Potensi Risiko Skrining Prostate Specific Antigen (PSA)

Oleh :
dr.Giovanny Azalia Gunawan

Pengukuran kadar prostate specific antigen (PSA) banyak digunakan untuk skrining kanker prostat, padahal pemeriksaan ini juga telah dikaitkan dengan berbagai potensi risiko. PSA adalah protein yang dihasilkan oleh epitel prostat, yang dapat terdeteksi di darah dalam bentuk bebas atau terikat protein plasma. Kadar serum PSA di atas 10 ng/ml sering dijadikan alat deteksi karsinoma prostat dan merupakan nilai acuan untuk melakukan biopsi prostat.[1-3]

Efikasi Pemeriksaan Prostate Specific Antigen dalam Skrining Kanker Prostat

Skrining kanker prostat menggunakan prostate specific antigen (PSA) bertujuan untuk mendeteksi kanker prostat pada tahap awal, dimana penyakit diharapkan masih dapat menjalani intervensi yang bersifat kuratif dan menurunkan tingkat kematian. Meski demikian, berbagai bukti yang tersedia tidak menunjukkan bahwa skrining kanker prostat mempengaruhi tingkat mortalitas. Sebaliknya, skrining malah dikaitkan dengan peningkatan bahaya seperti overdiagnosis dan komplikasi pengobatan yang tidak perlu.[2,3]

PSA

Dalam sebuah meta analisis yang mengevaluasi hasil dari 5 uji klinis acak terkontrol dengan total 721.718 pria, skrining kanker prostat dengan pemeriksaan PSA ditemukan tidak mempengaruhi mortalitas segala sebab maupun mortalitas terkait prostat.[2]

Di sisi lain, pemeriksaan PSA juga memiliki akurasi diagnosis yang buruk. Dalam meta analisis terhadap 19 studi, sensitivitas PSA terhadap kanker prostat ditemukan sebesar 93%, tetapi spesifisitasnya hanya 20%.[10]

Potensi Risiko Pemeriksaan Prostate Specific Antigen dalam Skrining Kanker Prostat

Seperti telah disebutkan sebelumnya, pengukuran prostate specific antigen (PSA) untuk skrining kanker prostat memiliki performa diagnosis yang buruk dengan spesifisitas yang rendah. Peningkatan kadar PSA tidak hanya terjadi pada pasien kanker prostat, melainkan juga bisa dijumpai pada lansia tanpa kelainan prostat, pasien prostatitis, serta benign prostate hyperplasia (BPH).[1-3]

Risiko Positif dan Negatif Palsu

Penggunaan PSA untuk skrining prostat berisiko menyebabkan temuan positif dan negatif palsu yang tinggi karena tingkat spesifisitas pemeriksaan ini rendah.

Sekitar dua pertiga pria dengan kadar PSA tinggi dilaporkan mendapat hasil tes positif palsu, yang berarti mereka tidak akan didiagnosis menderita kanker prostat. Di lain pihak, sekitar 15% pria dengan kadar PSA di bawah 4 ng/mL dilaporkan didiagnosis kanker prostat derajat berapapun.[2,3,5,6]

Overdiagnosis

Pemeriksaan PSA sebagai metode skrining kanker prostat juga bisa menimbulkan overdiagnosis. Hal ini sering dialami oleh pasien yang tidak memiliki gejala kanker prostat namun didapatkan hasil PSA yang tinggi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 20–50 % pasien terdiagnosis kanker prostat merupakan overdiagnosis. Rasio overdiagnosis ini akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan puncaknya pada usia 70 tahun.[5]

Overdiagnosis kanker prostat ini berakibat pada pemeriksaan prostat selanjutnya yaitu biopsi prostat. Pasien yang menjalani pemeriksaan biopsi prostat dapat mengalami efek samping berupa nyeri, hematuria, hemoejakulasi, dan infeksi.[4,6]

Overtreatment

Pasien yang mengalami positif palsu dan overdiagnosis akibat pemeriksaan PSA juga akan mengalami overtreatment. Pengobatan kanker prostat adalah tindakan bedah dan terapi radiasi. Efek samping yang disebabkan pembedahan prostat mencakup inkontinensia urin, disfungsi ereksi, dan gangguan pada saluran cerna.[5,7]

Panduan Klinis Yang Ada Saat Ini

Berikut ini merupakan rekomendasi skrining kanker prostat menggunakan prostate specific antigen (PSA) berdasarkan berbagai panduan klinis

European Society for Medical Oncology (ESMO) Tahun 2020

Menurut European Society for Medical Oncology (ESMO), pemeriksaan skrining PSA sering menimbulkan overdiagnosis dan overtreatment sehingga pemeriksaan ini tidak disarankan. Pemeriksaan PSA dapat dilakukan pada pasien berusia di atas 50 tahun, ataupun di atas 45 tahun dengan riwayat kanker pada keluarga. Pemeriksaan skrining PSA pada pasien asimtomatik tidak disarankan.[8]

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) Tahun 2021

Menurut National Institute for Health and Care Excellence (NICE), peningkatan kadar PSA tidak menjadi dasar penegakkan diagnosis kanker prostat. Diagnosis harus disertai pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau biopsi apabila didapatkan peningkatan densitas PSA > 0.15 nanogram/ml atau velocity PSA > 0.75 nanogram/ml/tahun atau riwayat kanker pada keluarga yang kuat.[7]

American Urological Association (AUA) 2023

Menurut American Urological Association (AUA), pemeriksaan PSA dapat digunakan sebagai modalitas skrining pertama dan harus diulang kembali sebagai konfirmasi disertai pemeriksaan penunjang lain (imaging atau biopsi).

Pemeriksaan skrining ini dapat dilakukan pada pria usia 45–50 tahun dan dapat dilakukan lebih dini pada usia 40–45 tahun jika memiliki faktor risiko seperti riwayat kanker prostat pada keluarga. Pemeriksaan PSA dapat dilakukan setiap 2–4 tahun pada pria usia 50–69 tahun.[9]

Kesimpulan

Berbagai bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan bahwa pemeriksaan kadar prostate specific antigen (PSA) tidak cocok digunakan untuk skrining kanker prostat. Pemeriksaan ini memiliki performa diagnostik yang buruk, yakni tingkat spesifisitas yang rendah dan positif palsu yang tinggi. PSA berisiko menimbulkan bahaya berupa overdiagnosis dan overtreatment bagi pasien sehingga sebaiknya tidak lagi digunakan secara rutin dalam penapisan kanker prostat.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Paulina Livia Tandijono

Referensi