Patofisiologi Urtikaria
Patofisiologi terjadinya urtikaria belum sepenuhnya diketahui. Terjadinya urtikaria telah dihubungkan dengan aktivasi sel mast yang bermediasi dengan immunoglobulin E (IgE).
Patofisiologi Urtikaria Akut
Peran imunologis dan alergi telah dipikirkan sebagai penyebab dari urtikaria. Reaksi hipersensitivitas tipe I dipikirkan menjadi mekanisme terjadinya urtikaria akut. Lesi urtikaria sendiri ditemukan terjadi akibat histamin yang dikeluarkan oleh sel mast.
Peningkatan histamin sendiri dapat terjadi karena berbagai mekanisme, seperti fenomena yang berhubungan dengan immunoglobulin E (IgE), refleks neurogenik, dan stimulasi secara langsung. Pelepasan histamin pada dermis menyebabkan rasa gatal berat pada urtikaria. Reseptor histamin H1 dan H2 juga akan teraktivasi pada pasien urtikaria. Aktivasi dari reseptor histamin H1 pada sel otot polos dan endotel akan meningkatkan permeabilitas kapiler. Sedangkan aktivasi pada reseptor histamin H2 menyebabkan dilatasi venula dan arteriol sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke dalam dermis.
Selain histamin, bradikinin juga berperan dalam terjadinya urtikaria. Peningkatan bradikinin sendiri telah ditemukan menjadi mekanisme dasar terjadinya angioedema, yang umumnya dapat terjadi bersamaan dengan urtikaria. Leukotrien dan pemecahan produk komplemen juga banyak ditemukan pada pasien dengan lesi urtikaria maupun angioedema. [4,6]
Patofisiologi Urtikaria Kronik
Patofisiologi urtikaria kronik sampai sekarang masih belum diketahui secara menyeluruh. Pembentukan tanda dan gejala urtikaria pada urtikaria kronik umumnya hampir menyerupai urtikaria akut. Namun, urtikaria kronik sering kali dihubungkan dengan beberapa etiologi pencetus urtikaria, seperti medikasi, autoimun, faktor stress, dan vaskulitis. Penggunaan medikasi penghambat Angiotensin-converting-enzyme (ACE) seperti captopril dan lisinopril merupakan salah satu penyebab peningkatan bradikinin, di mana obat ini dapat menginhibisi pemecahan bradikinin. Selain itu, penyebab lainnya, seperti infeksi dan trauma, juga dapat meningkatkan bradikinin.
Pada pasien autoimun, terdapat antibodi yang melawan reseptor IgE pada sel mast. Hal ini dapat mengaktivasi sel mast yang kemudian menyebabkan tanda dan gejala urtikaria. Urtikaria pada pasien autoimun umumnya sulit diterapi dan membutuhkan obat imunosupresan jangka panjang, misalnya cyclosporine dan azathioprine. Pada vaskulitis urtikaria, ditemukan memiliki hubungan dengan antibodi yang dapat melawan komplemen C1q yang menyebabkan aktivasi komplemen yang persisten. [4,6]