Pendahuluan Tarsal Tunnel Syndrome
Tarsal tunnel syndrome, atau sindrom terowongan tarsal, sering disebut sebagai neuralgia nervus tibialis posterior. Merupakan neuropati yang disebabkan oleh kompresi struktur dalam terowongan tarsal. Insiden penyakit ini masih belum diketahui dan relatif jarang ditemui, sindrom ini termasuk penyakit yang sering tidak terdiagnosis. Sindrom ini lebih sering ditemui pada orang dengan penyakit penyerta, salah satunya penderita diabetes[1,2]
Penyebab tarsal tunnel syndrome di antaranya akibat trauma, kelainan anatomi, penyakit sistemik, serta luka setelah operasi. Gejala yang timbul berupa nyeri, gangguan sensorik, serta kelemahan otot. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya pes planus dan talipes equinovarus, serta kelainan pada gaya berjalan. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) pada terowongan tarsal dapat menilai adanya kelainan jaringan lunak. Adapun pemeriksaan konduksi saraf dan elektromiografi (EMG) merupakan standar baku untuk menegakkan diagnosis serta menilai derajat keparahan penyakit.[1,3]

Penatalaksanaan tarsal tunnel syndrome dapat dilakukan dengan atau tanpa operasi. Medikamentosa berupa oral analgetik dan antinyeri neuropatik, serta topikal nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi nyeri dan proses peradangan. Obat oral yang dapat diberi seperti vitamin B6, antidepresan golongan trisiklik seperti amitriptyline dan imipramine, golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) seperti fluoxetine, sertraline, atau paroxetine, serta obat antiseizure seperti gabapentin atau karbamazepin. Adapun obat topikal yang diberikan seperti lidokain atau fentanyl patches, clonidine transdermal, capsaicin, serta kombinasi trisiklik-ketamine. Operasi dapat dilakukan jika manajemen konservatif gagal, atau bila teridentifikasi penyebab definitif dari tarsal tunnel syndrome.[1,4]