Fistula perianal pada Crohn’s disease (CD) dapat menimbulkan nyeri, discharge purulen, rusaknya jaringan perianal dan sfingter, mempengaruhi kualitas hidup, serta menjadi prediktor luaran buruk jangka panjang. Fistula perianal (fistula-in-ano) merupakan suatu saluran yang dilapisi epitel abnormal yang menghubungkan lumen anorektal (internal opening) dengan area perianal (external opening). Tujuan jangka pendek penanganan fistula perianal pada Crohn’s disease adalah untuk drainase abses dan mengurangi gejala yang ditimbulkan. Sementara itu, tujuan jangka panjangnya adalah menghentikan discharge fistula, meningkatkan kualitas hidup, menyembuhkan fistula, mempertahankan kontinensia feses, dan mencegah dilakukannya proktektomi dengan stoma.[1,2]
Penanganan fistula perianal pada Crohn’s disease bergantung pada lokasi fistula, adanya abses, dan aktivitas penyakit. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian terkait penanganan fistula perianal pada Crohn’s disease, terdapat keterbatasan dalam menetapkan penanganan yang tepat karena kurangnya penelitian yang membandingkan antara tindakan secara medis dengan pembedahan, baik yang dilakukan sebagai penanganan tunggal ataupun kombinasi. Hal penting yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan penanganan yang tepat bagi fistula perianal pada Crohn’s disease adalah memastikan klasifikasi tipe fistula dengan benar.[3]
Klasifikasi Fistula Perianal pada Crohn’s Disease
Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk fistula perianal pada Crohn’s disease (CD). Sistem yang terbaru dan digunakan secara luas adalah sistem klasifikasi berdasarkan The American Gastroenterological Association (AGA). Sistem klasifikasi ini membagi fistula perianal pada Crohn’s disease menjadi simpleks dan kompleks berdasarkan anatomi saluran fistula, jumlah external opening, dan adanya abses atau proktitis.[1,4]
Fistula perianal simpleks merupakan fistula letak rendah (superfisial, intersphincteric bawah, transsphincteric bawah), memiliki external opening tunggal, tidak ada nyeri atau fluktuasi yang mengarah pada abses perianal, tidak ada tanda fistula rektovaginal, dan tidak ada tanda striktur anorektal. Sementara itu, fistula perianal kompleks adalah fistula letak tinggi (intersphincteric tinggi, transsphincteric tinggi, extrasphincteric, suprasphincteric), memiliki external opening multipel, terdapat nyeri atau fluktuasi yang mengarah pada abses perianal, terdapat tanda fistula rektovaginal, terdapat tanda striktur anorektal, serta terdapat tanda penyakit yang aktif pada endoskopi rektum.[1,5]
Penanganan Fistula Perianal pada Crohn Disease
Saat ini, pendekatan terbaik dalam menangani fistula perianal pada Crohn’s disease (CD) adalah kombinasi tindakan secara medis dan pembedahan. Angka kesembuhan fistula dengan pendekatan ini mencapai 50%.[4] Artikel ini akan membahas pilihan jenis tindakan medis dan pembedahan berdasarkan klasifikasi fistula perianal.
Penanganan Fistula Perianal Simpleks pada Crohn’s Disease
Berdasarkan rekomendasi The American Society of Colon and Rectal Surgeon (ASCRS), pada fistula perianal simpleks asimtomatik tanpa tanda adanya sepsis lokal, tidak diperlukan tindakan pembedahan ataupun penanganan lain. Pemberian antibiotik juga tidak direkomendasikan dengan pertimbangan penggunaan antibiotik tidak memicu penutupan fistula. Meskipun tidak dilakukan penanganan tertentu pada fistula perianal simpleks asimtomatik, diperlukan pemeriksaan di bawah anestesi (EUA) oleh dokter bedah kolorektal serta pemeriksaan radiografi seperti 3-dimensional endorectal ultrasound (EUS), CT atau MRI, dan endoskopi untuk memastikan diagnosis dan klasifikasi fistula.[3,4]
Insisi dan Drainase:
Sementara itu, pada fistula perianal simpleks simtomatik, dipertimbangkan untuk memberikan penanganan berupa tindakan medis atau pembedahan. Hal pertama yang penting dilakukan pada pasien fistula perianal disertai abses adalah melakukan drainase melalui insisi pada area tepat di atas abses dan sedekat mungkin dengan anus untuk memperpendek saluran fistula yang kemudian dilanjutkan dengan irigasi.[2]
Fistulotomi:
