Cara edukasi dan merangkul mahasiswa kedokteran yang memiliki Mental Issues? - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo dokter. Izin membuka diskusi dan pertanyaan di lingkup rumah sakit.. Mohon maaf apabila ini dirasakan agak sensitif. Jadi, saya ditugaskan RSUD dan...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Cara edukasi dan merangkul mahasiswa kedokteran yang memiliki Mental Issues?

    Dibalas 31 Oktober 2019, 05:37
    Anonymous
    Anonymous
    Dokter Umum

    Alo dokter. Izin membuka diskusi dan pertanyaan di lingkup rumah sakit.. Mohon maaf apabila ini dirasakan agak sensitif. 

    Jadi, saya ditugaskan RSUD dan menjadi penanggung jawab koskap bersama residen anak di bangsal kami.

    Nah, kebetulan ada adik koas cerita ke saya semingguan akhir2 ini down perasaan dan pernah ada niatan self harm.. sy lihat memang ke arah gejala-gejala depresi dari bipolar atau anxiety..

    Kinerjanya saya liat agak menurun sebenarnya terlihat ada keluhan tentang dia dari sesama kelompoknya seperti itu, kemudian saya support dan coba saranin untuk sesi konsul dengan psikiater di RSUD tmpat tsb, tapi dia menolak karena takut cuti jaga dan memberatkan teman kelompok nya karena memang bangsal lagi padat dan masih ada rasa takut dijudge temen, residen dsb... disitu sy luruskan bahwa itu cuma perspektif negatif dia.. sambil sy usahakan untuk menstabilkan perasaannya, setelah itu masih tetap menolak konsul karena merasa tidak apa2.. 

    Saya sempat ingin adakan pertemuan dengan konsulen dan residen nya, tapi dia meminta saya untuk tidak melakukan pertemuan tsb. 

    Bagaimana ya cara edukasi adik koas saya ini supaya mau konsultasi, disamping tetap menjaga profesionalitas kami?

    Terimakasih banyak dok, mohon pencerahan nya

10 Juni 2019, 16:42
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Alo dokter!
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.

Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!

Salam.
10 Juni 2019, 17:45
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Terimakasih atas advice nya dokter. Sementara skrining dari tilikan dia masih rendah, dok.

10 Juni 2019, 17:50
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Sementara ini saya berikan antidepresan SSRI dulu dok. 

10 Juni 2019, 17:51
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Kalau tilikan ybs rendah, dokter memiliki hak sebagai pengampu koas untuk melaporkan ke konsulen / staf pendidik di lab yg saat ini ybs sedang stase. Nantinya hal ini akan dibicarakan internal antar staf pendidik klinis.
10 Juni 2019, 18:03
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Kalau sudah curiga ke arah gangguan bipolar, mohon lebih bijaksana pemberian antidepresan y dok, karena bisa menginduksi mania.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.
11 Juni 2019, 00:18
Saya setuju sekali jika setiap instansi pendidikan dan kesehatan bahwa setiap sebelum masuk FK, sebelum masuk Koskap, sebelum dikeluarkan STR baru selalu dilakukan skrining gangguan kejiwaan melalui psikometri. Harus ada regulasi untuk mengatur ini (barang kali dok dan TS Sp KJ bisa memperjuangkan ini)

Sama halnya sekarang di kepolisian surat izin mengemudi sekarang harus ada Surat Keterangan sehat dan Psikolog. Sebab selama studi, selama bekerja dengan work load yang tinggi ditambah masalah pribadi yang kompleks, kondisi kejiwaan seseorang dapat berubah. 

