsung pada 5 tahun pertama pasca diagnosis dan mencapai fase plateau setelahnya.[1,2]

Namun, pendekatan tersebut tidak disesuaikan dengan karakteristik meningioma setiap pasien. Untuk mengatasi keterbatasan ini, dikembangkan model prognostik seperti Asan Intracranial Meningioma Scoring System (AIMSS) dan Incidental Meningioma: Prognostic Analysis Using Patient Comorbidity and MRI Tests (IMPACT).[1,2]

AIMSS merupakan alat yang valid untuk membedakan tumor dengan karakteristik berbeda dan memperkirakan pertumbuhan meningioma yang cepat. Skoring AIMSS dapat membantu membedakan kelompok risiko rendah dan menengah. AIMSS memungkinkan dokter menyesuaikan periode pemantauan aktif dengan pemeriksaan klinis dan radiologi.[2]

Kalkulator IMPACT mengelompokkan pasien berdasarkan gambaran klinis, seperti komorbiditas, status fungsional, serta parameter MRI, yaitu volume meningioma, intensitas sinyal meningioma pada T2-WI dan/atau fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) MRI, perubahan dan lokasi sinyal peritumor.

Kedua sistem penilaian tersebut perlu divalidasi, tetapi dapat berfungsi sebagai panduan untuk membantu dokter dan pasien menyetujui rencana tindak lanjut yang tepat.[1,2]

AIMSS

Gambar 2. Skoring Penilaian Risiko Meningioma menurut AIMSS

(Sumber: dr. Emillya Sari, Alomedika, 2023)[1,2]

Pemantauan aktif umumnya dianggap sebagai pendekatan yang aman untuk beberapa kasus meningioma insidental. Akan tetapi, terdapat beberapa potensi risiko dan pertimbangan yang perlu diperhatikan.

Meningioma dapat mengalami pertumbuhan seiring waktu. Meskipun banyak meningioma tumbuh lambat dan tidak menimbulkan gejala, sebagian meningioma berpotensi mengalami perubahan ukuran atau karakteristik selama pemantauan. Sehingga, pemantauan aktif dapat memerlukan evaluasi terus-menerus terhadap gejala dan gangguan fungsional yang mungkin muncul seiring waktu. [1]

Pemantauan rutin yang disertai pencitraan berkala dapat menimbulkan kecemasan dan stres bagi pasien (scanxiety), terutama jika pasien mengalami ketidakpastian mengenai sifat meningioma dan potensi pertumbuhan atau komplikasinya. Kunjungan medis yang sering dilakukan dan kemungkinan prosedur invasif dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara keseluruhan, terutama jika meningioma tidak menunjukkan gejala.[2,5]

Selain itu, pemantauan aktif melibatkan pencitraan berulang seperti MRI. Berbeda dengan x-ray atau CT scan, MRI tidak menggunakan radiasi pengion. Namun, jika pasien menjalani MRI berulang dengan kontras dari waktu ke waktu, mungkin ada kekhawatiran akan paparan kumulatif terhadap zat kontras, terutama dalam kasus yang memerlukan tindak lanjut jangka panjang.[6]

Meningioma insidental dapat menimbulkan beban biaya baik pada pasien maupun penyedia layanan kesehatan. Pencitraan, konsultasi, dan tindakan medis yang dilakukan secara berkala membutuhkan biaya yang tinggi. Selain itu, intervensi seperti biopsi atau tindakan bedah yang mungkin dilakukan saat pemantauan aktif juga membutuhkan biaya yang tinggi.[1]

Namun, temuan meningioma insidental yang tidak dilakukan pemantauan aktif dapat menyebabkan diagnosis menjadi tidak jelas, sebagaimana pasien yang juga merasakan ketidakjelasan penyakitnya sehingga juga dapat timbul kecemasan.

Selain itu, tidak adanya pemantauan aktif menyebabkan progresi pertumbuhan tumor menjadi tidak terpantau, prognosis penyakit tidak jelas, dan pasien berisiko menerima tindakan interventif yang tidak direncanakan,[1,2]

Tindakan Operatif

Tindakan operatif berupa reseksi disarankan pada lesi besar tanpa gejala dan lesi yang memiliki potensi pertumbuhan. Selain itu, tindakan operatif disarankan pada aneurisma otak dengan tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap keganasan atau tingkatan WHO yang lebih tinggi.

Tindakan operatif memiliki risiko komplikasi sebesar 12–52%. Tindakan operatif dapat dilakukan pada lesi asimtomatik berukuran besar dan adanya kemungkinan pertumbuhan lebih lanjut. Studi menyatakan 25% pasien dengan manajemen pemantauan aktif memerlukan intervensi di kemudian hari.[2]

Radioterapi

Incidental Meningioma Progression during Active Surveillance or After Stereotactic Radiosurgery (IMPASSE) yang menilai efikasi radioterapi stereotaktik (stereotactic radiosurgery, SRS) pada pasien dengan meningioma insidental menunjukkan dampak positif berupa progresi tumor yang terkontrol tanpa perlu reseksi tumor.

Studi menyatakan, progresi tumor dapat terkontrol hingga 99% pada pasien dengan SRS dibandingkan dengan observasi saja (64%). Risiko terapi SRS bergantung pada lokasi dan volume tumor. Komplikasi SRS lebih tinggi pada meningioma >10 mL dan risiko gagal pada volume tumor >14 mL.[2]

Berbagai pilihan terapi baik pemantauan aktif maupun tindakan invasif dapat mempengaruhi psikologis pasien baik ansietas ataupun depresi. Hal ini terjadi karena unsur ketidakpastian terutama ketika menunggu evaluasi lebih lanjut, kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan gejala defisit serta dampak menyeluruh pada waktu sejak diagnosis atau pasca operasi.

Kesimpulan

Pemantauan aktif menjadi pilihan utama yang sering dilakukan dalam manajemen meningioma insidental. Pemeriksaan pencitraan ulang dilakukan 6 bulan pasca diagnosis ditegakkan dilanjutkan dengan pemeriksaan tahunan minimal selama 5 tahun.

Meskipun demikian, pemantauan aktif dapat menimbulkan kecemasan, pemeriksaan radiologi berulang, beban biaya yang tinggi, tindakan intervensi yang tidak perlu, serta membutuhkan waktu yang lama. Namun, tidak dilakukan pemantauan aktif juga dapat menimbulkan kecemasan akibat ketidakpastian yang dialami pasien serta potensi dan prognosis tumor yang tidak jelas.

Durasi tindak lanjut dan interval pemantauan aktif dapat ditentukan dengan model prognostik seperti AIMSS dan IMPACT, dan keduanya harus divalidasi secara eksternal. Pilihan terapi lainnya diperlukan apabila terdapat perkembangan gejala dan pertumbuhan tumor yang mengkhawatirkan.

Temuan MRI berupa hiperintensitas pada MRI T2-WI, volume >10 cm3 dan edema peritumoral menunjukkan meningioma yang berisiko tinggi. Pada pasien yang berisiko tinggi tersebut, dapat dipertimbangkan intervensi dini berupa pembedahan atau radioterapi stereotaktik.

Referensi