Keamanan PPI pada Kehamilan

Oleh :
dr.Giovanny Azalia Gunawan

Keamanan obat golongan PPI atau proton pump inhibitor pada kehamilan, misalnya omeprazole, lansoprazole, dan rabeprazole, masih sering dipertanyakan oleh klinisi. Semua obat golongan PPI kecuali omeprazole sebenarnya termasuk dalam kategori B menurut FDA. Namun, masih ada keraguan mengenai dampak berbagai PPI terhadap janin, terutama omeprazole yang termasuk dalam kategori C menurut FDA.[1-3]

Gastroesophageal reflux disease (GERD) dikeluhkan oleh hampir 80% ibu hamil. Hal ini biasanya terjadi pada akhir trimester 1 dan berlanjut selama proses kehamilan. GERD juga sering dihubungkan dengan mual dan muntah berat yang terjadi selama hamil. Oleh karena itu, manajemen GERD yang efektif untuk ibu hamil diperlukan.[1-3]

PPIkehamilan

Terapi awal GERD pada kehamilan adalah diet dan modifikasi gaya hidup. Namun, bila kondisi tidak membaik, pasien sering diberikan terapi medikamentosa, termasuk obat golongan PPI. Artikel ini akan mengulas secara lebih detail mengenai hasil-hasil studi yang meneliti dampak penggunaan PPI terhadap luaran klinis janin.[2,4]

Kapan PPI Perlu Diberikan pada Ibu Hamil

Para ibu hamil berisiko mengalami GERD karena adanya perubahan hormonal selama kehamilan, yang disertai peningkatan tekanan abdominal yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada bagian abdomen.[3,5,6]

PPI merupakan obat lini keempat yang diberikan kepada ibu hamil apabila terapi lain seperti modifikasi gaya hidup, antasida, atau sukralfat tidak memberikan perubahan gejala yang berarti. Penggunaan PPI ini juga sering dikombinasi dengan antasida untuk outcome yang lebih baik.[3,5,6]

Pro dan Kontra Penggunaan PPI pada Ibu Hamil

Berdasarkan kategori FDA, semua PPI termasuk dalam kategori B kecuali omeprazole yang termasuk dalam kategori C. Kategori B berarti bahwa studi terhadap binatang percobaan tidak memperlihatkan risiko pada janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Sementara itu, kategori C berarti bahwa studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan risiko pada janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.[2,4]

PPI diperkirakan dapat melewati plasenta dengan cara memblokir transporter spesifik pada plasenta yang berfungsi sebagai pelindung janin dari zat berbahaya. Beberapa studi menemukan bahwa konsumsi PPI sebelum hamil maupun saat hamil dapat meningkatkan risiko malformasi pada janin. Namun, apakah risiko ini signifikan atau tidak masih menjadi perdebatan antar studi.[7,8]

Studi yang Menunjukkan Risiko Signifikan PPI pada Ibu Hamil

Suatu studi kohort berbasis populasi di Swedia mempelajari 1.089.514 kelahiran pada bulan Juli 2006 hingga Desember 2016. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan PPI sesaat sebelum kehamilan dan selama kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia (1,19 kali lipat), diabetes gestasional (1,29 kali lipat), persalinan preterm (1,23 kali lipat), dan small for gestational age (1,27 kali lipat).[8]

Menurut studi kohort tersebut, peningkatan risiko persalinan preterm dan risiko small for gestational age yang paling tinggi terjadi ketika PPI digunakan 3 bulan sebelum periode menstruasi terakhir hingga akhir trimester 1. Risiko persalinan preterm juga tinggi ketika PPI digunakan di trimester kedua. Sementara itu, risiko preeklampsia lebih tinggi ketika PPI digunakan di trimester kedua dan ketiga. Tidak ada hubungan antara dosis PPI dengan kejadian-kejadian ini.[8]

