Terapi Pijat untuk Manajemen Bekas Luka

Oleh :
dr.Michael Wiryadana

Terapi pijat atau massage therapy sering disarankan sebagai terapi tambahan dalam manajemen bekas luka akan tetapi mekanisme serta keamanannya masih menjadi pertanyaan.

Terapi pijat diyakini dapat memperbaiki tampilan bekas luka, mengurangi rasa gatal dan nyeri, serta memperbaiki elastisitas kulit di daerah bekas luka. Beragam penelitian sudah dilakukan untuk mengevaluasi manfaat dan keamanan terapi pijat terhadap bekas luka.

terapi pijat, bekas luka, alomedika

Teori Mekanisme Terapi Pijat untuk Manajemen Bekas Luka

Terapi pijat untuk bekas luka hipertrofi dilaporkan telah dilakukan secara rutin pada berbagai unit rehabilitasi luka bakar dewasa di Amerika Utara, Australia, dan Selandia baru,  serta pada unit luka bakar anak di Britania Raya. Meskipun demikian, mekanisme kerja terapi pijat dalam penyembuhan luka masih belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.

Terdapat sebuah hipotesis bahwa dengan memberikan tekanan mekanik pada bekas luka bakar, terjadi penataan kembali protein matriks ekstraseluler dan/atau pengurangan edema sehingga menghasilkan peningkatan kelenturan dan pengurangan ketebalan jaringan.[1,2]

Pemberian terapi pijat dapat bermanfaat dalam meningkatkan, dan mungkin mencegah, perkembangan jaringan parut hipertrofik, meskipun data ilmiah terkait manfaat ini masih lemah. Terapi pemijatan pada area bekas luka yang disarankan berkisar dari 10 menit dua kali sehari hingga 30 menit 3 kali sehari sampai 30 menit 3 kali per minggu. Sementara itu, studi mengenai risiko efek samping terapi pijat sebagai manajemen luka masih sangat terbatas.[3]

Studi Efek Terapi Pijat oleh American Society for Dermatologic Surgery

Sebuah tinjauan pustaka yang diterbitkan oleh American Society for Dermatologic Surgery (ASDS) menyatakan bahwa belum terdapat cukup bukti yang mendukung manfaat dari terapi pijat sebagai manajemen bekas luka. Protokol terapi pijat dalam studi ini bervariasi antara 10 menit sebanyak 2 kali setiap hari, hingga 30 menit sebanyak 2 kali seminggu.[4]

Durasi dan gerakan dari terapi pijat cukup bervariasi sehingga belum tersedia standar untuk durasi dan gerakan terapi pijat jika digunakan sebagai manajemen bekas luka. Selain itu, hasil yang diharapkan dari beberapa penelitian dinilai tidak terstandarisasi dan tidak objektif.[4]

Tinjauan pustaka oleh ASDS tersebut membahas 10 studi yang meliputi total 144 partisipan untuk melihat efek terapi pijat pada bekas luka. Sebanyak 30 peserta mengalami luka post bedah dan terletak di wajah, kelopak mata, dan kulit periorbital. Sementara itu, partisipan lainnya merupakan luka traumatik ataupun luka bakar.

Dari 10 studi, hanya dua studi, yakni studi oleh Roh et al. dan Field et al., yang hasilnya menunjukkan efek signifikan positif dari terapi pijat sebagai manajemen bekas luka jika dibandingkan dengan terapi bekas luka standar tanpa terapi pijat. Menariknya, kedua studi ini menggunakan partisipan yang mengalami luka bakar. Namun, kekurangan dari dua uji kontrol terkendali tersebut adalah jumlah subjek yang sedikit dan beberapa alat ukur yang bersifat subjektif.[4]

Studi Kohort oleh Roh et al.

Studi kohort oleh Roh, et al. melibatkan 35 subjek, diantaranya 18 subjek di kelompok perlakuan dan 17 subjek di dalam kelompok kontrol.

