Antipsikotik Pertama dalam Bentuk Transdermal Patch untuk Schizophrenia Dewasa – Telaah Jurnal

Oleh :
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.

Efficacy and Safety of an Asenapine Transdermal patch (Asenapine Transdermal System, HP-3070) in the Treatment of Adults With Schizophrenia: A Phase 3, Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled, 6-Week Inpatient Study

Leslie Citrome, David Walling, Courtney Zeni, Marina Komaroff, Alexandra Park. Biological Psychiatry. May 15, 2019; 85-S105-S129. Available on: https://www.biologicalpsychiatryjournal.com/article/S0006-3223(19)30465-2/fulltext. DOI: https://doi.org/10.1016/j.biopsych.2019.03.315

Abstrak

Latar Belakang: HP-3070, asenapine transdermal patch sekali sehari untuk pasien schizophrenia, menawarkan farmakokinetik yang menguntungkan.

Metode: Penelitian Uji Klinis Fase 3, double-blind, setting klinis rawat inap, pasien Schizophrenia dewasa dengan kriteria skor Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) ≥ 80, Clinical Global Impression-Severity Illness Scale (CGI-S)≥ 4. Pasien diberikan dosis HP-3070 secara acak (1:1:1) yang terbagi menjadi HP-3070 dosis rendah, HP-3070 dosis tinggi (setara dengan asenapine 5 mg dan 10 mg sublingual dua kali sehari), dan plasebo. Evaluasi hasil di minggu ke 6 meliputi perubahan nilai (change from baseline / CFB) skor PANSS dan CGI-S dibandingkan plasebo, termasuk pengukuran keamanan terhadap munculnya efek samping atau treatment emergent adverse events (TEAEs) dan penilaian terhadap kulit pasien.

Hasil: 614 pasien terlibat dalam studi (204 pasien mendapatkan dosis tinggi, 204 dosis rendah dan 206 plasebo). Hasil di minggu ke-6 (standard error; 95% CI) memperkirakan adanya hasil terapi dengan perbandingan skor PANSS (HP-3070 – plasebo) -4.8 (1.634; -8.06, -1.64; p=0.003) dan -6.6 (1.630; 9.81, 3.40; p<0.001) untuk kelompok dosis tinggi dan dosis rendah. Hasil untuk CGI-S (HP 3070 – plasebo) sebesar 0.4 (0.100; 0.55, 0.16; p<0.001) dan 0.4 (0.099; 0.64, 0.25; p<0.001) untuk kelompok dosis tinggi dan dosis rendah.

Kondisi munculnya efek samping bersifat ringan sedang yang konsisten seperti pemberian asenapine sublingual. Efek samping pada area perlekatan transdermal patch muncul lebih tinggi untuk penggunaan HP-3070 (14.2% pada dosis tinggi, 15.2% dosis rendah) dibandingkan plasebo (4.4%). Namun, tingkat pemberhentian pengobatan dikarenakan reaksi kulit atau gangguan kulit yang muncul hanya sebesar ≤ 0.5% pada masing-masing kelompok.

Kesimpulan: Dalam studi ini, HP-3070 efektif, aman dan memiliki tolerabilitas baik untuk mengobati pasien schizophrenia, yang memenuhi hasil pengukuran untuk kedua dosis. Sebagai antipsikotik transdermal pertama di Amerika Serikat, HP-3070 menawarkan pilihan terapi baru untuk pasien schizophrenia.

Didukung oleh: Noven Pharmaceuticals, Inc., sebagai anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Hisamitsu Pharmaceutical Co.

Kata Kunci: Schizophrenia, Asenapine, Transdermal patch, Fase 3

Depositphotos_315716824_s-2019-min

Ulasan Alomedika

Asenapine sebagai salah satu obat golongan antipsikotik atipikal merupakan generasi baru yang memiliki efek terapeutik lebih baik dibandingkan antipsikotik lain. Kemampuan asenapine bekerja di beberapa reseptor neurotransmiter menjadikan preparat obat ini memberikan perbaikan gejala. Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa pemberian asenapine sublingual memberikan perbaikan pada pasien schizophrenia dan gangguan bipolar.[1,2]

Menyusul keberhasilan preparat sublingual, asenapine hadir dalam bentuk transdermal patch sebagai salah satu modalitas terapi untuk pasien schizophrenia. Formulasi transdermal patch ini jika terbukti efektif, diharapkan akan bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien schizophrenia.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini ditujukan sebagai uji klinis fase 3 penggunaan asenapine transdermal patch pada pasien schizophrenia menggunakan setting klinis rawat inap yang dievaluasi selama 6 minggu dengan kriteria PANSS dan CGI-S yang memenuhi. Evaluasi selama proses penelitian melibatkan perubahan nilai dari PANSS dan CGI-S pada kelompok yang diberikan asenapine dosis tinggi, rendah dan plasebo.

