Efikasi Zimislecel Sebagai Terapi Sel Punca pada Diabetes Tipe 1 – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Qorry Amanda, M.Biomed

Stem Cell-Derived, Fully Differentiated Islets for Type 1 Diabetes

Reichman TW, Markmann JF, Odorico J, et al; VX-880-101 FORWARD Study Group. New England Journal of Medicine. 2025. 393(9):858-868. doi: 10.1056/NEJMoa2506549.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Zimislecel merupakan terapi sel pulau pankreas (islet-cell therapy) yang berasal dari sel punca alogenik. Data mengenai keamanan dan efektivitas zimislecel pada penderita diabetes tipe 1 masih diperlukan.

Metode: Peneliti melakukan uji klinis fase 1–2 terhadap zimislecel pada penderita diabetes tipe 1. Pada bagian A, peserta menerima setengah dosis zimislecel (0,4 × 10⁹ sel) melalui infus tunggal ke dalam vena porta, dengan opsi pemberian dosis setengah berikutnya dalam kurun waktu 2 tahun. Pada bagian B dan C, peserta menerima dosis penuh zimislecel (0,8 × 10⁹ sel) melalui infus tunggal. Semua peserta juga mendapat terapi imunosupresif bebas glukokortikoid.

Luaran primer pada bagian A adalah keamanan. Luaran primer pada bagian C adalah bebas dari kejadian hipoglikemia berat selama hari ke-90 hingga ke-365, dengan kadar HbA1c<7% atau penurunan ≥1 poin persentase dari nilai dasar HbA1c pada satu atau lebih waktu antara hari ke-180 hingga ke-365. Luaran sekunder pada bagian C mencakup keamanan dan kemandirian dari insulin pada hari ke-180 hingga ke-365.

Penilaian luaran primer dan sekunder pada bagian C mencakup peserta yang menerima dosis penuh zimislecel melalui infus tunggal pada bagian B atau C. Deteksi C-peptida serum selama 4-hour mixed-meal tolerance test digunakan untuk menilai engraftment dan fungsi sel islet. Semua analisis bersifat interim dan tidak ditentukan sebelumnya.

Hasil: Sebanyak 14 peserta (2 di bagian A dan 12 di bagian B dan C) menyelesaikan minimal 12 bulan tindak lanjut dan dimasukkan dalam analisis. C-peptida tidak terdeteksi pada awal di semua peserta. Setelah infus zimislecel, semua peserta menunjukkan engraftment dan fungsi sel islet, dibuktikan dengan deteksi C-peptida.

Neutropenia adalah efek samping serius yang paling umum, terjadi pada 3 peserta. Dua kematian terjadi, yang mana satu disebabkan oleh meningitis kriptokokus dan satu akibat demensia berat dengan agitasi karena progresi gangguan neurokognitif yang sudah ada sebelumnya.

Semua 12 peserta pada bagian B dan C bebas dari kejadian hipoglikemia berat dan memiliki HbA1c <7%; mereka menghabiskan lebih dari 70% waktu dalam rentang glukosa target (70–180 mg/dL). Sepuluh dari 12 peserta (83%) mencapai kemandirian insulin dan tidak lagi menggunakan insulin eksogen pada hari ke-365.

Kesimpulan: Hasil dari penelitian kecil jangka pendek pada pasien dengan diabetes tipe 1 ini mendukung hipotesis bahwa zimislecel sebagai sel punca dapat mengembalikan fungsi fisiologis sel islet, sehingga perlu dilakukan penelitian klinis lebih lanjut.

Zimislecel Sebagai Terapi Sel Punca pada Diabetes Tipe 1

Ulasan Alomedika

Penggunaan zimislecel pada diabetes melitus tipe 1 diteliti karena merupakan terapi berbasis sel punca yang berpotensi mengatasi penyebab utama penyakit ini, yaitu dengan memulihkan kemampuan pankreas memproduksi insulin. Hal ini dapat mengarah pada penyembuhan fungsional dan kemandirian terhadap insulin pada pasien diabetes melitus tipe 1.

Ulasan Metode

Penelitian ini merupakan uji klinis fase 1–2 yang melibatkan 14 peserta dengan diabetes tipe 1 yang menyelesaikan minimal 12 bulan tindak lanjut. Desain dibagi menjadi tiga bagian:

  • Pada bagian A, dua peserta menerima setengah dosis zimislecel (0,4×10⁹ sel) sebagai satu kali infus ke vena porta dengan opsi infus ulang dalam dua tahun
  • Pada bagian B dan C, 12 peserta menerima dosis penuh zimislecel (0,8×10⁹ sel) sebagai satu kali infus.

Semua peserta juga mendapatkan terapi imunosupresif tanpa glukokortikoid. Luaran primer pada bagian A adalah keamanan, sedangkan pada bagian C adalah bebas dari hipoglikemia berat pada hari ke-90 sampai ke-365 dengan HbA1c <7% atau penurunan ≥1 poin persentase dari baseline pada satu atau lebih titik waktu antara hari ke-180 hingga 365. Luaran sekunder di bagian C meliputi keamanan dan kemandirian insulin antara hari ke-180 hingga 365.

