Manfaat Demam: Tunda atau Turunkan dengan Cepat?

Oleh :
dr. Nurul Falah

Manfaat demam seringkali diabaikan oleh beberapa dokter maupun pasien, karena tidak sedikit yang beranggapan bahwa suhu tubuh yang tinggi sangat berbahaya dan harus segera diturunkan.[1,2]

Banyak dokter segera mengatasi demam saat suhu tubuh pasien mencapai 38℃. Tidak sedikit pula dokter yang panik saat suhu tubuh pasien mencapai 40℃. Padahal, adanya demam kemungkinan besar menandakan bahwa sistem imun manusia sedang bekerja untuk melawan infeksi dari mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan lainnya.[1,2]

shutterstock_281791346-min

Demam sendiri adalah kenaikan suhu tubuh yang ditandai oleh kenaikan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Demam umumnya adalah respon kardinal terhadap infeksi, meskipun demikian demam juga dapat terjadi karena penyebab non-infeksi.[1,3]

Demam dapat dengan mudah diatasi dengan pemberian obat antipiretik seperti paracetamol dan ibuprofen. Meski demikian, penggunaan antipiretik pada saat demam juga masih menjadi kontroversi karena diduga dapat mengganggu mekanisme sistem imun dalam melawan penyakit.

Tingginya suhu tubuh saat demam juga tidak selalu berkaitan dengan progresivitas penyakit. Selain itu, seringkali demam hanya berlangsung dalam waktu singkat. Dengan demikian haruskah kita segera mengobati demam? Apakah demam bermanfaat dalam kondisi infeksi?[4,5]

Sekilas Mengenai Demam

Demam secara umum dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Penyebab demam karena infeksi antara lain bakteri, virus, dan mikroorganisme lainnya. Sementara itu, penyebab demam karena non-infeksi antara lain seperti dehidrasi, alergi, stres, olahraga berat, tirotoksikosis, penyakit keganasan atau kanker,dan cidera.[1,2]

Pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi diatur oleh hipotalamus. Secara umum hipotalamus menerima rangsang dari suhu tubuh bagian dalam melalui suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas yang ada di kulit, kemudian otak memberikan respon untuk mempertahankan suhu dengan menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan panas.[1,3]

Hipotalamus posterior berfungsi sebagai pusat pengatur yang bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas bila suhu luar lebih rendah. Hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur pengeluaran panas bila suhu luar tubuh lebih tinggi.[1,3]

Mekanisme perubahan suhu tubuh sendiri dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu susunan saraf, biokimia, dan hormonal. Suhu tubuh diproduksi dari metabolisme tubuh yang berguna untuk kelancaran aliran darah dan reaksi kimia di dalam tubuh.[1,4]

Mekanisme Demam

Demam merupakan kondisi peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel kupffer mengeluarkan sitokin yang berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi di hipotalamus.[2,5]

Sebagai respon terhadap pengeluaran sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin-E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh. Berdasarkan sinyal tersebut, hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan bukan suhu normal.[1,5]

Meskipun demam memainkan peran utama dalam menjaga tubuh host dari penyakit infeksi, pada beberapa situasi, demam memang dapat berbahaya jika tidak segera ditangani. Demam dapat meningkatkan cardiac output, konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, dan dapat memicu gangguan fungsi jantung pada pasien. Sehingga dokter perlu berhati-hati saat mengatasi gejala demam.[2,4]

Dampak Penundaan Pemberian Obat Antipiretik untuk Tatalaksana Demam

Demam seringkali menimbulkan penderitaan, sehingga seringkali pasien segera mengkonsumsi obat antipiretik saat suhu tubuh dirasa meningkat. Mengatasi demam juga seolah menjadi standar rutin pada pelayanan di ruang rawat intensif pada rumah sakit. Antipiretik seperti paracetamol dan ibuprofen telah secara luas digunakan untuk mengatasi demam.[2,4]

