Mitos Mengenai Pedikulosis Kapitis

Oleh :
dr.Michael Wiryadana

Pedikulosis kapitis atau infestasi kutu rambut mempunyai banyak mitos tentang cara penularannya, siapa saja yang berisiko terkena, dan cara terapinya. Edukasi dari dokter berperan penting untuk meluruskan pemahaman yang kurang tepat tentang pedikulosis kapitis dan menggantikannya dengan informasi yang berbasis bukti.

Penyebab paling sering pedikulosis kapitis adalah Pediculus humanus capitis, Pthirus pubis, dan Pediculus humanus corporis. Penularan parasit-parasit ini umumnya terjadi pada anak-anak, tetapi juga dapat mengenai orang dewasa. Pemahaman yang akurat tentang cara penularan dan cara terapi akan membantu pasien dan keluarga pasien untuk mencegah penularan maupun reinfestasi.

The,Head,Louse,(pediculus,Humanus,Capitis),Is,A,Parasite,Live

Mitos tentang Populasi yang Bisa Mengalami Pedikulosis Kapitis

Anggapan bahwa pedikulosis kapitis hanya terjadi di negara berkembang sebenarnya tidak tepat. Pedikulosis kapitis terjadi di negara berkembang maupun di negara maju. Namun, ada kelompok tertentu yang lebih berisiko mengalami pedikulosis kapitis, yaitu mereka yang menetap di pemukiman padat, tunawisma, dan pengungsi. Selain itu, ada kelompok usia tertentu yang lebih berisiko mengalami pedikulosis kapitis, yaitu usia anak sekolah.[1]

Mitos tentang Cara Penularan Pedikulosis Kapitis

Anggapan bahwa pedikulosis kapitis ditularkan oleh hewan peliharaan juga sebenarnya tidak tepat. Infestasi oleh Pediculus humanus capitis bersifat sangat spesifik terhadap inangnya, yaitu manusia. Pedikulosis kapitis tidak dapat menular dari hewan peliharaan karena jenis kutu pada rambut hewan dan rambut manusia sebenarnya berbeda.[2,3]

Ada juga anggapan dalam masyarakat bahwa kutu rambut akan menyebar dengan cara melompat atau terbang dari satu kepala ke kepala lainnya. Hal ini tidak tepat. Penularan kutu rambut manusia umumnya disebabkan oleh kontak langsung antar kepala atau kontak langsung antar rambut (head-to-head atau hair-to-hair). Kutu rambut tidak dapat melompat atau terbang, tetapi dapat merayap dengan cepat sekitar 23 cm/menit.[4,5]

Oleh sebab itu, anak-anak dan pengasuhnya perlu diberikan edukasi untuk menghindari kontak langsung antar kepala atau antar rambut selama anak bermain dengan anak lain ataupun orang dewasa, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Hindari berbagi pakaian seperti topi, syal, mantel, seragam olahraga, pita rambut, atau jepit rambut. Selain itu, hindari memakai sisir atau handuk milik orang lain.[4,5]

Mitos tentang Jenis Rambut yang Dapat Mengalami Pedikulosis Kapitis

Ada juga anggapan yang kurang tepat bahwa orang yang mengalami pedikulosis kapitis adalah orang yang jarang keramas saja. Infestasi kutu rambut sebenarnya dapat terjadi pada rambut yang bersih maupun kotor asalkan ada kontak dengan rambut lain yang berkutu atau dengan pakaian yang dipakai bersama dengan orang yang berkutu.[6,7]

Ada juga mitos yang beredar bahwa rambut panjang merupakan sumber penularan pedikulosis kapitis, sehingga kebanyakan orang tua memotong pendek rambut anaknya sebagai bentuk pencegahan. Sebenarnya, rambut yang panjang maupun pendek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pedikulosis kapitis. Hal ini dikarenakan kutu rambut umumnya berdiam dekat dengan kulit kepala manusia untuk menghisap darah beberapa kali dalam sehari.[6,7]