Secara umum, fistulotomi merupakan tindakan yang efektif untuk fistula perianal simpleks. Hall et al. (2014) melakukan penelitian terhadap 158 pasien yang menjalani operasi anorektal. Dari keseluruhan subjek, 29 pasien (12%) mengalami Crohn’s disease dan 115 pasien (49%) mengalami fistula perianal tipe low transphincteric. Fistulotomi dilakukan pada 146 subjek penelitian (61%) dengan angka kesembuhan mencapai 94%. Namun, penelitian tersebut tidak menyebutkan angka kesembuhan pada pasien yang mengalami fistula perianal low transphincteric dengan Crohn’s disease.[6,7]
Terkait komplikasi fistulotomi pernah dilaporkan terjadinya berbagai derajat inkontinensia alvi pada 42% pasien yang menjalani fistulotomi. Penelitian yang lebih baru menyebutkan fistulotomi dapat dilakukan pada pasien dengan fistula perianal low transphincteric tanpa menimbulkan gangguan kontinensia yang signifikan. Namun, penelitian ini hanya melibatkan 133 pasien dengan fistula perianal letak rendah secara umum dan tidak dikhususkan pada pasien Crohn’s disease.[6,8]
Tindakan pembedahan tunggal berupa fistulostomi dilaporkan menghasilkan perbaikan pada 85% pasien dengan fistula perianal simpleks tanpa inflamasi rektum. Sedangkan pada kasus fistula perianal simpleks dengan inflamasi rektum aktif, terjadi risiko penundaan penyembuhan atau inkontinensia alvi setelah dilakukan fistulotomi. Oleh sebab itu, pemasangan non cutting seton lebih direkomendasikan untuk pasien fistula perianal dengan inflamasi aktif. Pemasangan non cutting seton bermanfaat untuk mencegah rekurensi abses dan dapat memperbaiki gejala yang timbul dengan cara mempertahankan drainase hingga inflamasi pada saluran fistula teratasi oleh pengobatan yang diberikan. Setelah dipastikan saluran fistula membaik, seton akan dilepas dan fistula akan menutup kemudian.[2,3]
Ligasi Saluran Fistula Intersfingter (LIFT):
Tindakan pembedahan lain yang dapat dilakukan pada pasien dengan fistula perianal simpleks maupun kompleks adalah ligasi saluran fistula intersfingter (LIFT). Berdasarkan penelitian Hall et al. (2014) diketahui bahwa tingkat kesembuhan fistula low transphincteric setelah dilakukan LIFT mencapai 82%.[6,7]
Antibiotik:
Tindakan medis berupa pemberian antibiotik juga dipertimbangkan dalam penanganan fistula perianal simpleks. Antibiotik pilihan pertama yaitu metronidazole 750-1500 mg/hari atau ciprofloxacin 1000 mg/hari. Literatur mengenai pemberian antibiotik pada pasien dengan fistula perianal terbatas, tidak melibatkan kelompok kontrol, dan hanya memiliki jumlah subjek sedikit. Pasien yang mendapatkan metronidazole dan ciprofloxacin dilaporkan menunjukkan perbaikan klinis setelah 6-8 minggu, namun terjadi rekurensi gejala dan fistula kembali terbuka setelah antibiotik dihentikan.
Hanya terdapat 1 uji klinis randomisasi (RCT) yang membandingkan efikasi metronidazole dan ciprofloxacin dalam penanganan fistula perianal pada Crohn’s disease. Penelitian ini melibatkan 25 subjek dan dilakukan selama 10 minggu. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara antibiotik dan plasebo dalam memicu penutupan fistula.[2,3,9,10]
Terdapat 2 penelitian RCT lain yang bertujuan untuk mengetahui efikasi pemberian ciprofloxacin yang dikombinasikan dengan anti-TNF pada pasien fistula perianal Crohn’s disease. Penelitian pertama meneliti kombinasi ciprofloxacin dengan infliximab yang melibatkan 24 subjek. Hasil penelitian menunjukkan respon pengobatan terjadi pada minggu ke-18 pada 73% subjek yang mendapatkan pengobatan kombinasi dibandingkan 39% subjek yang hanya mendapatkan infliximab. Penelitian kedua meneliti kombinasi ciprofloxacin dengan adalimumab yang mengikutsertakan 76 subjek. Hasil penelitian menunjukkan respon klinis pada 71% pasien yang mendapatkan kombinasi ciprofloxacin-adalimumab dibandingkan 47% pasien yang mendapatkan kombinasi adalimumab dengan plasebo. Angka kesembuhan dalam 12 minggu lebih tinggi pada kelompok kombinasi ciprofloxacin-adalimumab (65%) dibandingkan kelompok adalimumab dengan placebo (33%).[2,11,12]
Penanganan Fistula Perianal Kompleks pada Crohn’s Disease
Sekitar 10-20% pasien fistula perianal dengan Crohn’s disease memerlukan tindakan proktektomi atau proktokolektomi, dimana 25% dari pasien tersebut mengalami penyembuhan luka yang buruk atau terbentuk sinus perianal sebagai komplikasi pembedahan. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dipertimbangkan penggunaan seton pada pasien dengan fistula perianal kompleks Crohn’s disease. Selain itu, adanya abses perianal yang menyertai fistula harus dinilai saat penegakkan diagnosis.
