Patofisiologi Ruptur ACL
Patofisiologi ruptur anterior cruciate ligament atau ACL melibatkan adanya gaya mekanis yang melebihi kekuatan tarik maksimum ligamen, terutama pada gerakan yang melibatkan stres valgus, rotasi tibia internal, dan translasi anterior tibia terhadap femur.[5]
Mekanisme Cedera
Mekanisme paling umum dalam patofisiologi ruptur ACL adalah cedera non-kontak yang disebabkan oleh akselerasi atau deselerasi mendadak, pendaratan dari lompatan dengan lutut dalam posisi ekstensi parsial, atau gerakan pivoting (gerakan memutar tubuh secara tiba-tiba dengan satu kaki sebagai poros, sementara kaki lainnya bergerak untuk mengubah arah) dengan lutut dalam rotasi.
Ketika beban biomekanik ini tidak dapat dikompensasi oleh kontrol neuromuskular atau stabilitas pasif sendi, serabut-serabut kolagen ACL mengalami ketegangan berlebihan hingga robek total atau sebagian. Faktor risiko seperti kelemahan otot hamstring, ketidakseimbangan neuromuskular, serta sudut valgus dinamis yang tinggi pada lutut turut meningkatkan kerentanan terhadap cedera ini.
Secara mikroskopis, ruptur ACL ditandai dengan disrupsi integritas serat kolagen, hemoragi lokal, dan peradangan akut yang melibatkan infiltrasi sel inflamasi, seperti neutrofil dan makrofag. Hal ini diikuti oleh degradasi matriks ekstraseluler, pelepasan enzim proteolitik, dan apoptosis sel ligamen.
Tidak seperti jaringan lain, ACL memiliki vaskularisasi yang terbatas sehingga potensi penyembuhan spontan sangat rendah. Akibatnya, robekan total sering kali tidak dapat sembuh tanpa intervensi bedah.[1-3,5]
Efek Fungsional Ruptur ACL
Secara fungsional, cedera ACL akan menyebabkan hilangnya stabilitas anterior dan rotasional lutut, yang meningkatkan risiko kerusakan meniskus, tulang rawan artikular, dan berkembangnya osteoartritis pascatrauma. Dalam jangka panjang, instabilitas lutut akibat defisiensi ACL juga mengganggu biomekanika gait dan aktivitas fungsional pasien, terutama pada individu yang aktif secara fisik atau atlet profesional.[1-3,5]