Skrining Diabetes Mellitus Tipe 1 Pada Anak, Perlukah?

Oleh :
dr. Meisa Puspitasari SpA., MKes

Perlu tidaknya dilakukan skrining diabetes mellitus tipe 1 pada anak masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli menganggap bahwa skrining dapat memberi efek menguntungkan jangka panjang, namun masih banyak pula yang tidak sependapat. Diabetes mellitus tipe 1 adalah suatu penyakit kronis di mana pankreas sedikit atau bahkan sama sekali tidak memproduksi insulin.[1]

Secara histopatologi, diabetes mellitus tipe 1 ditandai dengan menurunnya jumlah sel beta pankreas, disertai infiltrasi sel mononuklear di pulau Langerhans pankreas. Pada kebanyakan kasus, pasien diabetes mellitus tipe 1 datang ke fasilitas kesehatan dalam keadaan akut, yaitu sudah dalam kondisi ketoasidosis diabetik (KAD), yang tentunya dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.[1,2]

Skrining Diabetes Mellitus Tipe 1 Pada Anak-min

Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Perannya dalam Skrining

Walaupun penyebab pasti dari diabetes mellitus tipe 1 belum diketahui, terdapat beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi, antara lain:

  • Riwayat diabetes mellitus tipe 1 di keluarga. Risiko meningkat pada anak yang orang tua atau saudara sekandungnya mengalami diabetes mellitus tipe 1 (keluarga tingkat pertama).
  • Infeksi virus diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 1. Studi telah menunjukkan bahwa imunoreaktivitas protein VP1 enteroviral lebih sering terdeteksi pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 dibandingkan kontrol.
  • Seseorang yang memiliki autoantibodi terhadap sel beta pankreas di tubuhnya, seperti antibodi glutamic acid decarboxylase (GAD), islet cell antibodies to membranous tyrosine phosphatase (ICA-512), islet cell antibodies (ICA), dan insulin autoantibodies (IAA) berisiko lebih tinggi untuk mengalami diabetes mellitus tipe 1.[1-3]

Dari berbagai faktor risiko yang diidentifikasi, banyak studi menyasar deteksi autoantibodi sebagai alat skrining. Deteksi autoantibodi dapat dilakukan dengan menggunakan darah perifer, dimana pasien yang didapatkan memiliki autoantibodi kemudian dapat menjalani pemeriksaan lanjutan.[4-6]

Potensi Manfaat Skrining pada Diabetes Mellitus Tipe 1

Saat ini, skrining untuk diabetes mellitus tipe 1 belum dianjurkan oleh pedoman klinis. Hal ini dikarenakan pasien biasanya datang dengan onset gejala yang akut, serta belum ada nilai ambang yang tersedia untuk uji skrining antibodi. Selain itu, belum ada regimen pengobatan yang dapat diberikan pada pasien asimptomatik dan belum ada obat yang tersedia untuk mencegah penyakit pada orang yang secara genetik berisiko mengalami diabetes mellitus tipe 1.[4,7]

Meski demikian, berbagai bukti ilmiah telah muncul terkait potensi manfaat melakukan diagnosis dini pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 sebelum mengalami ketoasidosis diabetik (KAD). Sebuah studi observasional yang dilakukan pada 3364 anak dan remaja di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ketoasidosis diabetik saat diagnosis berkaitan dengan kontrol glikemik yang lebih buruk yang akan meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang.[8]

Studi lain yang melibatkan 57.000 pasien diabetes mellitus tipe 1 menunjukkan bahwa tidak adanya ketoasidosis diabetik pada saat diagnosis berkaitan dengan lebih sedikit episode hipoglikemia berat dan ketoasidosis setelah 10 tahun.[9]

Potensi Risiko Skrining pada Diabetes Mellitus Tipe 1

Skrining diabetes mellitus tipe 1 berpotensi memberi dampak psikologis pada pasien yang mendapat hasil positif. Pasien ditakutkan bisa mengalami kecemasan dan depresi bermakna karena menyadari bahwa dirinya mengalami suatu kondisi yang saat ini belum ada obat penyembuhnya. Hal ini dapat menurunkan motivasi dan menyebabkan perubahan perilaku.[4,6,10]

Selain itu, masih banyak hal belum terjawab melalui bukti ilmiah adekuat. Salah satunya adalah bagaimana dampak skrining universal diabetes mellitus tipe 1 terhadap pembiayaan kesehatan. Belum diketahui pula populasi mana yang akan mendapat manfaat terbanyak dari skrining diabetes mellitus tipe 1.[4]

Cara Skrining Diabetes Mellitus Tipe 1

Manfaat utama dari skrining diabetes mellitus tipe 1 bukanlah untuk mencegah terjadinya penyakit, melainkan untuk mencegah terjadinya KAD. Dengan dilakukannya skrining, diharapkan diagnosis diabetes mellitus tipe 1 dapat ditegakkan lebih dini, yaitu saat sel beta pankreas yang masih berfungsi masih berjumlah lebih banyak. Hal ini diharapkan akan menurunkan kebutuhan terapi insulin, kadar HbA1C, dan risiko komplikasi.[4]

Skrining Menggunakan Uji Antibodi

Seperti telah disebutkan di atas, orang yang memiliki autoantibodi terhadap sel beta pankreas lebih berisiko mengalami diabetes mellitus tipe 1. Autoantibodi terkait diabetes mellitus tipe 1 berpotensi menjadi alat skrining yang berguna. Dalam analisis dari 3 studi kohort prospektif, 84% anak dengan 2 atau lebih autoantibodi mengalami diabetes selama 15 tahun pemantauan.[5]

Dalam sebuah studi lain di Bavaria, Jerman, dilakukan penapisan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan uji autoantibodi pada 90.632 anak dengan rerata usia 3,1 tahun. Dari keseluruhan partisipan, 280 (0,31%) terdeteksi memiliki diabetes mellitus tipe 1 presimptomatik. Jumlah tersebut mencakup stadium 1 pada 196 partisipan (0,22%); stadium 2 pada 17 partisipan (0,02%); serta stadium 3 pada 26 partisipan (0,03%). Risiko kumulatif 3 tahun untuk diabetes mellitus tipe 1 stadium 3 pada 280 anak dengan diabetes presimptomatik adalah 24,9%.[6]

Kesimpulan

Meskipun skrining diabetes mellitus tipe 1 belum direkomendasikan oleh pedoman klinis, berbagai bukti ilmiah telah menunjukkan potensi manfaatnya. Mendiagnosis diabetes mellitus tipe 1 secara lebih dini telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian ketoasidosis diabetik dan hipoglikemia yang lebih rendah. Pendekatan diagnosis dini dengan skrining ini layak dipertimbangkan dan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui cara skrining terbaik dan populasi mana yang akan mendapat manfaat terbanyak.

Referensi