Ulasan Hasil Penelitian 

Penggunaan asenapine transdermal patch memberikan perubahan gejala pada pasien schizophrenia yang diukur melalui besar skor PANSS dan CGI-S. Pemberian asenapine transdermal patch memberikan nilai signifikan di kedua domain evaluasi.  Hasil evaluasi 6 minggu menunjukkan skor CGI-S yang tidak sama antara kelompok yang mendapat asenapine dosis rendah dan tinggi, tetapi terdapat perbedaan skor PANSS sebesar 1,8. Tidak terdapat perbedaan efek samping yang bermakna antara asenapine dosis rendah dan tinggi.

Hasil ini masih perlu dikonfirmasi pada penelitian dengan jangka waktu yang lebih panjang, serta dibandingkan dengan antipsikotik lain yang umum digunakan saat ini untuk schizophrenia.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini menjadi penelitian uji klinis pertama pemanfaatan asenapine transdermal patch yang nantinya akan dibutuhkan sebagai salah satu modalitas data pengembangan proses terapi berikutnya. Bukan hal yang mustahil bahwa asenapine transdermal patch akan dimanfaatkan di seluruh dunia pasca pelaksanaan keseluruhan uji klinis sebagai salah satu modalitas terapi psikofarmaka untuk kasus schizophrenia.

Limitasi Penelitian

Sesuai kaidah dalam uji klinis 3 yang dirancang untuk menilai efektivitas intervensi baru dan nilai obat dalam praktik klinis sehingga membutuhkan evaluasi mendetail tidak hanya dari perubahan gejala yang diukur secara objektif namun juga keberlangsungan proses terapi jangka panjang. Penggunaan transdermal patch memerlukan evaluasi mengenai adakah perbedaan jika dipasang pada regio tubuh tertentu, bagaimana mekanisme aksi obat, serta di masa yang akan datang perlu dibandingkan dengan antipsikotik lain sebagai bahan evaluasi.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa angka kejadian schizophrenia mencapai 7 kasus per 1000 orang. Cakupan pengobatan sudah mencapai 84.9% namun 51.1% di antaranya memiliki masalah ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Penyebab utama masalah ketidakpatuhan ini adalah sebagai berikut:

  • Pasien dan/atau keluarga merasa sudah sehat (36.1%)
  • Malas meminum obat secara rutin (33.7%)
  • Tidak mampu membeli obat rutin (23.6%)
  • Tidak tahan efek samping obat (7%)
  • Sering lupa (6.1%)
  • Merasa dosis tidak sesuai (6.1%)
  • Obat tidak tersedia (2.4%)[3]

Beberapa golongan antipsikotik yang ada di Indonesia sudah beragam yang masuk dalam formularium nasional, namun keterbatasan suplai di beberapa daerah masih menjadi salah satu kendala. 

Keberadaan obat antipsikotik yang dikonsumsi per oral membutuhkan perhatian khusus yang melibatkan pasien dan keluarga. Kehadiran asenapine transdermal patch merupakan salah satu terobosan baru pengobatan psikiatrik karena hanya memerlukan pemasangan di regio kulit tubuh sehingga diharapkan meminimalkan masalah ketidakpatuhan pengobatan.

Kemampuan asenapine sebagai antagonis dopamine, serotonin dan reseptor alfa adrenergik dianggap lebih superior dibandingkan antipsikotik lain. [4,5] Hal ini didasarkan pada afinitas asenapin terhadap reseptor 5HT2A dibandingkan D2, serta rasio inhibisi konstan antara 5HT2A/D2 mendekati 20.[6]

Kemampuan asenapin sebagai antagonis adrenoseptor alfa 2 dapat memperbaiki gejala negatif dan fungsi kognitif.[7] Asenapin tidak memiliki aktivitas di reseptor muskarinik dalam dosis terapeutik sehingga minimal menyebabkan efek samping. Namun, obat ini tetap memiliki efek sedasi dikarenakan aksi obat sebagai antagonis reseptor histamin 1.

Sebuah studi kasus mengemukakan bahwa monoterapi asenapine memberikan hasil yang lebih baik pada pasien schizophrenia refrakter yang tidak memberi perubahan pasca kombinasi penggunaan clozapine dan electroconvulsive therapy (ECT).[8]

Asenapine sublingual telah hadir lebih dari 10 tahun dan dianggap memberikan hasil baik pada schizophrenia dan gangguan bipolar. Hal ini memberikan harapan baru bahwa generasi terbaru asenapine dalam bentuk transdermal patch akan memberi hasil yang lebih baik dari generasi obat sebelumnya. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan mode transdermal patch sudah bergulir selama 10 tahun terakhir. Jepang telah menerima dan memanfaatkan transdermal patch blonanserin sebagai salah satu modalitas antipsikotik pasien schizophrenia.[9] 

Hadirnya asenapine transdermal patch meskipun masih dalam proses uji klinis fase 3, setidaknya memberikan harapan baru untuk pasien schizophrenia, khususnya kasus yang mengalami penurunan fungsi dan resistensi pengobatan.

Referensi