Akurasi Pengukuran Suhu Tubuh

Oleh :
dr.Krisandryka

Akurasi pengukuran suhu tubuh dapat bervariasi tergantung teknik pengukuran yang digunakan. Suhu tubuh dapat diukur di area aksila, rektal, oral, timpani, dan perkutan. Rentang suhu tubuh normal adalah 37,2–37,8°C. Pengukuran suhu tubuh yang akurat berperan penting untuk menunjang diagnosis bermacam kondisi, misalnya demam dengue, tifoid, atau heat stroke.[1]

Idealnya, pengukuran suhu dilakukan dengan termometer yang noninvasif, higienis, nyaman, dan berbiaya terjangkau. Selain itu, termometer sebaiknya bisa menghasilkan nilai suhu yang paling mendekati core body temperature (CBT).[1,2]

shutterstock_1888040335-min

Saat ini terdapat bermacam tipe termometer yang bisa dipilih, misalnya termometer raksa dan termometer digital. Selain itu, termometer juga bisa dibedakan menjadi termometer kontak dan nonkontak. Termometer raksa merupakan jenis yang paling umum ditemukan tetapi memiliki risiko toksisitas bila kacanya pecah.

Lokasi pengukuran suhu juga bervariasi. Lokasi yang bisa dipilih adalah rongga mulut, membran timpani, arteri pulmonal, aksila, rektum, esofagus, dan saluran cerna. Namun, area permukaan tubuh yang paling mudah diakses untuk pengukuran suhu dalam praktik sehari-hari adalah mulut, dahi, telinga, dan aksila. Saat ini belum ada konsensus mengenai metode pengukuran suhu tubuh yang terbaik.[1,2]

Beragam Pengukuran Suhu Tubuh

Dalam praktik klinis, terdapat tiga tipe suhu tubuh yang umum digunakan, yakni suhu tubuh inti (core body temperature), suhu tubuh permukaan (surface body temperature), dan suhu tubuh basal (basal body temperature).[2]

Suhu Tubuh Inti

Core body temperature (CBT) lebih disukai untuk mengevaluasi suhu tubuh fisiologis yang diperlukan agar fungsi tubuh berlangsung normal. CBT merupakan suhu bagian dalam tubuh yang dianggap paling mendekati suhu operasional organ dalam, seperti otak, jantung, dan liver.[2]

Lokasi pengukuran CBT adalah rektum, esofagus, saluran cerna, nasofaring, kandung kemih, uterus, dan arkus aorta. CBT pada arkus aorta dianggap sebagai suhu tubuh yang paling akurat. Namun, secara klinis, standar baku emas pemeriksaan CBT adalah suhu pada rektum.[2]

Suhu Tubuh Permukaan

Lokasi pengukuran surface body temperature (SBT) yang umum digunakan adalah sublingual, aksila, selangkangan, leher, telinga (membran timpani maupun saluran auditorius eksternal), toraks, dahi, dan permukaan tubuh lainnya. SBT biasanya lebih rendah daripada CBT, dengan selisih sekitar 0,5° Celsius.[2]

Pengukuran SBT bersifat lebih mudah dan noninvasif tetapi lebih mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Kontak yang kurang tepat antara permukaan tubuh dan termometer dapat menghasilkan suhu yang tidak akurat akibat artefak. Minuman panas, minuman dingin, atau aliran napas dapat memengaruhi suhu tubuh oral.[2]

Suhu Tubuh Basal

Basal body temperature (BBT) merupakan suhu tubuh dalam laju metabolik terendah, yang biasanya terjadi saat tidur. BBT umum digunakan untuk mengevaluasi siklus menstruasi. Suhu tubuh basal ini diukur secara sublingual pada pagi hari tepat setelah bangun tidur, sebelum pasien melakukan aktivitas fisik apa pun.[2]

Pengukuran Suhu Aksila

Untuk mengukur suhu tubuh di aksila, goyangkan termometer raksa hingga air raksa berada di bawah tanda 35° Celsius lalu tempatkan termometer di fossa aksilaris. Baca hasil pengukuran setelah 5 menit.[1]

