Dampak Program Skrining Kanker terhadap Mortalitas

Oleh :
dr. Sunita

Program skrining kanker seperti kanker payudara, kanker paru, kanker kolorektal, dan kanker prostat selama ini dianggap dapat menurunkan mortalitas, tetapi hasil berbagai studi sebenarnya masih memperdebatkan hal ini. Program skrining kanker umumnya dapat mengurangi mortalitas spesifik yang terkait kanker yang diskrining, tetapi tidak mengurangi mortalitas umum secara bermakna.[1]

Penurunan mortalitas umum (overall mortality) yang tidak bermakna bila dibandingkan dengan penurunan mortalitas spesifik tersebut diduga terjadi karena studi-studi yang ada selama ini masih bersifat underpowered atau berjumlah sampel kurang banyak untuk menilai mortalitas umum. Selain itu, manfaat dari penurunan mortalitas spesifik biasanya “dikurangi” oleh kerugian jangka panjang dari skrining, yaitu overdiagnosis dan overtreatment karena hasil positif palsu.[1]

Dampak Skrining Kanker terhadap Mortalitas

Jenis Mortalitas dalam Studi tentang Program Skrining Kanker

Dampak skrining kanker terhadap mortalitas dipengaruhi oleh jenis data kematian yang dijadikan luaran utama penelitian. Secara umum, terdapat tiga jenis data kematian yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi keberhasilan skrining kanker, yaitu: (1) kematian akibat kanker pada individu yang menderita kanker; (2) kematian akibat selain kanker pada individu yang menderita kanker; dan (3) kematian akibat apa pun pada individu yang tidak menderita kanker tersebut.[2]

Terdapat sejumlah perdebatan mengenai pilihan data kematian dari ketiga jenis data tersebut. Di satu sisi, beberapa peneliti mendukung penggunaan data mortalitas umum (overall mortality) sebab informasi mengenai penyebab kematian sering kali tidak dapat diandalkan dan data kematian spesifik mengabaikan fakta bahwa tindakan skrining juga berisiko menyebabkan kematian akibat sebab lain.[2,3]

Selain itu, ada peluang ketidakpastian dalam penentuan kematian spesifik mengingat bahwa komplikasi terkait diagnosis dan terapi kanker tidak selalu dihubungkan dengan penyebab dasarnya, yaitu penyakit kanker itu sendiri.[2,3]

Di sisi lain, argumen yang melawan penggunaan data mortalitas umum menegaskan bahwa proporsi kematian spesifik akibat kanker memang amat kecil bila dibandingkan seluruh jumlah kematian. Bila studi-studi harus menggunakan data mortalitas umum, jumlah partisipan yang dibutuhkan akan menjadi terlalu besar.[2,3]

Pengaruh Program Skrining Kanker terhadap Mortalitas Umum

Berbagai studi telah mencoba membuktikan apakah program skrining kanker dapat mengurangi mortalitas umum secara bermakna.

Studi Stang dan Jöckel

Dalam suatu analisis, Stang dan Jöckel mempelajari efek program skrining kanker di Jerman dan Inggris terhadap mortalitas umum. Kedua peneliti menggunakan data reduksi mortalitas spesifik untuk mengestimasi reduksi mortalitas umum.[2]

Studi tersebut merupakan suatu studi skrining yang hipotetis (hypothetical) saja. Bila studi tersebut dilakukan sesungguhnya, jumlah partisipan yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan confidence interval 95% sebesar ±1% untuk mendemonstrasikan reduksi mortalitas umum sebesar 3% akan mencapai 596.200 individu.[2]

Model analisis Stang dan Jöckel menunjukkan bahwa reduksi relatif mortalitas kanker payudara sebesar 20% hanya berpotensi menghasilkan reduksi mortalitas umum sebesar 1,7–1,8% di Inggris dan Jerman. Estimasi reduksi mortalitas umum bahkan lebih kecil untuk program skrining kanker kolorektal dengan sigmoidoskopi (1,0–1,2%), skrining kanker prostat dengan PSA atau prostate specific antigen (0,4–0,6%) dan skrining kanker kulit (0,2%).[2]

Stang dan Jöckel menyimpulkan bahwa skrining kanker memang tidak berpengaruh signifikan terhadap mortalitas umum. Namun, menurut mereka, penurunan mortalitas umum sebesar 1–3% saja sudah relevan secara klinis dari sudut pandang public health. Menurut Stang dan Jöckel, skrining kanker mungkin bermanfaat untuk luaran yang kurang letal, seperti penurunan kebutuhan terapi yang lebih agresif di masa depan.[2]

Studi ERSPC

Data dari European Randomized Study of Screening for Prostate Cancer (ERSPC) menunjukkan bahwa mortalitas spesifik kanker untuk pria berusia 55–69 tahun dengan periode pemantauan 11 tahun menurun 21% berkat skrining PSA tiap 4 tahun. Akan tetapi, mortalitas umum hampir tidak berbeda (18,2 per 1.000 person-years untuk grup partisipan yang menjalani skrining vs. 18,5 per 1.000 person-years untuk grup yang tidak menjalani skrining).[4] 

Berdasarkan hasil studi ERSPC tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa skrining kanker prostat berbasis PSA menurunkan mortalitas spesifik kanker tetapi tidak menurunkan mortalitas umum.[4]