Mitos tentang Gejala dan Komplikasi Pedikulosis Kapitis

Ada asumsi bahwa orang yang mengalami pedikulosis kapitis pasti selalu merasa gatal-gatal hebat pada kulit kepala. Namun, sebenarnya, bila infestasi baru pertama kali terjadi atau infestasi yang terjadi bersifat ringan, rasa gatal kemungkinan besar belum timbul. Bahkan, pada beberapa individu, pedikulosis bersifat asimtomatik dan tidak pernah menimbulkan rasa gatal.[4,6,10]

Rasa gatal umumnya muncul sebagai dampak dari reaksi hipersensitivitas terhadap air liur, gigitan, dan feses kutu. Pada infestasi pertama, diperlukan waktu 4–6 minggu hingga gejala gatal muncul. Gejala-gejala lain yang dapat dirasakan meliputi sensasi sesuatu yang bergerak di rambut, rasa kurang nyaman, sulit tidur, atau rasa perih akibat terlalu sering menggaruk kepala.[4,6,10]

Asumsi tentang beberapa risiko komplikasi pedikulosis kapitis juga kurang tepat. Tidak seperti nyamuk yang merupakan vektor berbagai penyakit (malaria, demam dengue, dan chikungunya), kutu rambut umumnya bukan merupakan vektor penyakit.[8,9]

Namun, pedikulosis kapitis yang persisten dan berat dapat menimbulkan rasa gatal yang hebat sehingga dapat menyebabkan ekskoriasi akibat garukan berulang, krusta, dan infeksi bakteri sekunder. Contoh infeksi bakteri sekunder yang mungkin terjadi adalah infeksi Staphylococcus aureus atau Streptococcus. Anemia defisiensi besi juga dapat terjadi pada pedikulosis kapitis yang kronis.[8,9]

Mitos tentang Terapi Pedikulosis Kapitis

Asumsi bahwa kutu rambut dapat dieradikasi dengan penggunaan sampo biasa dan air panas sebenarnya tidak tepat. Tata laksana untuk pedikulosis kapitis adalah dengan insektisida topikal (pyrethrin, permethrin 1%). Akan tetapi, saat ini kejadian resistansi terhadap insektisida topikal mulai meningkat. Tata laksana nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah menyisir rambut dengan sisir kutu (nit comb).[5,6]

Penggunaan semprotan fumigasi atau penyemprotan insektisida pada rambut perlu dihindari karena dapat memicu toksisitas apabila terhirup atau terabsorbsi dari daerah kulit yang terluka.[5,6]

Kesimpulan

Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu rambut, yang umumnya berupa Pediculus humanus capitis, Pthirus pubis, atau Pediculus humanus corporis. Infestasi ini dapat terjadi di negara berkembang maupun di negara maju, tetapi umumnya lebih berisiko terjadi pada komunitas yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh serta tunawisma.

Pedikulosis kapitis umumnya terjadi pada anak-anak, tetapi juga dapat mengenai orang dewasa. Infestasi ini dapat terjadi pada rambut panjang maupun pendek. Penularannya terjadi melalui kontak langsung antar kepala atau kontak langsung antar rambut. Selain itu, penularan juga bisa terjadi ketika berbagi pakaian, sisir, atau handuk dengan orang yang mempunyai kutu rambut. Penularan tidak terjadi melalui hewan peliharaan.

Infestasi tahap awal mungkin tidak menimbulkan rasa gatal. Rasa gatal umumnya akan muncul setelah beberapa minggu karena ada reaksi hipersensitivitas terhadap air liur, gigitan, dan feses kutu. Kutu rambut umumnya tidak menjadi vektor penyakit, tetapi bisa menyebabkan ekskoriasi akibat rasa gatal dan garukan berlebih, yang meningkatkan risiko infeksi sekunder oleh bakteri. Infestasi kronis yang parah juga dapat menimbulkan anemia defisiensi besi.

Tata laksana umumnya memerlukan aplikasi insektisida topikal (permethrin). Selain itu, pasien dapat dianjurkan untuk menggunakan sisir kutu (nit comb).

Referensi