Angka penggunaan dialisis peritoneal di Indonesia dilaporkan masih sangat rendah meskipun angka penderita penyakit ginjal kronis dilaporkan meningkat. Hemodialisis masih menjadi pilihan utama dialisis, sedangkan dialisis peritoneal jarang ditawarkan sebagai opsi bagi pasien. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini.[1-3]
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit kompleks yang menyerang 13,4% dari populasi di dunia. PGK berkembang pesat seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia dan peningkatan prevalensi diabetes mellitus tipe 2, obesitas, hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. Seiring dengan perjalanan penyakitnya, PGK dapat menimbulkan disfungsi ginjal dan berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir di mana pasien hanya dapat diterapi dengan terapi pengganti ginjal.[2,3]
Berdasarkan data Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2018, terdapat 132.142 pasien aktif yang mendapat terapi pengganti ginjal dengan peningkatan jumlah pasien baru hingga 2 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya pasien dengan kebutuhan terapi pengganti ginjal, perlu dipertimbangkan terapi pengganti ginjal yang bersifat berkesinambungan, efektif, serta mudah diakses di Indonesia.[2,3]
(Konten ini khusus untuk dokter. Registrasi untuk baca selengkapnya)