Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Lamivudin
Penggunaan lamivudin dalam kehamilan dimasukkan FDA dalam Kategori C. Lamivudin juga diketahui dieksresikan ke ASI, namun beberapa penelitan menunjukkan bahwa kadar yang diekskresikan dan masuk ke sirkulasi bayi dapat dihiraukan. [21]
Kehamilan
FDA memasukkan lamivudin dalam kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
TGA memasukkan lamivudin dalam kategori B3. Artinya, obat telah digunakan oleh sejumlah wanita hamil atau usia reproduktif, tanpa adanya tanda-tanda peningkatan risiko malformasi atau efek buruk pada janin.
Penggunaan lamivudin dalam kehamilan harus menimbang manfaat dan risiko yang mungkin terjadi. WHO merekomendasikan agar seluruh wanita hamil dan menyusui dengan HIV tetap mengonsumsi terapi antiretrovirus (ARV) dengan 3 obat, dan dipertahankan selama ada risiko transimisi ibu ke bayi kecuali terdapat kontraindikasi. [21-23]
Menyusui
Lamivudin diekskresikan ke ASI, namun belum diketahui secara pasti apa efeknya terhadap bayi yang menyusu.
Setelah konsumsi lamivudine per oral, kadar pada ASI dilaporkan serupa dengan pada serum maternal. Namun, berdasarkan studi pada lebih dari 200 ibu-anak, kadar serum pada bayi yang menyusu dari ibu yang mengonsumsi lamivudin karena HIV sangat rendah (<4% kadar serum maternal). Kadar ini dilaporkan terus menurun hingga tidak lagi terlacak setelah infant berusia 24 minggu.
Hepatitis B bukan merupakan kontraindikasi menyusui jika neonatus telah diberikan intervensi untuk pencegahan hepatitis B yang adekuat saat lahir. Jika tetap terjadi infeksi hepatitis B pada infant, maka menyusui direkomendasikan untuk dihentikan agar menurunkan risiko terbentuknya virus yang resisten lamivudin. [24]