Di institusi pendidikan hal ini justru menjadi lebih krusial. Demikian pendapat saya. 
11 Juni 2019, 21:58
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
11 Juni 2019, 20:29
Jika memang benar bipolar apakah ybs kelak bisa menjalankan profesi dokter dengan baik? Mungkin dokter pernah menemui kasus yang sama..
Alo dr. Syarif
Terimakasih untuk atensinya. 
Sebagai gambaran tahun 2007 dalam evaluasi penelitian yg kami lakukan prevalensi gangguan bipolar di Indonesia mencapai 1-4% populasi. Ini tahun 2007 y, saya belum melakukan penelusuran lagi. Dari gambaran itu coba kita hitung berapa sih dokter di Indonesia, kemungkinan yg punya gangguan bipolar juga bisa dihitung y? Kalau tidak sependapat dengan ini tidak apa2, karna hanya menyampaikan hitungan kasar secara statistik.

Apakah bisa menjalankan profesi dengan baik? Yg saya temui ada yg bisa dokter, karna ybs sudah mencapai total insight, sadar penuh & menerapkan keputusan klinik terhadap kondisinya. Bahkan turut membantu saya dalam penyampaian edukasi gangguan bipolar tersebut. Evaluasi juga pada kemampuan sosial, pekerjaan & harian sesuai dengan evaluasi status mental & kapasitas jiwa.

Apabila dalam masa pendidikan (dokter muda / residen) menunjukkan gejala gangguan bipolar dengan gejala psikotik, nah ini baru butuh evaluasi, dilakukan pengujian MPK (Majelis Penguji Kesehatan Internal) dan melibatkan kaprodi, bakordik, pendidik klinis hingga jajaran dekanat untuk mengambil keputusan. Kalau sudah jelas psikotik tentu sulit y, namun keputusan akhir kembali pada tim, bukan pd psikiater saja. 

Sekali lagi kita juga berperan dengan pengembangan stigma. 

Ternyata threat diskusi ini menarik, terimakasih kepada dokter yg sudah membuka forum ini (sayangnya saya tidam tau namanya), semoga dokter juga diberi kemudahan y dalam membimbing adik2 koas kita disana, terimakasih sudah menjadi perpanjangan tangan para pendidik klinis di daerah.

Salam.
12 Juni 2019, 07:13
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.
Dokter Spesialis Bedah Thoraks Kardio Vaskuler
Setuju dokter.
Menarik pembahasan ini langsung dari ahlinya 👍
Bipolar dapat mengganggu kontrol diri.
Salam.
12 Juni 2019, 08:27
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Setuju dok, terimakasih banyak atas ilmunya.

12 Juni 2019, 19:16
dr. Syarif
dr. Syarif
Dokter Umum
Terima kasih Dok, sangat bermanfaat 😊
10 Juni 2019, 16:33
dr. Andre
dr. Andre
Dokter Umum

Alo dr. Anon!

Isu ini kami bahas pada artikel Alomedika berikut ini:

https://www.alomedika.com/skrining-kesehatan-mental-berkala-untuk-dokter

Dalam artikel tersebut, disampaikan bahwa memang hal yang menghambat dokter untuk mau memeriksakan diri ke psikiater/psikolog salah satunya adalah adanya stigma negatif, termasuk dari teman sejawatnya.

Nah, untuk masalah apa yang bisa dilakukan, menurut saya ada 2 poin:

Pertama, yakinkan bahwa pertolongan profesional dari psikiater tidak akan mempengaruhi masa koasnya, apalagi masa depannya sebagai dokter dan sebaliknya malah akan membuat si koas ini bisa menjalani stasenya dengan lebih baik.

Kedua, terus bangun tilikan adik koas ini. Seperti disampaikan di artikel, keinginan dokter untuk mencari bantuan profesional ditentukan dari tilikannya. Jadi ketika tilikan si adik koas bisa Anda bantu tingkatkan, dengan sendirinya keinginan untuk berobat akan terbangun.

10 Juni 2019, 17:47
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Terimakasih banyak dok,dari tilikan nya rendah. Masih sangat sulit untuk diadakan psikoedukasi dan konselingnya.

