Pedikulosis Kapitis yang Resistan Permetrin

Oleh :
dr.SK Sulistyaningrum, Sp.KK, FINSDV, IFAAD

Kasus pedikulosis kapitis yang resistan terhadap permetrin menjadi permasalahan yang cukup mengganggu karena permetrin merupakan terapi lini pertama untuk penyakit ini. Pedikulosis kapitis adalah infestasi kutu Pediculus humanus capitis pada rambut. Kondisi ini dialami oleh jutaan orang setiap tahunnya, baik di negara maju maupun di negara berkembang.[1,2]

Pedikulosis kapitis dapat ditemukan pada segala usia, tetapi paling banyak dilaporkan pada anak usia 7–14 tahun. Infestasi ini terutama terjadi di populasi yang tinggal di area pemukiman padat. Gejala utamanya adalah rasa gatal yang sangat berat, hingga dapat mengganggu kualitas tidur. Lesi yang umum ditemukan pada kulit kepala penderita adalah ekskoriasi akibat garukan, yang pada kasus berat dapat menyebabkan infeksi sekunder dan limfadenopati.[3,4]

PedikulosisKapitis

Penyebab Resistansi Pedikulosis Kapitis terhadap Permetrin

Salah satu insektisida yang paling banyak digunakan sebagai terapi lini pertama adalah lotion permetrin 1%. Permetrin merupakan piretroid sintetis yang bekerja dengan cara memblokir kanal natrium pada sistem saraf kutu, sehingga kutu mengalami paralisis dan mati. Berbeda dengan piretroid alami, permetrin juga memiliki efek residu, sehingga bisa membunuh telur kutu di rambut.[2,5,6]

Namun, beberapa tahun terakhir, efektivitas permetrin dilaporkan semakin berkurang. Hal ini diduga terjadi karena meningkatnya resistansi kutu terhadap permetrin yang disebabkan oleh resistansi knockdown (kdr). Mutasi kdr pada gen subunit α di kanal natrium kutu diturunkan secara resesif.[2,11]

Selain itu, penelitian membuktikan bahwa sebagian besar penderita pedikulosis kapitis baru meminta bantuan dokter setelah menggunakan permetrin sendiri secara berulang. Aplikasi permetrin dalam dosis sub-lethal yang berulang ini turut berkontribusi terhadap peningkatan resistansi permetrin.[8]

Kutu rambut yang resistan terhadap permetrin juga dilaporkan mengalami resistansi silang terhadap DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane), yaitu insektisida yang sering digunakan untuk terapi pedikulosis korporis. Berdasarkan laporan ini, penggunaan DDT yang luas dan berulang juga dapat menjadi salah satu faktor predisposisi resistansi kutu rambut terhadap permetrin.[11]

Studi menunjukkan bahwa frekuensi resistansi kutu rambut terhadap piretroid secara global adalah 76,9%. Semakin tahun, semakin tinggi pula frekuensi resistansi piretroid yang dilaporkan. Peningkatan resistansi permetrin ini akan menyebabkan peningkatan angka kejadian pedikulosis kapitis.[2,9]

Pilihan Terapi Topikal untuk Pedikulosis Kapitis yang Resistan Permetrin

Ada beberapa opsi terapi topikal yang dapat digunakan untuk pasien pedikulosis kapitis yang resistan permetrin. Berikut adalah beberapa opsi yang tersedia di Indonesia.

Malathion 0,5%

Malathion merupakan inhibitor kolinesterase yang banyak tersedia dalam bentuk lotion dengan konsentrasi 0,5%. Lotion ini diaplikasikan pada kulit kepala dan rambut yang kering hingga menjadi agak basah, lalu dibiarkan untuk mengering secara alami tanpa pengering rambut. Bilas kepala setelah 8–12 jam.[14,15]

Malathion juga terbukti efektif membunuh telur kutu, sehingga cukup diaplikasikan 1 kali pada sebagian besar pasien. Apabila kutu yang hidup masih ditemukan setelah aplikasi pertama, malathion dapat diaplikasikan kembali setelah 7–9 hari. Penelitian melaporkan bahwa pada kasus kutu rambut yang resistan permetrin maupun sensitif permetrin, malathion memiliki efektivitas yang lebih baik daripada permetrin.[14,15]

Keamanan malathion untuk anak usia <6 tahun masih belum diketahui dengan pasti. Untuk anak usia <2 tahun, obat ini dikontraindikasikan.[14]

Lindan atau Gameksan 1%

Lindan atau gameksan membunuh kutu melalui efek toksisitas pada sistem saraf pusat kutu. Lindan dapat ditemukan dalam sediaan shampoo 1%, yang didiamkan tidak lebih dari 4 menit dan dibilas hingga bersih untuk meminimalkan absorpsi ke dalam kulit. Lindan dapat diaplikasikan kembali setelah 9–10 hari kemudian.[14,16]

