Diagnosis Inflammatory Bowel Disease
Tidak ada kriteria diagnostik spesifik untuk Inflammatory Bowel Disease (IBD). Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dengan atau tanpa kelainan laboratorium ditambah temuan karakteristik pada pemeriksaan pencitraan dan endoskopi, termasuk analisis histopatologis.[15]
Anamnesis
Berdasarkan World Gastroenterology Organization (WGO), beberapa manifestasi klinis Inflammatory Bowel Disease (IBD), antara lain diare mengandung lendir/ darah, inkontinensia, konstipasi, obstipasi, abnormalitas peristaltik usus ditandai nyeri atau pendarahan rektum, urgensi, tenesmus, kram/ nyeri perut umumnya pada kuadran kanan bawah pada Crohn's disease dan pada periumbilikal atau kuadran kiri bawah pada kolitis ulseratif derajat sedang sampai berat serta mual/ muntah.[1,3]
Gejala sistemik yang terjadi, antara lain demam, penurunan berat badan, malaise dan arthralgia. Pada anak-anak, dapat dijumpai gagal tumbuh atau pubertas yang tertunda.[1,3,15]
Selain itu, terdapat gejala ekstraintestinal seperti sariawan, clubbing, erythema nodosum, pyoderma gangrenosum, uveitis atau artritis. Perlu ditanyakan mengenai riwayat keluarga dengan IBD, penyakit celiac, kanker kolorektal, penggunaan antibiotik, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) serta riwayat merokok.[1,15]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada Inflammatory Bowel Disease (IBD), dapat ditemukan demam, takikardi, pucat, tanda dehidrasi, dan toksisitas. Pertumbuhan yang terhambat dapat merupakan satu-satunya gejala yang muncul pada anak-anak dengan IBD, yang juga dapat mengakibatkan kematangan seksual yang tertunda.[1]
Pada IBD, khususnya Crohn's disease dapat teraba massa kuadran kanan bawah, fisura atau fistula perianal, abses dan prolaps rektum yang merupakan 90% komplikasi dari Crohn's disease serta pada pemeriksaan rektal didapatkan feses dengan darah.[1,3]
Sedangkan pada toksik megakolon, salah satu komplikasi akut dari IBD dapat ditemukan penderita tampak septik dengan demam tinggi, menggigil, takikardia, nyeri perut, nyeri tekan dan distensi.[1,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Inflammatory Bowel Disease (IBD) memiliki manifestasi klinis serupa, antara lain:
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Manifestasi klinis pada IBS, antara lain adanya perubahan frekuensi, konsistensi dan tampilan feses dapat disertai lendir, rasa kembung/tidak nyaman pada perut serta kolik abdomen yang hilang setelah Buang Air Besar (BAB). Jika gejala bersifat progresif, perlu curiga mengarah ke Crohn's disease. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah tidak menunjukkan bukti inflamasi dan biopsi tidak menunjukkan gambaran Crohn's disease.[1,16]
Kolitis Infeksiosa
Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita kolitis infeksiosa dan bepergian ke daerah endemis. Manifestasi klinis dan gambaran endoskopi serupa kolitis ulseratif sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang berupa kultur feses dan jaringan serta biopsi kolon.[1,16]
Kolitis Radiasi
Kolitis radiasi terjadi setelah paparan sinar radiasi eksternal pada abdomen dan pelvik beberapa minggu atau tahun sebelumnya. Manifestasi klinis berupa nyeri perut, tenesmus dan perdarahan kronik. Gambaran endoskopi serupa kolitis ulseratif, namun yang membedakan terdapat infiltrat eosinofilik, epitel atipik, fibrosis dan telangiektasia kapiler.[1,16]
Pseudomembranous Colitis
Pada pseudomembranous colitis terdapat riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya, pada pemeriksaan feses ditemukan bakteri Clostridium difficile serta pada kolonoskopi terdapat pseudomembran di atas mukosa tanpa ulserasi pada jaringan di bawahnya.[1,16]
Yersinia Enterocolitica
Yersinia enterocolitica dapat menyebabkan ileitis akut dengan gambaran klinis serupa Crohn's disease. Sebagian besar kasus terjadi pada ileum terminal. Diperlukan pemeriksaan kultur feses dan tes serologi untuk konfirmasi diagnosis.[1,16]
Tuberkulosis Intestinal