24 Oktober 2019, 10:19
Info yg bermanfaat dok 🙏
10 Juni 2019, 18:15
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
10 Juni 2019, 18:03
Kalau sudah curiga ke arah gangguan bipolar, mohon lebih bijaksana pemberian antidepresan y dok, karena bisa menginduksi mania.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.

Baik dok terimakasih banyak, barusan ada kesepakatan dengan residen kami untuk menghadap ke supervisor yg mnjadi bag. akademik kampus ybs dokter

10 Juni 2019, 18:59
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Sip 👍
Sukses terus y dok 👍
11 Juni 2019, 00:07
Sebisa mungkin kasusnya di lokalisir karena jika sampai ketahuan banyak orang maka risiko dek koas depresi tambah parah karena malu dan akhirnya mengundurkan diri atau bisa jadi malah percobaan bunuh diri (saya pernah tahu kasus demikian dok). Tekankan tentang saling percaya, dan kita semua berharap calon dokter ini jika benar bipola BISA SEMBUH dan jadi dokter dan nolong banyak nyawa kelak. Trims
11 Juni 2019, 05:30
dr. Fatnan Setyo Hariwibowo SpPD
dr. Fatnan Setyo Hariwibowo SpPD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
10 Juni 2019, 16:42
Alo dokter!
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.

Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!

Salam.
Siap dr uul,
Terima kasih sharingnya..
11 Juni 2019, 21:59
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Siap dr. Fatnan, sukses selalu 👍
24 Oktober 2019, 08:03
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

.

10 Juni 2019, 23:57
Selamat malam dok,

Ijin berbagi Kalau pengalaman saya dok saat jadi koas dulu, harus ada trust dulu. Mohon maaf dok ini berdasarkan pengalaman empiris, belum ditulis dalam bentuk jurnal ilmiah. 

Kalau sudah ada trust, jangankan disuruh dek koas sendiri yang akan cari sendiri psikolog / dosen psikolog / konsulen spKJ yang dia kenal (membuka diri untuk itu) untuk sesi konsultasi. jarang tilikan nya buruk 1 atau 2, karena dia tahu ilmunya, malah untuk diri sendiri / keluarga karena ada conflict of interest kita lebih sering over diagnosis jangan2 kita gini jangan2 kita gitu. 

Syukurnya di kampus kami ada dosen yang memang terbuka untuk itu, terapi mhs nya meski tanpa dibayar bahkan setelah itu mantan kliennya diberdayakan dengan mengikuti kegiatan kegiatan sosial. 

Barangkali sekarang kalau dokter pikir ysb butuh pertolongan, untuk memulai nya bisa diarahkan ke konsulen (psikolog/psikiater) di luar instansi rumah sakit dokter terlebih dahulu dengan alasan untuk konfidensial. Kemudian lihat respon, jika dek koas menerima saran dokter, tawarkan alternatif konsumen dalam RS dengan alasan lebih kekeluargaan (beliau pasti akan secara profesional dan konfidential membantu anda namun akan jauh menghemat cost karena kekeluargaan, padahal alasan utama nya adalah agar anda dapat memantau dengan lebih mudah perkembangannya). 

Mudah2an membantu dok. 
Mohon maaf bila ada yang kurang. 
11 Juni 2019, 21:05
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Terimakasih dokter atas sharingnya.

11 Juni 2019, 03:17
Tetap adakan pertemuan dgn supervisor tapi jgn terlalu formal agar dia tidak merasa sangat berat gangguannya
11 Juni 2019, 21:11
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Terimakasih dok

11 Juni 2019, 20:29
dr. Syarif
dr. Syarif
Dokter Umum
10 Juni 2019, 18:03
Kalau sudah curiga ke arah gangguan bipolar, mohon lebih bijaksana pemberian antidepresan y dok, karena bisa menginduksi mania.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.
Jika memang benar bipolar apakah ybs kelak bisa menjalankan profesi dokter dengan baik? Mungkin dokter pernah menemui kasus yang sama..
11 Juni 2019, 21:28
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum

Halo dokter Syarif.