Keunggulan dan Kekurangan

Pengukuran suhu aksila memiliki presisi yang cukup baik dan bersifat sederhana, sehingga mudah digunakan dalam praktik sehari-hari. Akan tetapi, berdasarkan studi Asadian et al., pengukuran suhu aksila memiliki sensitivitas rendah (52%) dan memiliki 60% agreement bila dibandingkan metode pengukuran suhu standar (nasofaring) pada penelitian tersebut.[1]

Hal tersebut senada dengan studi Jahanpour et al. Karena itu, kedua penelitian tersebut menyatakan bahwa pengukuran suhu aksila bukan alternatif terbaik untuk mengukur suhu tubuh. Namun, beberapa studi lain seperti studi oleh Rubia-Rubia et al., Khosravi et al., dan Marui  et al. merekomendasikan pengukuran suhu aksila untuk mengukur suhu tubuh.[1,3]

Pengukuran Suhu Timpani

Untuk mengukur suhu timpani, tarik aurikula pasien ke arah belakang dan superior, sehingga saluran telinga terlihat langsung. Masukkan ujung probe termometer timpani ke dalam saluran telinga, tekan tombol untuk mengukur suhu, dan catat angka yang tertera di layar.[1]

Keunggulan dan Kekurangan

Pengukuran suhu timpani mudah dilakukan, memberi hasil dengan cepat, dan bersifat higienis. Metode ini juga praktis digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, seperti pasien anak. Suhu timpani dianggap mewakili core body temperature (CBT) karena membran timpani dan hipotalamus disuplai oleh arteri yang sama, yakni arteri karotis.[4,5]

Studi oleh Gasim  et al. dan Pontius  et al. melaporkan bahwa pengukuran suhu timpani sama akuratnya dengan suhu aksila. Namun, studi oleh Asadian  et al., Dzarr  et al., Leon  et al., dan Jahanpour  et al. menyatakan bahwa suhu timpani lebih akurat untuk menggambarkan CBT daripada suhu aksila.[1]

Studi oleh Asadian  et al. menemukan bahwa pengukuran suhu timpani memiliki presisi dan sensitivitas yang tinggi (83% pada timpani kanan dan 81% pada timpani kiri). Pengukuran suhu timpani juga memiliki nilai agreement cukup besar, yakni 88% (kanan) dan 85% (kiri) bila dibandingkan metode pengukuran suhu standar. Studi ini menyatakan bahwa pengukuran suhu timpani adalah prosedur terbaik untuk mengukur suhu tubuh pasien di intensive care unit (ICU).[1]

Kekurangan pengukuran suhu timpani adalah suhu timpani dapat berubah akibat perubahan suhu kulit kepala. Studi oleh McCaffrey  et al. dan Nielsen menunjukkan bahwa head cooling, terutama di area wajah, menurunkan suhu timpani.[5]

Pengukuran Suhu Rektal

Untuk mengukur suhu rektal, bersihkan termometer raksa dengan sabun dan air mengalir, kemudian goyangkan termometer hingga air raksa berada di bawah tanda 35°C. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan lutut ditekuk.

Lapisi ujung termometer dengan pelumas (jeli petroleum atau minyak parafin) lalu masukkan termometer perlahan ke rektum sedalam 2,5 cm. Pegang termometer dan baca hasil pengukuran setelah 2 menit.[6,7]

Keunggulan dan Kekurangan

Suhu rektal dianggap sebagai suhu perifer yang paling mendekati core body temperature (CBT) dan merupakan standar baku emas dalam praktik sehari-hari. Suhu rektal tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan serta bermanfaat untuk mengevaluasi pasien dengan hipotermia. Studi oleh Hebbar  et al. menunjukkan bahwa suhu rektal memiliki agreement yang baik dengan suhu esofagus dan arteri pulmonal.[7,8]

