Farmakologi Levodopa
Farmakologi levodopa pada Penyakit Parkinson adalah melalui metabolit aktifnya yang mensubstitusi defisiensi dopamin di sistem saraf pusat.
Farmakodinamik
Degenerasi basal ganglia pada otak penderita Parkinson menganggu fungsi neuron dopaminergik di substansia nigra yang menyebabkan penurunan konsentrasi neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, perlunya pengganti dopamin dari luar tubuh untuk mengatasi defisiensi dopamin ini. Levodopa diambil oleh neuron dopaminergik melalui proses dekarboksilasi pada terminal presinaptik yang kemudian menghasilkan dopamin. Levodopa dapat melewati sawar darah otak, sedangkan dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak. Maka levodopa disebut juga obat prekursor dopamin.[1,2,10]
Namun, levodopa banyak dikarboksilasi menjadi dopamin di jaringan ekstraserebral terutama traktus gastrointerstinal pada administrasi oral dengan sangat cepat, sehingga hanya sedikit saja levodopa yang berhasil sampai sistem saraf pusat. Maka dari itu, levodopa biasa diberikan bersama dengan karbidopa atau benserazide, yaitu inhibitor dekarboksilase untuk mencegah formasi dopamin di perifer. Inhibitor dekarboksilase ini tidak dapat melewati sawar darah otak.[1,2,10]
Farmakokinetik
Farmakokinetik levodopa hampir seluruhnya diabsorpsi.
Absorpsi
Absorpsi levodopa per oral hampir seluruhnya diabsorpsi dengan hanya 2% yang ekskresi di feses. Namun hanya 30% konsentrasi levodopa yang berhasil masuk sistem peredaran darah dan tidak dimetabolisme di saluran pencernaan pada pemberian levodopa tanpa karbidopa. Peningkatan dosis levodopa tidak menambah konsentrasi levodopa dalam darah. [1,2,10]
Bioavailabilitas levodopa meningkat 2-3 kalinya jika pemberian bersamaan dengan inhibitor dekarboksilase. Konsentrasi puncak di plasma absorbsi via oral levodopa adalah 30 menit sampai 2 jam. Waktu paruh levodopa meningkat bermakna dari 1-3 jam menjadi 15 jam dengan pemberian bersamaan dengan karbidopa. [1,2,10]
Penyerapan levodopa juga dipengaruhi oleh komposisi protein, semakin tinggi konsumsi protein (65-104 gram protein) saat pemberian intravena levodopa konstan membuktikan bahwa lebih banyak LNAA akan membuat efek terapeutik levodopa menurun. Protein yang direkomendasikan per harinya adalah 0.8 gram protein/kgbb/hari, agar tidak mengganggu kerja levodopa.[11]
Distribusi
Levodopa didistribusikan ke seluruh tubuh sebanyak 65% dari total volume tubuh. Distribusi yang mencapai hingga sistem saraf pusat hanya kurang dari 1%. [12]
Levodopa dapat melewati sawar darah otak dimediasi oleh stereospesifik sistem transpor large neutral amino acid (LNAA). [1]
Pemberian levodopa intravena 50 mg Vss (Volume steady state) pada populasi usia muda dan sehat ditemukan meningkat sebanyak 70% dibandingkan dengan populasi usia tua.[1]
Levodopa melewati plasenta dan didistribusikan ke ASI. [13]
Metabolisme
95% metabolisme levodopa terdekarbosilasi menjadi dopamin terjadi pre-sistemik oleh enzim L-aromatic amino acid decarboxylase (AAAD) di gaster, lumen usus halus, ginjal, adrenal, limfa, jantung, liver, dan pembuluh darah otak. [1]
Levodopa juga termetoksilasi oleh enzim liver catechol-O-methyltransferase (COMT) menjadi 3-O-methyldopa (3-OMD) dimana tidak dapat diubah menjadi dopamin sentral. [1]
Levodopa juga dimetabolisme oleh tyrosine aminotransferase lewat proses transamilasi. Proses transamilasi ini bersifat reversibel, maka 3,4-dihydroxyphenylpyruvat, berfungsi sebagai prekursor levodopa. Levodopa juga teroksidasi oleh enzim tyrosinase dan oksidan lainnya, hasilnya adalah cysteinyldopa menjadi dopa quinone yang kemudian dimetabolisme menjadi melanin. Oleh karena kedua hal ini levodopa yang berhasil sampai sistem saraf pusat hanya berkisar 1%.[1]
Ekskresi
Administrasi oral dosis 100 mg levodopa, sebanyak 90% dosis radioaktif dapat ditemukan di urin 48 jam kemudian. Apabila dikombinasikan dengan karbidopa (100 mg dosis tunggal maupun 100 mg 3 kali sehari) ekskresi berkurang sebanyak 60% pada urin 48 jam.[1]
Resistensi
Resistensi levodopa harus dibedakan dengan pseudoresisten levodopa, kedua hal ini ditandai oleh menurunnya efek levodopa dalam memperbaiki gejala motorik dan non motorik penyakit Parkinson. Untuk ditegakkannya diagnosis resistensi levodopa, harus disingkirkan terlebih dahulu pseudoresisten levodopa.