Seperti pada fistula perianal simpleks, prosedur seton bermanfaat untuk drainase fistula, mencegah akumulasi pus yang dapat memicu rekurensi abses, dan meminimalisir kerusakan sfingter di area yang diharapkan saluran fistula akan menutup. Berdasarkan European Crohn’s and Colitis Organisation (ECCO), tindakan pembedahan yang menjadi kunci penanganan fistula perianal kompleks adalah mengendalikan sepsis perianal dengan EUA (tindakan di bawah anestesi) dan prosedur seton yang sesuai.[3,4]
Ligasi Saluran Fistula Intersfingter (LIFT):
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien dengan fistula perianal kompleks adalah LIFT. Hasil penelitian Hall et al. (2014) menunjukkan angka kesembuhan pasien dengan fistula high transphincteric setelah dilakukan LIFT mencapai 79%.[6,7]
Agen Anti-TNF:
Tindakan medis yang direkomendasikan menjadi pilihan pertama dalam penanganan fistula perianal kompleks dengan Crohn’s disease yaitu agen anti-TNF yang dikombinasikan dengan pembedahan. Jenis anti-TNF yang pernah dinilai efikasinya dalam penanganan fistula perianal dengan Crohn’s disease adalah infliximab. Suatu penelitian yang melibatkan 94 pasien Crohn’s disease dengan fistula (85 di antaranya mengalami fistula perianal) membandingkan efikasi infliximab dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan plasebo yang diberikan pada minggu ke-0, 2, dan 6.
Hasil penelitian menunjukkan 68% subjek yang menerima infliximab 5 mg/kgBB, 56% subjek yang menerima infliximab 10 mg/kgBB, dan 26% subjek yang menerima plasebo mencapai penurunan jumlah drainase fistula ≥50%. Selain itu, respon pengobatan dicapai oleh 55% subjek yang menerima infliximab 5 mg/kgBB, 38% subjek yang menerima infliximab 10 mg/kgBB, dan 13% subjek yang menerima plasebo. Hal ini menunjukkan bahwa infliximab dosis 5 mg/kgBB merupakan terapi yang efektif untuk fistula perianal dengan Crohn’s disease.[3,13]
Kombinasi Tindakan Medis dan Pembedahan VS Pembedahan atau Tindakan Medis Saja:
Suatu tinjauan sistematik membandingkan kombinasi tindakan medis dan pembedahan dengan tindakan medis saja atau pembedahan saja. Total subjek pada penelitian tersebut adalah 797 pasien, 448 pasien menerima monoterapi dan 349 pasien menerima terapi kombinasi. Kesembuhan dicapai oleh 191 dari 448 pasien pada kelompok monoterapi (43%) dan 180 dari 349 pasien pada kelompok terapi kombinasi (52%). Hasil analisis menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih bermanfaat bagi penanganan fistula perianal dengan Crohn’s disease dibandingkan monoterapi.[3,14]
Kesimpulan
Terbentuknya fistula perianal pada Crohn’s Disease (CD) berpengaruh pada kualitas hidup dan menjadi prediktor prognosis buruk bagi pasien. Terbatasnya penelitian yang tersedia mengakibatkan belum ada strategi penanganan tertentu yang ditetapkan untuk fistula perianal pada Crohn’s disease. Saat ini, penanganan yang dapat dilakukan untuk pasien fistula perianal pada Crohn’s disease berupa kombinasi tindakan medis dan pembedahan.
Untuk menentukan pendekatan penanganan yang tepat, klasifikasi fistula perianal perlu dipastikan apakah simpleks atau kompleks. Pada fistula perianal simpleks, tindakan yang direkomendasikan antara lain drainase abses, pemasangan non cutting seton, fistulostomi atau ligasi saluran fistula intersfingter (LIFT), dan pemberian antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan anti-TNF. Sementara itu, pada fistula perianal kompleks, hal yang menjadi kunci dalam penanganannya adalah mengendalikan abses perianal. Oleh karena itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah drainase abses yang dilanjutkan dengan prosedur seton, LIFT, dan pemberian anti-TNF sebagai kombinasi dengan pembedahan.