Namun jika melihat dari studi yang melibatkan 72 anak yang mengalami chickenpox, anak yang tidak diberikan obat antipiretik dapat pulih lebih cepat. Senada dengan studi tersebut, sebuah studi yang melibatkan 56 pasien yang terinfeksi virus yang memicu common cold, pasien yang mengkonsumsi obat antipiretik cenderung mengalami penyakit infeksi yang lebih lama.[1]

Sementara itu, pasien yang sempat dirawat di ruang perawatan intensif dengan infeksi dan memiliki suhu sedikit lebih tinggi cenderung pulih lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang memiliki suhu normal ataupun lebih tinggi dari 40℃. Pada studi lainnya, pemberian obat antipiretik pada pasien dengan demam meningkatkan mortalitas sebesar 5% pada populasi yang terinfeksi virus influenza dan secara negatif mempengaruhi aspek outcome pasien di ruang rawat intensif.[1]

Hal ini diduga akibat replikasi bakteri dan virus lebih mudah pada suhu di bawah 37℃. Dari hal ini muncul hipotesis bahwa dengan adanya peningkatan suhu tubuh kemungkinan akan memperlambat kemampuan mikroorganisme untuk berkembang biak.[1]

Bukti Klinis Manfaat Demam pada Reaksi Sistem Imun terhadap Penyakit Infeksi

Demam tidak selalu merugikan bagi tubuh, karena seringkali demam dapat bermanfaat untuk membantu sistem imun bekerja lebih efisien. Sel-sel imun yang bekerja pertama kali saat terjadi infeksi, seperti sel dendritik, makrofag dan neutrofil dapat muncul lebih cepat serta meningkat daya kerjanya dalam menyerang agen infeksius pada suhu tubuh sekitar 38 sampai 40℃.[1,2]

Demam juga memungkinkan sel-sel tersebut dalam merangsang dan mengaktivasi sel T, yang dapat mengkoordinasikan respon imun adaptif jangka panjang, misalnya untuk produksi antibodi. Sel T dan antibody-producing B cells juga dapat merespon sinyal dari sistem imun pada kisaran suhu 38 sampai 40℃.[1,2]

Studi terkini juga memberikan pandangan baru mengenai manfaat demam pada sistem imun. Suhu tubuh 40℃ dapat membantu sel T keluar dari darah dan segera menuju ke pusat infeksi, dengan membentuk suatu protein yang memungkinkan sel T melekat pada dinding pembuluh darah.[1]

Menaikkan suhu tubuh hanya dengan beberapa derajat juga dapat mempercepat respon imun seluler yang mengontrol pengaktifan satu set gen pemicu peradangan, berdasarkan studi oleh Mike White di Universitas Manchester bersama dengan rekan-rekannya. Terlihat perubahan dramatis dalam pengaturan respon imun seluler ini, di mana hampir setiap derajat dapat membuat perbedaan.[1]

Demam Meningkatkan Fungsi Sistem Imun

Sejumlah studi menunjukkan bahwa suhu tubuh yang meningkat secara substansial dapat meningkatkan potensi fagositik sel dendritik, selain itu produksi interferon-α (IFNα) juga akan bertambah sebagai respons terhadap infeksi virus. Pemanasan dari sel dendritik yang belum matang juga meningkatkan ekspresi TLR2 dan TLR4, menunjukkan peran sinyal termal dalam meningkatkan penginderaan patogen oleh sel imun bawaan.