Penilaian luaran primer dan sekunder di bagian C mencakup semua peserta yang menerima dosis penuh zimislecel di bagian B maupun C, sedangkan deteksi serum C-peptida melalui 4-hour mixed-meal tolerance test digunakan untuk menilai engraftment dan fungsi sel islet.

Seluruh analisis dilaporkan sebagai interim dan tidak diprespesifikasi. Selain itu, meski penelitian ini merupakan integrasi dari uji klinis fase 1–2, peneliti tidak membedakan secara jelas di mana batas antara fase 1 dan fase 2 berdasarkan tiga bagian yang dijalankan.

Ulasan Hasil

Penelitian fase 1–2 ini menunjukkan bahwa pemberian zimislecel, terapi sel islet pankreas yang berasal dari sel punca alogenik, berhasil menghasilkan engraftment dan fungsi sel islet pada seluruh peserta. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kadar C-peptida yang sebelumnya tidak terdeteksi sama sekali pada baseline. Dengan kata lain, terapi ini secara biologis mampu memulihkan kapasitas produksi insulin endogen.

Selain itu, pada peserta yang menerima dosis penuh (bagian B dan C), seluruhnya bebas dari hipoglikemia berat selama periode observasi hari ke-90 hingga 365. Kadar HbA1c yang dicapai <7% pada semua peserta, dengan lebih dari 70% waktu berada dalam rentang target glukosa (70–180 mg/dL). Temuan ini menunjukkan kontrol glikemik yang optimal tanpa kebutuhan insulin eksogen pada sebagian besar pasien.

Secara klinis, 83% peserta (10 dari 12) yang menerima dosis penuh mencapai kemandirian dari insulin pada hari ke-365. Hal ini menandakan potensi zimislecel untuk memberikan penyembuhan fungsional pada diabetes tipe 1, berbeda dengan terapi konvensional yang hanya mengelola gejala tanpa menggantikan fungsi sel beta.

Neutropenia merupakan kejadian paling umum, dilaporkan pada tiga peserta, dan terdapat dua kasus kematian yang terkait kondisi infeksi oportunistik serta perburukan gangguan neurokognitif yang sudah ada sebelumnya.

Kelebihan Penelitian

Salah satu kekuatan utama penelitian ini adalah desain uji klinis fase 1–2 yang secara sistematis mengevaluasi keamanan dan efektivitas zimislecel pada pasien diabetes tipe 1. Dengan membagi penelitian ke dalam beberapa bagian (A, B, dan C), peneliti dapat secara bertahap menilai respon terhadap dosis parsial maupun penuh, sekaligus meminimalkan risiko awal bagi peserta.

Luaran penelitian yang dipilih juga relevan secara klinis. Bebas dari hipoglikemia berat, perbaikan HbA1c, serta kemandirian dari insulin merupakan luaran yang bermakna bagi praktik klinis. Penambahan parameter biologis berupa deteksi C-peptida juga memberi basis bukti mengenai efek engraftment dan efek terhadap fungsi sel beta.

Limitasi Penelitian

Keterbatasan utama penelitian ini adalah ukuran sampel yang kecil, hanya mencakup 14 peserta yang dianalisis dengan pemantauan minimal 12 bulan. Jumlah ini terlalu terbatas untuk menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasi ke populasi luas penderita diabetes mellitus tipe 1. Masa pemantauan yang relatif singkat juga belum bisa menunjukkan efek jangka panjang dari intervensi ini.

Selain itu, analisis yang dilakukan bersifat interim dan tidak ditentukan sebelumnya (not prespecified). Hal ini meningkatkan risiko bias interpretasi data dan membatasi kekuatan bukti yang dihasilkan. Uji klinis lanjutan dengan desain prospektif, luaran penelitian yang ditentukan sejak awal, serta periode observasi lebih panjang masih diperlukan untuk memvalidasi temuan.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil studi ini menunjukkan bahwa zimislecel berpotensi menjadi terobosan terapi regeneratif pada diabetes melitus tipe 1 dengan memulihkan fungsi sel beta, memperbaiki kontrol glikemik, dan bahkan memungkinkan kemandirian dari insulin.

Dalam konteks Indonesia, temuan ini relevan karena diabetes melitus tipe 1 meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan diabetes melitus tipe 2, tetap menimbulkan beban klinis signifikan akibat risiko hipoglikemia, keterbatasan akses insulin, serta kualitas hidup pasien yang menurun. Jika terbukti aman dan efektif dalam jangka panjang, terapi seperti zimislecel dapat menjadi alternatif signifikan, terutama bagi pasien yang kesulitan mengendalikan glukosa dengan insulin eksogen.

Referensi