Farmakologi Haloperidol
Haloperidol merupakan suatu antipsikotik tipikal bekerja dengan memblokir reseptor dopamin postsinaptik dan terdapat dalam sediaan oral, injeksi intravena, dan intramuskular.
Farmakodinamik
Antipsikotik generasi pertama mencakup kelompok phenotiazines, butyrophenones, thioxanthenes, dibenzoxazepines, dihydrondoles, dan diphenylbutylpiperidines. Haloperidol adalah termasuk golongan butyrophenones bersama dengan droperidol dan spiperone.[1]
Blokade Reseptor Dopamin Postsinaptik (D2)
Cara kerja utama antipsikotik generasi pertama hingga saat ini masih belum begitu jelas. Antipsikotik generasi pertama diduga bekerja dengan memblokir reseptor dopamin postsinaptik (D2) dalam sistem mesolimbik otak. Hipotesa dopamin menyatakan bahwa obat antipsikotik menurunkan gejala psikosis positif dengan menurunkan aktivitas dopamin pada sistem mesolimbik otak tersebut.[1,5]
Secara total, terdapat 4 jalur dopamin utama pada otak yaitu jalur nigrostriatal, jalur tuberoinfundibular, mesokortikal, dan mesolimbik. Haloperidol sebagai antipskotik golongan pertama dapat memblokir semua jalur dopamin utama tersebut sehingga dapat menyebabkan efek samping:
- Jalur nigrostriatal: salah satu fungsi utama jalur nigrostriatal adalah unutk pergerakan. Antogonisme pada reseptor D2 pada jalur ini dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
- Jalur tuberoinfundibular: Pada jalur ini dopamine bekerja sebagai suatu faktor inhibisi prolaktin. Blokade pada jalur ini dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang berlebih oleh hipofisis sehingga terjadi hiperprolaktinemia.
- Jalur mesokortikal: Patofisiologi skizofrenia juga mencakup disfungsi pada jalur mesokortikal sehingga terjadi gangguan kognitif dan dan gejala negatif. Blokade pada jalur ini dapat menyebabkan gejala negatif sekunder dan efek kognitif.
- Jalur mesolimbic: Patofisiologi utama skizofrenia mencakup hipotesa dopamin yang menyatakan timbulnya gejala positif oleh karena berlebihannya dopamin pada jalur ini. Blokade pada jalur ini oleh antipsikotik generasi pertama menyebabkan penurunan gejala skizofrenia tersebut.
Blokade Reseptor Lain
Selain memiliki afinitas untuk memblokade dopamin pada reseptor postsinaptik (D2), obat-obat antipsikotik generasi pertama juga memiliki afinitas untuk memblokir reseptor-reseptor lainnya seperti reseptor 5HT2. Setiap obat antipsikotik tipikal memiliki afinitas yang berbeda terhadap reseptor-reseptor lain yang dipengaruhinya. Dapat dilihat bahwa pada semua obat antipsikotik golongan pertama terdapat afinitas yang sangat tinggi terhadap reseptor D2.[1]
Aktivitas terhadap Reseptor | |||||
Obat | D2 | 5HT2 | Muskarinik | Alfa-1 adrenergik | Antihistamin |
Thoridazine | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi |
Haloperidol | Sangat tinggi | Moderat | Rendah | Rendah | Rendah |
Perphenazine | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Rendah | Moderat | Tinggi |
Trifluoperazine | Sangat tinggi | Tinggi | Rendah | Moderat | Moderat |
Chlorphromazine | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi |
Fluphenazine | Sangat tinggi | Moderat | Rendah | Rendah | Moderat |
Thiothixene | Sangat tinggi | Rendah | Rendah | Moderat | Tinggi |
Loxapine | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi | Sangat tinggi |
Tabel 1. Profil afinitas reseptor antipsikotik generasi pertama. Sumber: dr. Michael, 2018.