Li, et al. melakukan meta analisis terhadap 26 studi tentang risiko penggunaan PPI pada kehamilan. Hasil menunjukkan ada kenaikan risiko malformasi kongenital sebesar 1,28 kali akibat penggunaan PPI. Namun, penggunaan PPI tidak berkaitan signifikan dengan abortus, stillbirth, kematian perinatal, persalinan preterm, dan berat badan lahir rendah. Meta analisis ini menyatakan bahwa studi yang ada masih bersifat terlalu heterogen dan kurang kuat untuk memastikan risiko spesifik PPI.[4]

Studi yang Tidak Menunjukkan Risiko Signifikan PPI pada Ibu Hamil

Suatu studi kohort lain yang berbasis populasi di Korea Selatan juga telah mempelajari 2.696.216 kehamilan sejak tahun 2010 hingga 2020. Hasil studi ini menunjukkan bahwa penggunaan PPI pada trimester 1 memang dapat sedikit menaikkan risiko malformasi kongenital mayor dan risiko penyakit jantung bawaan. Namun, peningkatan tersebut dinilai tidak substansial, sehingga PPI tidak disebut sebagai teratogen mayor.[7]

Dalam studi kohort di Korea Selatan tersebut, kenaikan risiko adalah: 1,07 kali untuk malformasi kongenital mayor; 1,09 kali untuk penyakit jantung bawaan; dan 1,02 kali untuk cleft palate.[7]

Suatu studi kohort lainnya di Denmark mempelajari 840.968 kelahiran hidup dari 1996 hingga 2008. Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara penggunaan PPI pada trimester 1, 2, maupun 3 dengan risiko malformasi kongenital mayor. Risiko hanya meningkat minimal, yaitu 1,04 kali.[9]

Namun, menurut studi kohort di Denmark tersebut, ada peningkatan risiko malformasi kongenital yang cukup signifikan (1,31 kali) jika PPI digunakan 1–4 minggu sebelum konsepsi. Oleh sebab itu, studi tersebut menyarankan untuk menghindari konsumsi PPI 1–4 minggu sebelum konsepsi.[9]

Suatu meta analisis terhadap 5.618 kehamilan yang terpapar PPI di trimester 1 juga menyatakan bahwa paparan tersebut tidak berkaitan dengan kenaikan risiko malformasi kongenital yang signifikan. Namun, pelaku meta analisis mengatakan bahwa studi-studi yang terlibat memang merupakan studi observasional yang berisiko bias cukup tinggi. Oleh sebab itu, dampak PPI belum dapat dikonfirmasi, terutama dampak tiap-tiap PPI secara spesifik.[10]

Kesimpulan

Saat ini, semua obat PPI kecuali omeprazole termasuk dalam kategori B menurut FDA. Omeprazole merupakan satu-satunya yang termasuk dalam kategori C. Namun, masih terdapat perdebatan di kalangan medis mengenai keamanan berbagai PPI untuk ibu hamil dan janin karena masih terbatasnya data klinis.

Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan PPI sesaat sebelum hamil atau saat hamil dapat meningkatkan risiko malformasi kongenital, persalinan preterm, dan bahkan preeklampsia. Namun, ada juga beberapa studi yang menunjukkan bahwa penggunaan PPI tidak berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi kongenital dan persalinan preterm yang signifikan, bahkan ketika digunakan di trimester 1 yang merupakan masa utama organogenesis.

Mayoritas data yang ada berasal dari studi observasional yang berisiko bias dan masih bersifat sangat heterogen, sehingga kesimpulan pasti sulit ditarik. Untuk saat ini, terapi utama untuk keluhan GERD pada ibu hamil masih berupa modifikasi gaya hidup, yang bisa diikuti dengan pemberian antasida atau sukralfat. PPI diberikan jika terapi-terapi tersebut tidak efektif dan jika manfaatnya dinilai lebih besar daripada risikonya.

Wanita usia produktif yang berencana hamil juga idealnya dianjurkan untuk menghindari konsumsi PPI sekitar 1–4 minggu sebelum konsepsi.

Referensi