Menurut saya tugas kita untuk membangun opini positif terkait masalah kejiwaan ini dan menghilangkan stigmatisasi di kalangan dokter itu sendiri, karena justru kita yang sudah memahami pasal ilmu psikatrik meski tidak sedalam sejawat Sp.KJ.

Saya mau sharing sekalian, pernah liat acara komunitas bipolar daerah tertentu dan saya sempat kaget ada beberapa dokter yang ikut jadi anggota dan pengidap bipolar, disitu saya mulai terbuka bahwa hambatan profesi seberat apapun bisa dihadapi meski itu isu yg dihadapi adalah kejiwaan. Cmiiw dok.

10 Juni 2019, 20:03
Terima kasih dokter atas informasinya 
11 Juni 2019, 04:17
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
dr. Zuhrotun Ulya, Sp.KJ, M.H.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
11 Juni 2019, 00:18
Saya setuju sekali jika setiap instansi pendidikan dan kesehatan bahwa setiap sebelum masuk FK, sebelum masuk Koskap, sebelum dikeluarkan STR baru selalu dilakukan skrining gangguan kejiwaan melalui psikometri. Harus ada regulasi untuk mengatur ini (barang kali dok dan TS Sp KJ bisa memperjuangkan ini)

Sama halnya sekarang di kepolisian surat izin mengemudi sekarang harus ada Surat Keterangan sehat dan Psikolog. Sebab selama studi, selama bekerja dengan work load yang tinggi ditambah masalah pribadi yang kompleks, kondisi kejiwaan seseorang dapat berubah. 

Di institusi pendidikan hal ini justru menjadi lebih krusial. Demikian pendapat saya. 
Ini sudah menjadi ketentuan formal & baku dok, saya kurang tau bagaimana pelaksanaannya di tempat dokter. Psikometri selalu menjadi kebutuhan. Di sebuah universitas atau fakultas ada badan khusus dibawah jajaran rektor atau dekan yg menangani bimbingan konseling untuk mahasiswa, di tingkat koas pun ada pendamping klinik nya juga diampu wewenang dibawah wakil dekan 3. Bahkan ada yg diampu dibawah tim etik fakultas dan medical education unit. 
Kalau di tempat dokter belum berlaku, pimpinan perlu diingatkan kembali.
11 Juni 2019, 05:13
10 Juni 2019, 16:42
Alo dokter!
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.

Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!

Salam.
Menarik sharingnya, Terima Kasih Dokter
11 Juni 2019, 08:24
dr. Kana Wulung A.I.P Sp.P
dr. Kana Wulung A.I.P Sp.P
Dokter Spesialis Paru
10 Juni 2019, 16:42
Alo dokter!
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.

Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!

Salam.
Thanks infonya dokk menarik sekali🙏
11 Juni 2019, 21:10
Anonymous
Anonymous
Dokter Umum
11 Juni 2019, 00:07
Sebisa mungkin kasusnya di lokalisir karena jika sampai ketahuan banyak orang maka risiko dek koas depresi tambah parah karena malu dan akhirnya mengundurkan diri atau bisa jadi malah percobaan bunuh diri (saya pernah tahu kasus demikian dok). Tekankan tentang saling percaya, dan kita semua berharap calon dokter ini jika benar bipola BISA SEMBUH dan jadi dokter dan nolong banyak nyawa kelak. Trims

Setuju dokter. Saya merasa memang masa depan dik koskap ini masih cerah, apalagi jika ditangani dini dan kontrol rutin.
Tapi yang sulit mungkin stigma dari masyarakat dan beberapa lingkungan rumah sakit itu sendiri yang justru membuat peserta didik makin depresi.
Dilema ya dok

12 Juni 2019, 15:50
Izin nyimak. Terimakasih dok asupan sharingnya. 
24 Oktober 2019, 09:49
10 Juni 2019, 16:42
Alo dokter!
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.

Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!

Salam.
Terimakasih sharingnya dok 🙏