Pada tahun 2015 telah diterbitkan sebuah meta analisis Cochrane mengenai efektivitas haloperidol dibandingkan obat antipsikotik lainnya. Hasil menyatakan bahwa haloperidol dapat meringankan gejala positif lebih dari pada obat antipsikotik generasi pertama lainnya. Tidak terdapat perbedaan statistik yang signifikan antara global state, serta outcome mental lainnya. Perbedaan yang terlihat berbeda jelas secara statistik merupakan dalam efek samping di mana haloperidol menyebabkan lebih sedikit akathisia pada obat-obat lainnya pada masa medium term. Haloperidol juga dinilai memiliki risk profile yang serupa dengan obat-obat antipsikotik generasi pertama lainnya. Walau demikian, meta analisis ini memiliki kelemahan di mana data yang didapati berjumlah sedikit dan juga tidak berkualitas baik. Oleh sebab itu, dibutuhkan clinical trials yang lebih baik di masa depan.[6]
Farmakokinetik
Haloperidol tersedia dalam bermacam preparat yaitu: tablet oral, konsentrat oral, injeksi laktat, dan injeksi dekanoat. Sediaan haloperidol dekanoat hanya dapat diberikan secara intramuskular sedangkan haloperidol laktat dapat diberikan secara intravena maupun intramuskular. Variasi ini menyebabkan haloperidol memiliki farmakokinetik yang variatif.
Distribusi Haloepridol
Pada dewasa, haloperidol terikat pada protein sebanyak 90%. Haloperidol dapat terdistribusi cukup cepat pada jaringan dengan volume distribution (Vd) 8-18 L/kg dan juga dapat menyebrang sawar darah otak dengan mudah. Obat juga dapat menyebrang plasenta dan diekskresikan dalam ASI.
Metabolisme Haloperidol
Metabolisme haloperidol banyak dilakukan pada hati dan melalui proses glukoronidasi, reduksi, dan oksidasi. Enzim sitokrom P450 CYP3A4 dan CYPD6 berperan dalam metabolisme haloperidol. Inhibisi atau penurunan jumlah enzim tersebut dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi haloperidol.
Ekskresi Haloperidol
Ekskresi haloperidol adalah melalui bilier, sekitar 30% melalui urin dan 15% melalu feses.
Terdapat perbedaan farmakokinetik untuk masing-masing sediaan haloperidol sebagai berikut:
Farmakokinetik Haloperidol Oral
Bioavabilitas haloperidol oral adalah sekitar 60-70%. Tingkat konsentrasi plasma tertinggi dapat terjadi setelah 2-6 jam. Waktu paruh adalah sekitar 18 jam.
Farmakokinetik Haloperidol Injeksi Laktat
Haloperidol laktat dapat diberikan secara intravena (off label) maupun intramuskular dengan absorpsi hampir secara keseluruhannya. Pada suntikan intravena, bioavailabilitas adalah 100% dan onset dapat terjadi dalam hitungan detik dan berlangsung selama sekitar 4 hingga 6 jam tergantung dari seberapa cepat infus diberikan. Onset pada pemberian IM dan IV lambat dapat terjadi pada waktu 30-60 menit. Waktu paruh juga adalah sekitar 18 jam mirip dengan pemberian oral.
Farmakokinetik Haloperidol Injeksi Dekanoat
Haloperidol dekanoat hanya bisa diberikan secara intramuskular dan juga diabsorpsi hampir secara keseluruhannya. Haloperidol dekanoat terutama diberikan pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi obat secara teratur dan disuntikan secara bulanan. Tingkat konsentrasi plasma tertinggi haloperidol dekanoat terjadi setelah 6-7 hari. Waktu paruh adalah sekitar 3 minggu.[7,8]
Resistensi
Skizofrenia yang resisten terhadap terapi (treatment resistant schizophrenia) adalah skizofrenia yang tidak berespon terhadap paling tidak 2 macam terapi trial antipsikotik yang berbeda, tipikal ataupun atipikal. Terapi untuk treatment resistant schizophrenia adalah clozapine.
Suatu trial antipsikotik tipikal dapat didefinisikan sebagai pemberian obat selama 6 minggu pada dosis yang setara dengan chlorphromazine 1000 mg/hari (haloperidol 30 mg/hari). Walau demikian, dosis yang begitu tinggi tidak disarankan. Pemberian haloperidol sebanyak 20 mg/ hari selama enam hingga delapan minggu yang tidak memberikan respon adekuat dapat dianggap sebagai suatu kegagalan terapi.[9,10]
Apabila terapi dengan clozapine masih tidak adekuat, satu antipsikotik lain dapat ditambahkan. Clozapine adalah suatu antipsikotik atipikal dan oleh sebab itu antipsikotik yang ditambahkan dapat dipikirkan untuk dalam golongan tipikal seperti haloperidol. Walau demikian, data mengenai pemberian dua macam antipsikotik secara kebersamaan masih tidak konklusif. Sebuah studi yang menilai gabungan clozapine dengan haloperidol versus dengan aripiprazole tidak menunjukkan hasil yang lebih baik pada kedua jenis kombinasi, namun gabungan dengan aripiprazole menunjukkan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan haloperidol.[10,11]