Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Patofisiologi Gigitan Ular general_alomedika 2018-12-11T08:21:51+07:00 2018-12-11T08:21:51+07:00
Gigitan Ular
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Gigitan Ular

Oleh :
Debtia Rahmah
Share To Social Media:

Patofisiologi gigitan ular (snake bite) adalah melalui pengaruh toksin terhadap reseptor di sistem saraf, ginjal, jantung, proses pembekuan darah, endotel vaskular, dan efek lokalis gigitan ular.

Komposisi Bisa Ular

Lebih dari 90% bisa ular adalah protein. Setiap bisa mengandung ratusan protein berbeda, seperti enzim (80-90% pada jenis ular viperid dan 25-70% pada racun elapid), racun non-enzimatik polipeptida, dan protein non-toksin seperti growth factor neuron. Bisa ular juga bisa mengandung bahan nonprotein termasuk karbohidrat dan logam (sering bagian dari enzim glikoprotein metaloprotein), lipid, asam amino bebas, nukleosida, dan amin biogenik seperti serotonin dan asetilkolin.

Zinc metaloproteinase/metaloprotease hemorrhagin (metaloprotease bisa ular) mendegradasi komponen membran basal, mengakibatkan kerusakan sel dan perdarahan sistemik spontan. Fosfolipase A2 (lesitinase) merusak mitokondria, sel darah merah, leukosit, trombosit, ujung saraf bebas, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran lainnya. Mekanisme ini mengakibatkan aktivitas neurotoksik presinaptik, kardiotoksik, miotoksik, nekrosis, hipotensi, hemolisis, hemoragik, kebocoran plasma (edema), efek sedatif mirip opiat, dan pelepasan histamin dan autosida lainnya.

Asetilkolinesterase yang ditemukan pada bisa elapid, dapat menyebabkan fasikulasi. Hialuronidase selain mendorong penyebaran bisa ular pada jaringan karena meningkatkan permeabilitas, juga berkontribusi pada kerusakan jaringan. Nerurotoksin mengikat reseptor asetilkolin pada motor endplate dan merusak ujung saraf bebas yang melepaskan asetilkolin sehingga mengganggu transmisi saraf.[3]

Gigitan Kering

Gigitan kering adalah keadaan dimana seekor ular berbisa menyerang manusia dan menggigit tapi tidak mengeluarkan bisanya. Istilah ini juga terkadang disebut sebagai “venomous snake bite without envenoming”.

Jumlah bisa yang diinjeksikan pada gigitan sangat bergantung pada spesies dan ukuran ular, mekanisme gigitan, jumlah taring yang masuk satu atau keduanya, dan sekali gigitan atau berulang kali. Jumlah rata-rata bisa pada gigitan kering sekitar 60 mg pada N. naja, 13 mg pada E. carinatus, dan 63 mg pada D. russelii. Walaupun ular yang lebih besar cenderung memasukkan bisa ular lebih banyak, ular yang lebih kecil atau muda cenderung mengandung bisa yang lebih berbahaya yang dapat mempengaruhi hemostasis karena variasi komponen bisa ular bergantung usia dan ukuran ular. Gigitan oleh ular kecil sebaiknya tetap ditangani dengan serius seperti gigitan oleh ular besar.[3]

Efek Lokalis Bisa Ular

Bisa ular akan menyebabkan bengkak dan memar karena peningkatan permeabilitas vaskular akibat endopeptidase, metaloproteinase hemorrhagin, toksin polipeptida, fosfolipase, dan pelepasan autocoid endogen seperti histamin, serotonin, dan sitokin. Nekrosis jaringan lokal disebabkan oleh miotoksin dan sitotoksin, serta iskemia akibat trombosis. Nekrosis juga dapat terjadi akibat kompresi pembuluh darah dengan metode pemakaian torniquet yang terlalu ketat, atau karena pembengkakan otot pada kompartemen fasia. [3]

Hipotensi Dan Syok

Kebocoran plasma atau darah pada tungkai yang digigit, atau perdarahan masif gastrointestinal dapat menyebabkan hipovolemia. Vasodilatasi dan efek langsung ke miokardium dapat menyebabkan hipotensi. Pada beberapa kasus, efek langsung pada miokardium dapat terdeteksi di perubahan elektrokardografi (EKG).[3]

Perdarahan Dan Gangguan Pembekuan Darah

Enzim prokoagulan menstimulasi pembekuan darah dengan membentuk fibrin di aliran darah, namum proses ini juga mengakibatkan gangguan koagulasi karena bekuan fibrin akan segera didegradasi oleh sistem plasmin fibrinolitik tubuh. Dalam 30 menit setelah gigitan, faktor pembekuan akan sangat kurang  (consumption coagulopathy) sehingga darah akan sangat sulit membeku.[3]

Aktivasi Komplemen

Beberapa racun elapid dan colubroid mengaktifkan jalur komplemen alternatif sedangkan jenis viperid mengaktifkan jalur komplemen klasik yang berefek pada platelet, sistem pembekuan darah dan mediator plasma lainnya.[3]

Neurotoksisitas Dan Miotoksisitas

Polipeptida neurotoksin dan PLA2 pada bisa ular dapat menyebabkan paralisis dengan menghambat transmisi di taut neuromuskular presinaptik. Pasien dengan paralisis otot bulbar dapat meninggal karena obstruksi jalan napas atas atau aspirasi, namun penyebab kematian tersering adalah paralisis respiratorik akibat kelemahan otot pernapasan.[3]

Gagal Ginjal Akut

Penyebab tersering  gagal ginjal akut adalah nekrosis tubular akut. Namun, glomerulonefritis proliferatif, nefritis interstitial, mesangiolisis toksik dengan aglutinasi platelet, deposisi fibrin, perubahan iskemin dan kerusakan tubulus distal yang ditemukan dapat menimbulkan efek langsung nefrotoksik akibat metaloprotease bisa ular.[3]

Peningkatan Permeabilitas Kapiler Sistemik

Metaloprotease dari racun dari spesies Viperid dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sistemik yang dapat mengakibatkan edema pulmonal, efusi serosa, edema konjungtiva, periorbital, fasial, dan retina, pembengkakan parotis bilateral, albuminuria, dan hemokonsentrasi.[3]

Referensi

[3] WHO. Guidelines for Management of Snake-bites, 2nd Edition. World Health Organization, 2016

Pendahuluan Gigitan Ular
Etiologi Gigitan Ular
Diskusi Terkait
Anonymous
21 November 2021
Pasien wanita usia 50 tahun dengan luka bekas gigitan ular 7 bulan yang lalu di lutut kanan
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter. Izin diskusi, pasien wanita 50 th digigit ular 7 bln lalu di lutut kanan dan hanya berobat tradisional. Keluhan dirasakan selama 7 bln ini nyeri...
dr.Intan Anferta Massebrina
09 Oktober 2021
Tatalaksana Snake Bite berdasarkan guidelines WHO 2019
Oleh: dr.Intan Anferta Massebrina
6 Balasan
Alo dokter, berdasarkan guidelines WHO 2019, penatalaksanaan untuk snake bite adalah dengan cara imobilisasi, dan sudah tidak dianjurkan lagi untuk di cross...
dr.Widjaja
09 Desember 2020
Penanganan seperti apa yang tepat pada pasien Anak usia 10 tahun dengan gigital ular
Oleh: dr.Widjaja
2 Balasan
Gigitan ular luwak ,,mohon petunjuk penatalaksannya dg ABU di daerah tidak adaBagaimana penatalaksanaannya? Sedang didaerah kami Anti Bisa Ular tidak ada dan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.