Suhu tubuh saat demam semakin meningkatkan ekspresi sel dendritik dari molekul MHC kelas I dan kelas II dan molekul ko-stimulasi, termasuk CD80 dan CD86, serta dapat meningkatkan sekresi sitokin polarisasi sel Th1 IL-12 dan TNF. Laporan tambahan menunjukkan peran suhu tubuh saat demam dalam meningkatkan migrasi sel penyaji antigen (APC), seperti sel Langerhans kulit, untuk mengeringkan kelenjar getah bening.[2]

Kondisi ini jarang dijumpai dalam sistem biologis. Bahkan irama sirkadian tidak peka terhadap perubahan suhu. Hal ini memberi kesan bahwa demam kemungkinan merupakan strategi yang disengaja oleh tubuh untuk meningkatkan pertahanan sistem imun dalam menghadapi infeksi. Semua hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan kapan dan bagaimana demam harus ditangani.[1]

Bukti Klinis Penundaan Pemberian Antipiretik pada Anak dan Dewasa

Peters et al. melakukan studi terhadap 100 anak yang sakit kritis dengan dugaan infeksi. Peters mencoba menyelidiki apakah memungkinkan untuk membiarkan suhu meningkat sampai 39,5℃ sebelum memberikan obat antipiretik, bukan 38℃ yang merupakan standar tatalaksana demam di sebagian besar rumah sakit Inggris. Anak-anak ini tetap diberikan terapi lain.[1,6]

Studi ini menunjukkan bahwa tidak terdapat efek yang merugikan dari penundaan pemberian obat antipiretik, tetapi studi ini tidak dirancang untuk membuktikan apakah penundaan pemberian obat antipiretik dapat membantu pemulihan yang lebih cepat.[1,6]

Sementara itu, pada salah satu studi meta-analisis yang melibatkan 1413 pasien yang dirawat di ICU, mencoba membandingkan outcome dari tatalaksana demam yang lebih aktif dan kurang aktif. Sebanyak 707 pasien diberikan tatalaksana demam yang lebih aktif, dan 706 pasien diberikan tatalaksana demam yang kurang aktif.[1,7]

Dari studi ini tidak terdapat perbedaan dalam survival rate antara pasien yang menerima tatalaksana demam lebih aktif dibandingkan pasien yang menerima perawatan demam yang kurang aktif. Studi ini membantah hipotesis bahwa tatalaksana demam yang lebih aktif dapat meningkatkan survival rate bila dibandingkan dengan tatalaksana demam yang kurang aktif.[1,7]

Sementara itu, hingga saat ini kita tidak dapat menyimpulkan apakah demam itu baik ataukah buruk. Satu-satunya metode praktis untuk menjawab kapan dan bagaimana demam harus ditangani adalah dengan melakukan uji klinis pada populasi tertentu yang mengalami penyakit tertentu dan menggunakan obat pereda demam tertentu.[2,4]

Kesimpulan

Suhu tubuh yang tinggi saat demam selama ini dianggap sangat berbahaya dan harus segera diturunkan dengan aktif melalui terapi farmakologis. Padahal, adanya demam kemungkinan besar menandakan bahwa sistem imun manusia sedang bekerja untuk melawan infeksi dari mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan lainnya.

Komponen seluler dari sistem imun telah muncul sebagai komponen sentral yang secara aktif mendorong induksi demam selain berfungsi sebagai efektor yang sensitif terhadap suhu panas. Selain itu, kompleksitas jalur molekuler yang mengkoordinasikan respons saat demam dicerminkan oleh beragam jenis sel yang dipengaruhi oleh suhu hipertermia, antara lain seperti sel dendritik, makrofag, sel NK, neutrofil, limfosit T dan B, dan sel endotel vaskular.

Hal ini memberikan gambaran bahwa demam kemungkinan merupakan strategi yang disengaja oleh tubuh untuk meningkatkan pertahanan sistem imun dalam menghadapi infeksi. Beberapa studi menunjukkan hasil yang bermanfaat dari penundaan pemberian antipiretik pada saat demam sampai suhu tubuh mencapai 38℃.

Meski demikian, hingga saat ini belum dapat disimpulkan apakah demam itu baik ataukah buruk. Satu-satunya metode praktis untuk menjawab kapan dan bagaimana demam harus ditangani adalah dengan melakukan uji klinis pada populasi tertentu yang mengalami penyakit tertentu dan menggunakan obat pereda demam tertentu.

 

Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari

Referensi