Diagnosis Inkompatibilitas ABO
Diagnosis inkompatibilitas ABO memiliki perbedaan antara inkompatibilitas pada kehamilan yang menyebabkan HDN, inkompatibilitas ABO pada transplantasi organ. Berikut adalah penjabarannya :
Hemolytic Disease of The Newborn (HDN)
Menegakkan diagnosis HDN dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis
Selama proses kehamilan, risiko terjadinya HDN diantaranya adalah ditemukan riwayat anak dengan penyakit hemolitik. Kondisi ini terdapat peningkatan titer antibodi ibu, peningkatan konsentrasi bilirubin pada cairan ketuban dan adanya bukti ditemukan hidrop fetalis pada pemeriksaan ultrasonografi.[2,6,9]
Pemeriksaan Fisik
Pada bayi baru lahir dengan inkompatibilitas ABO menunjukan manifestasi klinis yang bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kondisi yang dialami. Tanda khas umum yaitu: pucat, hepatosplenomegali, dan hidrop fetalis pada kasus berat. Ikterik bermanifestasi saat lahir atau 24 jam setelah kelahiran dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.[2,6,9]
Terkadang terdapat peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi karena disfungsi plasenta atau hati pada bayi dengan kondisi hemolisis yang berat. Anemia sering kali muncul sebagai akibat dari kerusakan sel darah merah yang dilapisi sel antibodi oleh sistem retikuloendotelial, namun ada juga beberapa kasus yang disebabkan karena kerusakan intravaskuler.[2,6,9]
Karakteristik HDN ditandai oleh satu atau lebih gejala klinis dari hyperbilirubinemia yang berat dan progresif atau hyperbilirubinemia yang berkepanjangan, didapatkan antibodi antenatal ibu positif atau hidrop fetalis atau anemia pada janin, direct coombs tes positif pada neonatus serta ditemukannya hemolisis dalam darah.[2,6,9]
Interpretasi Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Diagnosis
Tingkat kelainan pada hasil pemeriksaan hematologi berbanding lurus dengan tingkat keparahan kondisi hemolisis yang terjadi dan proses hematopoiesis. Kelainan tersebut dapat diamati dari hasil pemeriksaan darah lengkap berupa anemia, peningkatan sel eritrosit berinti, retikulositosis, polikromasi, anisositosis, sferosit serta fragmentasi sel, neutropenia dan trombositopenia.[2,6,9]
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan indirect coombs test dan pemeriksaan antibodi yang didapatkan hasil positif pada ibu dan neonatus. Pemeriksaan kadar IgG anti-A dan anti-B pada ibu dapat membantu memprediksi kondisi hemolisis berat dan hiperbilirubinemia.[2,6,9]
Inkompatibilitas ABO pada Transplantasi Organ
Inkompatibilitas ABO pada transplantasi organ dikategorikan sebagai berikut:
- ABO iso-grup, yaitu donor dan penerima organ memiliki golongan darah yang sama
- Inkompatibilitas ABO minor, yaitu pada saat pendonor memiliki isohemaglutinin terhadap antigen sel darah merah penerima organ
- Inkompatibilitas ABO mayor, yaitu saat penerima organ mendapatkan isohemaglutinin yang ditujukan untuk antigen sel darah merah pendonor
Pemeriksaan neutrofil mulai hari pertama transplantasi organ sebanyak 3 kali berturut-turut dan trombosit selama 7 hari berturut-turut dapat dilakukan untuk melihat respon penerimaan organ yang ditransplantasikan.[10]
Berbeda pula dengan diagnosis yang inkompatibilitas pada reaksi hemolitik akut pada proses transfusi.
Inkompatibilitas ABO Pasca Transfusi
Keluhan paling umum yang sering ditemukan pada kasus hemolisis karena inkompatibilitas ABO adalah demam, menggigil, nyeri punggung, kemerahan pada kulit dan hematuria. Pada proses yang diakibatkan karena transfusi darah, beratnya keluhan bergantung pada jumlah volume darah yang masuk ke tubuh resipien.[3,5]
Biasanya pasien yang menerima > 50 ml darah yang tidak kompatibel memiliki risiko mengalami reaksi yang berat bahkan sampai kematian. Adanya riwayat transfusi sebelumnya atau kehamilan sering kali dikaitkan dengan hemolisis akibat inkompatibilitas ABO walaupun banyak kejadian yang terjadi pada kehamilan pertama atau tranfusi yang pertama kali.[3,5]
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada reaksi akut hemolitik adalah demam, hipotensi atau hipertensi, takikardia, pasien gelisah, hematuria, flushing dan dapat pula ditemukan sesak nafas sampai kejang . Pada kondisi yang berat, bisa dijumpai tanda-tanda umum DIC.[3,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding reaksi akut hemolisis pada transfusi diantaranya adalah transfusion-related acute lung injury (TRALI), nonhemolytic febrile reaction dan reaksi alergi.
Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI)
TRALI memiliki manifestasi klinis berupa sesak nafas, hipoksemia, demam, peningkatan tekanan vena jugular, takikardi dan adanya tanda-tanda dekompensasi jantung. TRALI memiliki 2 hipotesis yaitu hipotesis antibodi dan hipotesis priming neutrofil. Hipotesis antibodi menjelaskan bahwa antigen leukosit (HLA kelas I dan II) atau antigen neutrofil (HNA) dalam unit komponen darah yang ditransfusikan kepada resipien bereaksi dengan antigen neutrofil resipien yang berada di paru-paru yang kemudian melepaskan mediator yang mengakibatkan kebocoran kapiler paru.
Sedangkan hipotesis priming neutrofil menjelaskan bahwa tidak membutuhkan proses interaksi antigen – antibodi dan terjadi pada individu dengan kondisi klinis priming neutrofil dan aktivasi endotel misalnya pada individu yang mengalami infeksi atau post operasi atau individu yang mengalami proses inflamasi. Zat-zat bioaktif yang ditransfusikan akan mengaktifkan neutrofil resipien dan menyebabkan kerusakan endotel pada kapiler paru. Pemeriksaan kadar brain natriuretic peptide (BNP) plasma dapat membantu menegakkan diagnosis ini.[3]
Reaksi Alergi
Reaksi alergi selama proses transfusi juga merupakan salah satu diagnosis banding dari reaksi akut hemolitik. Pada reaksi alergi, gejala berupa ruam makulopapular, urtikaria tanpa disertai demam atau hipotensi. Pada kondisi yang lebih berat, dapat bermanifestasi sebagai reaksi anafilaktik.
Reaksi alergi dimediasi oleh IgE. Reaksi ini biasanya dikaitkan dengan hipersensitivitas terhadap protein alogenik dalam plasma atau alergen-alergen yang terlarut yang ditemukan pada komponen darah yang ditransfusikan.pemeriksaan penunjang visual plasma dan urin menunjukkan hasil normal, begitu pula pada pemeriksaan direct coombs test untuk reaksi alergi akan menunjukan hasil negatif.[3]
Nonhemolytic Febrile Reaction
Nonhemolytic febrile reaction disebabkan karena sitokin dari leukosit dalam komponen darah yang ditransfusikan menimbulkan demam, menggigil atau kekakuan. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu diatas 1 atau 2 derajat Fahrenheit.
Gejala lain yang dapat muncul ialah hipotensi dan muntah. Pada pemeriksaan penunjang visual plasma akan didapatkan hasil normal, begitu pula dengan pemeriksaan visual urin. Hasil yang positif pada pemeriksaan visual plasma dan urin menyingkirkan diagnosis ini. Begitu pula dengan pemeriksaan direct coombs test menunjukan hasil yang negatif.[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan inkompatibilitas ABO adalah pemeriksaan visual plasma dan urine dan direct Coomb Test.
Pemeriksaan Visual Plasma dan Urin
Pemeriksaan visual plasma dilakukan dengan mengambil sampel darah vena pada menggunakan tabung antikoagulasi lalu dilakukan sentrifuge pada tabung tersebut. Normalnya plasma akan berwarna bening, temuan warna merah jambu atau merah menandakan adanya hemolisis. Disarankan pemeriksaan menggunakan tabung antikoagulasi untuk menghindari hasil positif palsu, karena jika menggunakan tabung non-antikoagulasi karena terdapat risiko hemolisis traumatis saat dilakukan sentrifuge.[3]
Perubahan warna plasma akibat hemoglobinemia dapat terjadi segera setelah transfusi darah yang tidak kompatibel dilakukan walaupun darah yang ditransfusikan dalam jumlah kecil dan bertahan beberapa jam sampai hemoglobin dimetabolisme menjadi bilirubin.[3]
Begitu pula dengan pemeriksaan visual urin, beberapa menit setelah darah yang tidak kompatibel ditransfusikan, urin penerima transfusi dapat berubah warna menjadi merah. Untuk membedakan antara hematuria dan hemoglobinuria dilakukan dengan cara sentrifugasi. Pada hematuria, hasil sentrifuge menunjukan adanya endapan sel darah merah pada dasar tabung pemeriksaan dan urine menjadi jernih, namun pada hemoglobinuria hasil sentrifuge akan tetap berwarna merah.[3]
Direct Coombs Test
Pada pemeriksaan direct Coombs test terkait dengan inkompatibilitas ABO menimbulkan reaksi langsung antiglobulin. Yang menunjukan adanya komplemen (C3d) pada sel darah merah serta anti-A, anti-B atau anti-AB dari penerima transfusi darah. Dalam kondisi tertentu dapat pula terdeteksi IgG anti-A, anti-B atau anti-AB pendonor dalam sirkulasi sel darah merah resipien.[1,3]