Patofisiologi Bakterial Vaginosis
Patofisiologi bakterial vaginosis adalah disbiosis mikrobiota vagina, yaitu terjadi pergeseran flora normal vagina dari Lactobacillus sp menjadi bakteri anaerob. Pergeseran flora normal dalam vagina ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. [6-8]
Fisiologi dan Mikrobiota Vagina
Kondisi ekosistem vagina memiliki siklus yang sangat dinamik. Vagina dalam kondisi fisiologis bersifat asam (pH 4.5). Kondisi asam ini disebabkan oleh Lactobacillus sp yang memproduksi hidrogen peroksida dan menjaga kondisi asam vagina. Kadar pH yang rendah dalam vagina juga disebabkan oleh pemecahan glikogen pada epitel vagina, fermentasi karbohidrat, dan pembentukan asam laktat. Kondisi asam ini berfungsi mencegah bakteri anaerob fakultatif ataupun obligatif berkembang biak dan mencegah infeksi menular seksual. [6-8]
Kadar pH dalam vagina meningkat saat terjadi menstruasi. Kondisi yang menjadi basa ini membuat jumlah Lactobacilli berkurang dan bakteri anaerob normal flora vagina meningkat. pH vagina menurun kembali setelah siklus menstruasi selesai, kolonisasi bakteri Lactobacillus sp juga kembali meningkat, dan jumlah mikrobiota lain menurun. [6-9]
Lactobacillus sp
Lactobacillus sp. merupakan flora normal yang mendominasi vagina dan berada dalam jumlah banyak, yaitu L. crispatus, L. jensenii, L. gasseri, L.doderlein, dan L. iners. Lactobacillus sp. berperan dalam menjaga keseimbangan mikrobiota vagina dan meregulasi ekspresi gen mikrobiota. Lactobacillus sp. juga memproduksi peroksida yang menjadikan kondisi vagina bersifat asam. [6-10]
Pergeseran Flora Normal
Bakterial vaginosis terjadi akibat disbiosis mikrobiota vagina,, dimana terjadi pergeseran dari dominan Lactobacillus menjadi polimikrobial anaerob fakultatif ataupun obligatif. Pergeseran flora normal ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun beberapa teori memperkirakan bahwa hal ini dapat dipicu oleh hubungan seksual, manipulasi vagina, dan faktor genetik. [6,8,11]
Hubungan Seksual
Hubungan seksual diperkirakan dapat mencetuskan pergeseran bakteri dalam vagina. Sperma pada umumnya memiliki pH basa (sekitar 7.2), sehingga ketika terjadi paparan ke dalam vagina dapat meningkatkan kadar pH, membuat jumlah bakteri Lactobacillus dalam vagina menurun, dan membuat perkembangbiakan bakteri BVAB (bacterial vaginosis associated bacterium). Meskipun demikian, perlu diingat bahwa bakterial vaginosis juga dapat terjadi tanpa adanya hubungan seksual, sehingga teori bakterial vaginosis merupakan infeksi menular seksual masih kontroversial. [6,8]
Manipulasi Vagina
Manipulasi vagina, seperti mencuci vagina dengan sabun, (vaginal douching), pemakaian tampon, dan fitofarmaka dapat meningkatkan pH vagina, sehingga lingkungan asam vagina tidak lagi terjaga. Hal ini membuat bakteri anaerob berkembang biak, sehingga terjadi pergeseran mikrobiota vagina dan menyebabkan gejala bakterial vaginosis.[6,8]
Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam menentukan peta mikrobiota dalam vagina. Populasi Afrika-Amerika memiliki lebih banyak jumlah bakteri anaerob, seperti Anaerococcus, Peptoniphilus, Coriobacteriaceae, Parvimonas, Megasphaera, Sneathia, dan Prevotella sebagai flora residen vagina. Hal ini menjadikan populasi Afrika-Amerika lebih rentan mengalami bakterial vaginosis. Sementara itu, etnis Eropa dan Hispanik lebih sering mengalami kolonisasi Mycoplasma hominis dan Corynebacterium. [6-8,11,12]
Urutan genomik (genomic sequence) seseorang juga menentukan derajat keparahan dan disparitas gejala bakterial vaginosis. Polimorfisme pada gen Mannose-binding lectin (MBL)-2, single nucleotide polymorphism (SNP) pada gen Toll-like receptor 2, dan gen IL-1b meningkatkan risiko bakterial vaginosis.[6,7,11]
Biofilm Vagina
Biofilm vagina adalah lapisan terbungkus matriks yang terbentuk dari sekumpulan bakteri dan melekat pada epitelium vagina. Pada bakterial vaginosis, terjadi pembentukan biofilm, misalnya oleh Gardnerella vaginalis dan Atopobium vaginalis. Pembentukan biofilm ini juga memicu pertumbuhan bakteri anaerob obligat lain dan meningkatkan risiko infeksi. Mikrobiota pada biofilm vagina juga dapat naik ke dalam endometrium dan menyebabkan berbagai komplikasi, seperti kelahiran prematur dan penyakit radang panggul. [6-8,13,14]
Gardnerella.vaginalis memiliki faktor virulensi vaginolisin yang membuatnya mudah menempel pada epitel vagina dan membentuk biofilm. Setelah menempel dan membentuk biofilm, G.vaginalis juga akan mengeluarkan bakteriosin yang bersifat antagonis terhadap Lactobacillus. Terbentuknya biofilm juga menyebabkan simbiosis dengan bakteri anaerob lain, sehingga menyebabkan dominasi bakteri anaerob dalam vagina. Kumpulan polimikroba ini juga menyebabkan proteolisis yang menurunkan aktivitas reduksi-oksidasi, sehingga membuat pH vagina meningkat dan Lactobacillus mengalami supresi. [6,8,11]