Kekurangan pengukuran suhu rektal adalah ketidaknyamanan dan risiko kontaminasi silang, termasuk risiko transmisi HIV. Pada neonatus, pengukuran suhu rektal juga berpotensi mengakibatkan perforasi rektal. Selain itu, hasil pengukuran dapat dipengaruhi oleh adanya feses di rektum dan aliran darah rektum.[7,8]

Pengukuran Suhu Oral

Untuk mengukur suhu oral, goyangkan termometer raksa hingga air raksa berada di bawah tanda 35° Celsius lalu tempatkan termometer di bagian posterior lidah. Baca hasil pengukuran setelah 5 menit.[1]

Keunggulan dan Kekurangan

Pengukuran suhu oral dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta lebih nyaman daripada pengukuran suhu rektal. Namun, studi oleh Asadian  et al. menunjukkan bahwa pengukuran suhu oral kurang akurat bila dibandingkan metode pengukuran suhu standar pada studi tersebut, yakni suhu nasofaring, dengan nilai agreement 72% dan sensitivitas 64%. Hal ini senada dengan hasil studi oleh Dzarr  et al., Rubia-Rubia  et al., dan Mazerolle  et al..[1,9]

Suhu oral juga dapat dipengaruhi faktor lain seperti suhu makanan atau minuman serta penyakit-penyakit rongga mulut, sehingga dianggap tidak dapat mewakili core body temperature (CBT). Menurut studi Bijur  et al., pengukuran suhu oral lebih inferior daripada suhu membran timpani dan arteri temporal.[1,9]

Pengukuran Suhu Tubuh Perkutan

Untuk mengukur suhu perkutan, posisikan termometer di dahi di atas alis. Tekan tombol untuk mengukur suhu dan catat angka yang tertera di layar.[1]

Keunggulan dan Kekurangan

Studi oleh Lawson  et al. menyatakan bahwa pengukuran suhu perkutan yang dilakukan di dahi memiliki akurasi dan presisi yang baik. Penelitian tersebut merekomendasikan metode pengukuran suhu di dahi untuk mengevaluasi suhu tubuh. Selain itu, mengukur suhu di dahi juga bersifat noninvasif, mudah, dan praktis dilakukan.[1,8]

Namun, suhu di dahi dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu lingkungan. Studi oleh Asadian  et al. menunjukkan bahwa pengukuran suhu di dahi memiliki sensitivitas rendah (54%) dan agreement 59% bila dibandingkan suhu nasofaring yang digunakan dalam studi tersebut sebagai metode standar. Hal tersebut sesuai dengan hasil studi lain oleh Ganio  et al. dan Rubia-Rubia  et al., sehingga pengukuran suhu perkutan tidak disarankan untuk pasien-pasien ICU.[1,8]

Kesimpulan

Pengukuran suhu tubuh yang akurat berperan penting dalam diagnosis bermacam kondisi, misalnya demam dengue, tifoid, heat stroke, dan berbagai penyakit lainnya. Terdapat berbagai metode pengukuran suhu tubuh dengan keunggulan dan kekurangan masing-masing. Hingga saat ini, metode pengukuran suhu yang paling akurat untuk mengetahui core body temperature (CBT) masih kontroversial.

Beberapa metode pengukuran suhu yang umum digunakan dalam praktik sehari-hari adalah aksila, timpani, rektal, oral, dan perkutan (dahi). Suhu rektal dianggap paling mendekati CBT dan merupakan standar baku emas pengukuran suhu dalam praktik sehari-hari tetapi metode pengukuran suhu rektal dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta berpotensi menimbulkan infeksi silang.

Pengukuran suhu timpani memiliki akurasi yang lebih baik daripada pengukuran suhu aksila, oral, dan perkutan. Metode pengukurannya juga lebih nyaman bagi pasien daripada pengukuran suhu rektal. Namun, faktor eksternal seperti perubahan suhu di kulit kepala dapat memengaruhi hasil pengukuran.

Referensi