Namun, lindan hanya membunuh 50–70% telur kutu. Selain itu, resistansi lindan telah dilaporkan di berbagai negara selama beberapa tahun terakhir. Karena keamanan dan efikasi yang rendah dibandingkan terapi lain, lindan hanya diberikan pada pasien yang tidak dapat menoleransi atau gagal merespons terapi lini pertama. American Academy of Pediatrician saat ini sudah tidak menyarankan lindan untuk anak-anak.[14,16]

Karena adanya efek neurotoksisitas terhadap manusia dan adanya studi pada hewan yang menunjukkan bahwa lindan bersifat karsinogenik, lindan telah dilarang di banyak negara, termasuk dilarang oleh FDA Amerika Serikat.[14,16]

Benzil Alkohol 5%

Benzil alkohol 5% digunakan sebagai alternatif insektisida. Dalam terapi pedikulosis kapitis, benzil alkohol 5% dikombinasikan dengan agen oklusif, seperti petroleum jelly, minyak zaitun, atau minyak esensial lain. Agen oklusif melumpuhkan dan menutup spirakel kutu, sehingga menyebabkan asfiksia pada kutu.[6]

Lotion benzil alkohol 5% diaplikasikan secara merata pada kulit kepala dan rambut lalu didiamkan selama minimal 10 menit sebelum dibilas. Obat ini tidak dapat membunuh telur kutu, sehingga harus diaplikasikan kembali 7 hari kemudian. Obat ini aman untuk anak usia ≥6 bulan.[14]

Pilihan Terapi Sistemik untuk Pedikulosis Kapitis yang Resistan Permetrin

Obat sistemik umumnya tidak dianjurkan sebagai lini pertama pada pedikulosis kapitis karena lebih tingginya risiko efek samping. Namun, obat sistemik mungkin diperlukan pada kasus yang gagal diterapi dengan obat topikal.

Sulfametoksazol-Trimetoprim

Kutu rambut hidup tergantung pada vitamin B dan asam folat yang disintesis oleh flora normal di saluran cernanya. Ketika sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg diminum penderita pedikulosis kapitis, obat dapat mencapai sirkulasi kutu rambut dan membunuh flora dalam usus kutu. Hal ini menyebabkan vitamin esensial tidak dapat diproduksi, sehingga kutu mati. Dosis diberikan 2 kali/hari selama 3 hari.[16]

Ivermectin

Ivermectin adalah obat cacing yang bekerja dengan cara mengikat kanal klorida yang teraktivasi glutamat pada sel otot dan neuron invertebrata, termasuk kutu rambut. Ikatan ini meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap ion klorida, sehingga terjadi hiperpolarisasi yang akhirnya menyebabkan paralisis flaksid dan kematian kutu. Obat ini diberikan 2 kali dengan jarak sekitar 7–10 hari. Dosis orang dewasa adalah 12 mg per pemberian.[16]

Pada anak, dosis hanya berupa dosis tunggal 200 μg/kg berat badan. Ivermectin tidak direkomendasikan pada anak usia <5 tahun.[16]

Albendazole

Albendazole bekerja melalui inhibisi mitokondria, pelepasan fosforilasi oksidatif, dan penghambatan jalur transportasi glukosa, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan adenosine triphosphate (ATP) dan kematian sel. Albendazole diberikan dengan dosis 400 mg, baik sebagai dosis tunggal (efikasi 61,5%) atau selama 3 hari (efikasi 66,6%). Dosis diulang setelah 7–10 hari kemudian.[16]

Levamisole

Levamisole adalah agonis reseptor nikotinik asetilkolin, yang dapat menyebabkan paralisis dan membunuh ektoparasit. Levamisole diberikan dengan dosis 3,5 mg/kgBB selama 10 hari pada pasien dewasa dengan pedikulosis kapitis. Sementara itu, dosis yang direkomendasikan untuk anak dengan berat 10–19 kg adalah 50 mg sehari dan dosis untuk anak dengan berat 20–39 kg adalah 100 mg sehari.[16]

Kesimpulan

Kasus pedikulosis kapitis yang resistan permetrin dilaporkan semakin meningkat karena mutasi gen kutu, penggunaan permetrin dalam dosis sub-lethal yang berulang, dan resistansi silang dengan DDT. Peningkatan resistansi ini turut meningkatkan angka kejadian pedikulosis kapitis.

Opsi terapi topikal untuk pasien pedikulosis kapitis yang resistan permetrin adalah malathion 0,5% dan benzil alkohol 5%. Lindan (gameksan) 1% tersedia sebagai opsi tetapi perlu dihindari jika bisa karena obat ini dikhawatirkan bersifat karsinogenik.

Terapi sistemik hanya digunakan pada kasus yang gagal diterapi secara topikal. Opsi terapi sistemik adalah obat-obatan oral seperti sulfametoksazol-trimetoprim, ivermectin, albendazole, atau levamisole.

Namun, selain memberikan terapi medikamentosa, dokter juga perlu memberikan edukasi pasien yang adekuat untuk memutus penularan. Edukasi juga sebaiknya mencakup mitos tentang pedikulosis yang perlu dihindari oleh pasien atau keluarganya.

Referensi