Perbandingan Antar Studi

Sejalan dengan temuan pada studi ERSPC, skrining kanker kolorektal dengan metode sigmoidoskopi maupun kolonoskopi juga tidak tampak memengaruhi mortalitas umum secara signifikan. Untuk kanker kolorektal, mortalitas umum untuk pria dan wanita yang berusia 55–64 tahun adalah 621 dan 743 per 100.000 person-years, sedangkan mortalitas spesifik adalah 26,7 dan 27,6 per 100.000 person-years.[5,6]

Dengan asumsi utilisasi skrining sigmoidoskopi mencapai 100% pada populasi yang memenuhi kriteria, dampak skrining kanker kolorektal (dengan sigmoidoskopi) terhadap penurunan mortalitas umum tidak melebihi estimasi 1,0–1,2%. Estimasi ini sesuai dengan temuan Jodal, et al. pada tahun 2019 dalam sebuah tinjauan sistematik yang menyebutkan bahwa sigmoidoskopi hanya berdampak kecil terhadap mortalitas umum (studi terhadap 614.431 partisipan, pemantauan 11–20 tahun).[5,6]

Risiko Program Skrining Kanker

Risiko bahaya (harm) dari program skrining kanker dapat terjadi pada individu yang menerima hasil skrining normal maupun abnormal. Untuk individu dengan hasil yang abnormal, risiko dapat berupa komplikasi dini akibat pemeriksaan diagnostik dan pengobatan lanjutan, pengobatan yang tidak perlu bagi individu dengan tingkat penyakit yang tidak bermakna secara klinis, dan pemeriksaan penunjang yang tidak perlu akibat hasil positif palsu.[7,8]

Selain itu, efek samping psikologis dari diagnosis yang terlalu dini, kecemasan, biaya, dan rasa tidak nyaman juga dapat menjadi kerugian yang potensial bagi pasien. Di sisi lain, hasil skrining normal dapat memberikan keyakinan semu tentang tidak adanya penyakit dan berpotensi menimbulkan penyakit dengan gejala yang lebih berat.[7,8]

Pada program skrining kanker dengan manfaat yang minimal untuk mortalitas umum, risiko program menjadi salah satu faktor pertimbangan yang penting secara klinis. Namun, proporsi meta analisis atau tinjauan sistematik yang melaporkan risiko skrining kanker masih sangat sedikit. Proporsi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis), pengobatan yang berlebihan (overtreatment), dan dampak psikologis akibat skrining masih jarang dipelajari dan dilaporkan.[9]

Bahkan, pada penelitian yang melaporkan risiko program skrining kanker, tingkat kesahihan metodologi dalam menilai risiko bahaya tidak selalu disertai dengan penilaian risiko bias maupun ketidakpastian tingkat bukti ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap pentingnya pelaporan risiko bahaya program skrining kanker dalam uji klinis masih sangat kurang.[9]

Contoh Risiko Program Skrining Kanker Menurut Studi

Dalam suatu tinjauan sistematik oleh Nelson, et al., partisipan yang menjalani program skrining kanker payudara memiliki kecenderungan yang lebih tinggi (RR 1,35; 95%CI 1,26–1,44) untuk menjalani pembedahan dibandingkan wanita yang tidak menjalani skrining. Selain itu, wanita yang menjalani skrining kanker payudara juga cenderung lebih mungkin untuk menjalani terapi radiasi (RR 1,32; 95%CI 1,16–1,50).[10]

Pada penelitian lain, Jodal, et al. melaporkan sejumlah risiko yang berkaitan dengan skrining kanker kolorektal menggunakan kolonoskopi ataupun sigmoidoskopi. Risiko perdarahan pada partisipan skrining dengan sigmoidoskopi dan kolonoskopi adalah 3 dan 17 kejadian per 10.000 tindakan.[5]

Risiko perforasi kolorektal pada partisipan sigmoidoskopi mencapai 3 kejadian per 10.000 tindakan, sedangkan risiko perforasi pada partisipan kolonoskopi adalah 1 per 10.000 tindakan.[5]

Kesimpulan

Sejumlah program skrining kanker diketahui dapat mengurangi mortalitas yang spesifik untuk kanker yang diskrining tetapi tidak terbukti dapat mengurangi mortalitas umum (overall mortality) secara bermakna. Pada beberapa program skrining kanker seperti skrining kanker kolorektal dengan sigmoidoskopi, skrining kanker prostat dengan PSA, dan skrining kanker kulit, estimasi penurunan mortalitas umum karena program skrining hanyalah sekitar 1–3%.

Beberapa pelaku studi berpendapat bahwa penurunan 1–3% tersebut sudah relevan secara klinis dari sudut pandang public health. Namun, manfaat ini harus dibandingkan dengan risiko program skrining. Menurut studi, orang yang menjalani program skrining kanker berisiko mengalami overdiagnosis dan overtreatment karena hasil positif palsu.

Bila pasien hendak menjalani program skrining kanker, Dokter perlu memberi edukasi tentang potensi manfaat dan risiko skrining agar pasien dapat memiliki persepsi yang tepat tentang skrining sebelum membuat keputusan. Meskipun skrining bermanfaat untuk mengurangi mortalitas spesifik, skrining bukanlah tindakan yang bebas dari risiko, terutama jika metode skrining yang digunakan memiliki akurasi yang kurang baik.

Referensi