Patofisiologi Transient Ischemic Attack (TIA)
Patofisiologi transient ischemic attack (TIA) terjadi akibat oklusi arteri. Keparahan TIA akibat oklusi arteri bergantung pada derajat oklusi yang terjadi dihubungkan dengan beratnya obstruksi dan lamanya obstruksi serta ada tidaknya sirkulasi kolateral yang memberikan suplai darah. Gejala yang terjadi pada pasien bergantung juga pada fungsi dan area terjadinya oklusi. Patofisiologi TIA tidak berbeda dengan patofisiologi stroke pada umumnya. [3]
Laju aliran darah serebral dipertahankan dalam kecepatan lebih dari 50 ml/100g/menit dengan berbagai mekanisme. Penurunan laju aliran darah akibat oklusi awalnya akan dikompensasi dengan meningkatkan ambilan oksigen dari dalam darah. Penurunan yang lebih jauh lagi, biasanya kurang dari 15 ml/100g/menit akan menyebabkan kematian sel neural. Kematian sel neural ini yang pada akhirnya menyebabkan gejala pada pasien. Apabila oklusi yang terjadi bersifat total, maka akan terjadi penurunan laju aliran darah secara tiba-tiba dan menyebabkan kematian sel secara tiba-tiba. Oklusi yang bersifat parsial menyebabkan gangguan fungsi neural namun, kematian sel tidak langsung terjadi, namun dapat terjadi belakangan dalam hitungan menit atau jam bergantung pada derajat oklusi dan upaya membebaskan aliran darah dari oklusi. [3]
Efek Iskemia pada Neuron Otak
Efek iskemia pada neuron dimulai dari terjadinya aktivasi kaskade iskemia yang kemudian berakibat pada deplesi oksigen atau glukosa sehingga menyebabkan penurunan produksi energi (ATP). Berbagai perubahan terjadi pada tingkat sel pada kejadian iskemia dimulai dari kegagalan pembentukan ATP di mitokondria yang menyebabkan induksi apoptosis sel, penurunan fungsi pompa ion pada membran sel yang menyebabkan gangguan keseimbangan natrium, klorida dan kalsium dan pada akhirnya menyebabkan edema sitotoksik serta pelepasan neurotransmiter eksitatori. Selain itu, juga dapat terjadi pembentukan radikal bebas dan reactive oxygen species. Keseluruhan kaskade ini berakhir pada apoptosis sel. [8]
Pada eksperimen hewan coba ditemukan bahwa bila edema sitotoksik terjadi dalam waktu 15 menit atau kurang, maka kerusakan sel yang terjadi bersifat minimal, namun bila oklusi terjadi lebih dari 2 jam maka akan terjadi proses infark yang nyata. Hal ini berimplikasi secara klinis, yakni penundaan waktu menatalaksana pasien TIA akan menurunkan keberhasilan pemulihan gejalanya. Bila gejala yang terjadi bertahan lebih dari 3 jam maka kemungkinan pemulihan gejala dalam 24 jam hanya 2%. [3]