Manifestasi klinis berupa penurunan berat badan, nyeri perut, demam serta gambaran infeksi tuberkulosis di bagian lain seperti hemoptisis. Pada pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran ileitis terminal dan limfadenopati, sedangkan pada biopsi didapatkan caseating granulomata. Diperlukan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA), kultur TB, TB polymerase chain reaction (PCR) atau kombinasi untuk konfirmasi diagnosis.[1,16]
Amebiasis
Manifestasi klinis serupa Crohn's disease pada ileum dan sekum. Diperlukan pemeriksaan feses untuk konfirmasi diagnosis.[1,16]
Kanker Kolorektal
Risiko kanker kolorektal meningkat seiring meningkatnya usia dan adanya riwayat keluarga dengan kanker kolorektal. Diperlukan pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan dan kolonoskopi untuk diagnosis histologis.[1,16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis Inflammatory Bowel Disease (IBD) paling baik menggunakan pemeriksaan pencitraan dan biopsi dengan bantuan endoskopi.[1]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan meliputi darah lengkap, panel metabolik, Vitamin B12, Zat Besi, asam folat, marker penanda inflamasi (ESR, CRP, dan fecal calprotectin) dan feses. Perinuclear antineutrophil cytoplasmic antibodies (pANCA) merupakan marker serologi terkait kolitis ulseratif, sedangkan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodies (ASCA) terkait Crohn's disease.[1,15]
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan memiliki peran penting dalam membantu mendiagnosis IBD dan menyingkirkan beberapa diagnosis banding.
Foto polos abdomen, yang pada kolitis ulseratif derajat berat, dapat ditemukan edema, kolon iregular dengan gambaran thumb printing, pneumatosis coli serta adanya udara bebas dan megakolon toksik dengan gambaran dilatasi kolon dengan diameter >6 cm. [1,15]
Barium enema double-contrast radiographic, yaitu pencitraan dengan teknik barium enema menunjukkan beberapa temuan khas pada IBD, seperti lead-pipe/stove-pipe appearance menunjukkan kolitis ulseratif kronik, rectal sparing menunjukkan Crohn's disease dengan adanya perubahan inflamasi pada bagian lain dari kolon, thumbprinting menunjukkan mukosa inflamasi dan skip lesions merupakan karakteristik Crohn's disease.[1,15]
Ultrasonography (USG) yang merupakan teknik non-invasif dalam mendiagnosis Crohn's disease dengan sensitivitas 84% dan spesifisitas 92%.[1,15]
Upper GI Series with Small Bowel Follow-Through (UGI/SBFT) yaitu teknik pencitraan terbaik untuk mengevaluasi usus kecil suspek Crohn's disease dengan visualisasi yang baik dari lumen usus kecil dan dapat menunjukkan striktur dan fistula.[1,15]
Computed Tomography Scan (CT-Scan), umumnya CT dengan kontras oral memberikan visualisasi yang baik pada lumen usus dan dinding usus serta dalam deteksi komplikasi ekstraintestinal seperti abses. Beberapa temuan CT Scan pada IBD, antara lain penebalan dari dinding usus dan adanya perubahan inflamasi (mesenteric fat stranding, wall enhancement dan vaskularisasi meningkat dengan gambaran Coomb sign).[1,15]
Magnetic Resonance Imaging (MRI), umumnya digunakan untuk pencitraan pada usus kecil dan temuan ekstraintestinal seperti fistula perianal. MRI dapat menilai ketebalan dinding usus, derajat edema dan ulkus pada Crohn's disease secara akurat.[1,15]
Endoskopi, biopsi dengan kolonoskopi umumnya dilakukan pada pasien suspek IBD walaupun tanpa gejala gastrointestinal bagian bawah yang jelas seperti diare berdarah. Biopsi dilakukan pada ileum terminal dan setiap segmen usus besar untuk pemeriksaan histopatologis.[1,15]
Temuan histologi khas kolitis ulseratif, meliputi perluasan inflamasi kronik pada mukosa. Pada kasus ringan, dijumpai kriptitis akut yang berkembang menjadi abses kripta pada kasus sedang. Pada kasus yang berat, dapat terbentuk ulserasi mukosa. Area yang tidak ulserasi membentuk gambaran polypoid atau "pseudopolip". Displasia mukosa kolon dapat meningkatkan risiko adenokarsinoma kolorektal.[1,15]
Sedangkan, temuan histologi khas pada Crohn's disease meliputi keterlibatan transmural dinding usus oleh infiltrat limfoid yang mengandung granuloma mirip sarkoid serta perubahan proliferatif pada mukosa muskularis dan saraf pada dinding usus dan pleksus mienterikus.[1,3,15]