Pseudoresisten Levodopa
Pseudoresisten levodopa adalah tanda dan gejala yang sebenarnya sensitif terhadap levodopa diinterpretasi sebagai resisten, namun sebenarnya hanya mekanisme penyerapan atau terapi dopaminergik yang kurang optimal.
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pseudoresisten adalah:
-
Perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik masing-masing orang yang disebabkan oleh:
- Terapi levodopa diberikan bersamaan dengan agen penghalang reseptor dopamin
- Diet tinggi protein yang menyebabkan menurunnya penyerapan levodopa
- Disfungsi gastrointestinal seperti absorbsi yang terhambat
- Dosis dibatasi untuk mencegah efek samping
-
Dosis tidak adekuat (underdosing)
- Beragamnya tanda dan gejala Penyakit Parkison yang membutuhkan dosis levodopa yang lebih tinggi agar tanda dan gejala teratasi.
Maka sebelum menyatakan bahwa pasien resisten levodopa, tenaga medis profesional harus mengatasi pseudoresisten diatas sehingga bisa dinilai dengan lebih objektif.
Masing-masing pasien memiliki kebutuhan dosis yang berbeda-beda karena luasnya dosis median efektif. Sehingga keputusan one-size-fits-all regimen tidak akan bisa membuat gejala Parkinson hilang, namun dosis harus disesuaikan dengan keadaan pasien:
- Respon levodopa akan menurun jika pasien juga mengkonsumsi terapi penghalang reseptor dopamin seperti obat-obat antipsikotik
- Diet tinggi protein berpengaruh pada penyerapan levodopa karena protein berkompetisi dengan levodopa untuk berikatan dengan transporter. Edukasi pasien untuk mnegurangi jumlah asupan protein per hari dan tidak dikonsumsi saat hendak mengkonsumsi levodopa
- Gangguan pengosongan lambung terjadi pada 70-100% pasien Parkinson, penyerapan levodopa terganggu karena penyerapan yang seharusnya terjadi di gaster jadi terjadi di usus halus dan menurunkan kadar levodopa sehingga dapat terlihat seperti gejala resistensi levodopa. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian levodopa cair (karena levodopa tablet dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung)
Pembatasan dosis levodopa untuk mencegah efek samping levodopa seperti mual, muntah, diskinesia, atau psikosis menyebabkan terjadinya pseudoresisten dosis tidak mencapai efek terapeutik yang diinginkan. Hal ini dapat diselesaikan dengan pemberian obat-obatan lain yang dapat mengatasi gejala tersebut, misalnya pemberian domperidon pada pasien yang mengeluh mual.
Keterbatasan ketiga adalah ketakutan tenaga kerja medis untuk memberikan levodopa dalam dosis tinggi karena pada terapi jangka panjang levodopa dosis tinggi dapat menyebabkan diskinesia dan fluktuasi yang lebih parah; akselerasi progresi penyakit, kehilangan efek terapeutiknya seiring dengan waktu. Namun penelitian terbaru menyebutkan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan hubungan levodopa dan kejadian diatas. Penggunaan jangka panjang levodopa dengan dosis tinggi meningkatkan kemungkinan komplikasi lebih awal, namun studi ini tidak bisa diandalkan karena studi ini tidak bisa membedakan gejala yang muncul merupakan gejala komplikasi levodopa atau perburukan dari Parkinson itu sendiri.
Beragam masam-macam gejala Parkinson memiliki perbedaan kebutuhan dosis untuk mengatasi keluhan-keluhan tersebut. Misalnya dosis untuk mengatasi gejala freezing gait ditemukan lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk mengatasi bradikinesia atau tremor. [14]