Epidemiologi Keratosis Aktinik
Epidemiologi keratosis aktinik (KA) mencapai 40−60% pada populasi dewasa usia >40 tahun di Australia. KA merupakan salah satu kelainan kulit yang sering ditemukan oleh dokter spesialis kulit, terutama pada lansia dengan riwayat paparan sinar matahari kronis. Di Indonesia, belum terdapat studi yang menunjukkan prevalensi KA.[4,5,15]
Global
Keratosis aktinik merupakah salah satu kelainan kulit yang sering ditemukan oleh dokter spesialis kulit di Amerika Serikat, yaitu mencapai 11−26%. Secara global, terjadi peningkatan prevalensi KA karena usia harapan hidup dan populasi lansia yang meningkat. Sebanyak 80% penderita KA berusia 60−69 tahun.[4,5]
Prevalensi KA bervariasi antar negara, di mana Australia melaporkan prevalensi yang tertinggi sebanyak 40−60% pada populasi dewasa usia >40 tahun. Pada studi yang dilakukan oleh Yaldiz et al pada tahun 2019, didapatkan prevalensi KA meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi pasien usia 30−39 tahun mencapai 0,01%, usia 40−49 tahun 0,45%, usia 50−59 tahun 1,77%, usia 60−69 tahun 4,61%, usia 70−79 tahun 9,38%, dan pasien usia ≥80 tahun mencapai 14,57%.[4]
Indonesia
Saat ini, belum terdapat studi yang melaporkan prevalensi keratosis aktinik pada populasi di Indonesia.
Mortalitas
Kebanyakan KA akan sembuh dengan spontan, yaitu sekitar 15−60% kasus. Namun, sebagian kecil lesi KA dapat berkembang ke arah malignansi karsinoma sel skuamosa (KSS). Sebaliknya, sebagian besar KSS invasif memiliki riwayat KA sebelumnya. Sepuluh persen kasus KSS dapat bermetastasis, dengan tingkat harapan hidup 5 tahun yang rendah.[5,7]