Patofisiologi Ventricular Tachycardia
Patofisiologi Takikardi ventrikular (Ventricular Tachycardia/VT) secara umum adalah adanya gangguan konduksi impuls di jantung. Dalam keadaan normal, depolarisasi kedua ventrikel jantung terjadi secara simultan dan cepat melalui berkas His dan serat Purkinje. Depolarisasi tersebut terekam dalam kompleks QRS normal yang sempit (<110 ms). Namun, adanya aktivasi miokardium di ventrikel secara langsung akan membuat depolarisasi yang melambat dan tampak sebagai QRS yang melebar, misalkan akibat terjadinya hubungan pintas antara berkas His dan serat Purkinje.
Oklusi arteri koroner merupakan penyebab VT yang paling sering. Adanya oklusi pada arteri koroner, dapat menyebabkan terjadinya VT melalui mekanisme sebagai berikut:
- Oklusi arteri koroner menurunkan ambang batas atau treshold terjadinya impuls
- Ambang depolarisasi sel miosit berubah dari -90 mV menjadi -60 mV akibat peningkatan kadar kalsium intraseluler
- Pompa Na+ K+ mengalami gagal fungsi setelah 15 menit terjadinya oklusi
- Asidosis terjadi di jaringan setempat
- Membran sel dari miosit di zona infark akan melepaskan lipofosfogliserid yang memicu perlambatan konduksi jantung
- Katekolamin dilepaskan setempat dan serabut saraf simpatis mengalami nekrosis
- Dalam 72 jam setelah infark miokard, prematur ventricular contraction atau PVC dapat mulai muncul dan frekuensi terjadinya VT meningkat [2]
Berdasarkan durasinya Takikardi ventrikular (Ventricular Tachycardia/VT) dibagi menjadi dua tipe, yaitu Sustained VT (VT yang terus-menerus) dan Nonsustained VT.
Nonsustained VT adalah VT yang tidak bertahan lebih dari 30 detik tanpa intervensi. Sedangkan Sustained VT adalah VT yang terjadi secara terus menerus, dan dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu VT yang terjadi lebih dari 30 detik, VT dengan hemodinamik tidak stabil, dan VT yang telah diterminasi dalam 30 detik oleh alat defibrilator implan atau implantable cardioverter-defibrilator (ICD).
Berdasarkan kondisi hemodinamiknya Takikardi ventrikular (Ventricular Tachycardia/VT) dapat dibagi menjadi dua, yaitu VT stabil (Stable VT) dan VT tidak stabil (Unstable VT). Pada VT stabil, kondisi hemodinamik pasien masih baik dan belum terganggu. Sedangkan pada VT tidak stabil, kondisi hemodinamik pasien terganggu yang dapat dinilai dari adanya hipotensi, penurunan kesadaran, tanda syok, nyeri dada khas iskemik, atau gagal jantung akut. [3]
Kompleks QRS pada Takikardi ventrikular (Ventricular Tachycardia/VT) dapat seragam/monomorfik atau tidak seragam/polimorfik.
Pada VT monomorfik, morfologi kompleks QRS konsisten dari satu kompleks ke kompleks lainnya. Jenis ini jarang disebabkan oleh reentry miokardium atau mekanisme automatisasi, dan lebih sering disebabkan oleh fenomena reproduksi, rekuren, atau stimulasi ventrikel yang terprogram. Stabilitas hemodinamik pada VT monomorfik dipengaruhi oleh kelainan yang memicunya, lokasi pemicu aritmia, dan laju denyut jantung. VT monomorfik harus dibedakan dari supraventricular tachycardia (SVT) yang memiliki konduksi aberan seperti bundle branch block.
Pada VT polimorfik, mekanisme terjadinya lebih dinamis, tidak stabil, dan lebih sulit untuk direproduksi. Penyebabnya antara lain iskemik miokardium, miokarditis, perubahan yang dinamis pada interval QT, dan jarang dapat dimunculkan dengan manipulasi alat pacu jantung. Torsade de pointes adalah VT polimorfik yang berbalik ke garis isoeletrik dalam pola yang teratur. Apabila sudah terjadi disorganisasi komplit pada aktivitas ventrikel, maka gambaran yang muncul menjadi fibrilasi ventrikel (Ventricular Fibrilation/VF). [2,4]