Perlakuan dalam penelitian Roh, et al. diberikan selama 3 bulan yang meliputi pemberian terapi pijat 10 menit setiap harinya ditambah dengan 30 menit skin rehabilitation massage therapy 1 kali setiap minggu.Luaran studi ini diukur dengan menggunakan kuisioner sebelum dan setelah 3 bulan perlakuan diberikan.

Teknik terapi pijat dalam studi ini tidak disebutkan secara spesifik. Sedangkan skin rehabilitation massage therapy meliputi usapan ringan pada telapak tangan, acupressure pada area yang tidak terluka di tangan dan lengan bawah, kemudian dilanjutkan dengan aplikasi beragam krim topikal. Total durasi terapi pijat adalah 127,6 hari.

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terapi pijat yang diberikan kepada kelompok perlakuan menunjukkan perbaikan dalam beberapa aspek yang diukur yakni pruritus, Vancouver Scar Scale (VSS), dan scar depression (t = 5.753, p = .000).[5]

Studi Kohort oleh Field et al.

Studi kohort oleh Field, et al. melibatkan 20 subjek, masing-masing 10 subjek di dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perlakuan diberikan selama jangka 5 minggu meliputi terapi pijat 30 menit menggunakan minyak kelapa sebanyak 2 kali dalam seminggu dengan teknik sirkular, transversal, cubitan, rolling dan lifting.

Studi ini juga menunjukkan hasil yang positif. Pasien dalam kelompok perlakuan menunjukkan perbaikan secara langsung dan jangka panjang dalam semua aspek yang diukur yakni pruritus, nyeri, kecemasan, dan mood, dibanding kelompok yang tidak mendapat terapi pijat. Namun, tidak ada hasil objektif yang diukur dalam penelitian ini.[6]

Peran Terapi Pijat pada Manajemen Luka Bakar

Berbagai studi telah menunjukkan manfaat terapi pijat dalam menangani gejala gatal, nyeri, dan gangguan struktur jaringan kulit yang disebabkan oleh  luka bakar.

Unblinded Randomized Clinical Trial oleh Cho et al.

Penelitian lain mengenai efek terapi pijat pada bekas luka oleh Cho et al. diadakan di Korea dengan jumlah subjek yang lebih banyak yakni 76 subjek di dalam kelompok perlakuan dan 70 subjek di dalam kelompok kontrol.

Karakteristik yang diukur dari luka bakar hipertrofi pada partisipan adalah ketebalan bekas luka, kadar melanin dan eritema pada luka, transepidermal water loss (TEWL), sebum, dan elastisitas bekas luka menggunakan peralatan seperti ultrasonografi dan spektrometer.

Adapun pengukuran rasa sakit dan gatal pada bekas luka dilakukan dengan menggunakan skala visual atau visual analog scale VAS dengan rentang nilai 1–10 dan itching scale dengan rentang nilai 0–4. Perbaikan kecil terlihat pada kelompok pijat dibandingkan dengan kelompok kontrol, akan tetapi hasil ini merupakan penilaian subjektif dan tidak dilakukan blinding pada subjek.[7]

Kelompok perlakuan mendapatkan terapi standar untuk manajemen luka bakar hipertrofi (sama seperti kelompok kontrol) dan terapi pijat yang terdiri dari effleurage, friction dan petrissage massage yang dilakukan setelah aplikasi topikal dari krim pelembab.

Terapi pijat dilakukan oleh terapis pijat spesialis rehabilitasi luka bakar sebanyak 3 kali seminggu. Satu sesi berlangsung selama 30 menit untuk setiap area bekas luka hipertrofi. Hasil penelitian menyatakan bahwa terapi pijat terbukti efektif dalam mengurangi rasa sakit, gatal dan memperbaiki karakteristik luka bakar hipertrofi.

Kekurangan dari penelitian ini adalah efek jangka panjang yang tidak dapat diketahui karena terapi pijat hanya diberikan selama 34,69 ± 22, 53 hari dan faktor evolusi luka hipertrofi yang tidak masuk ke dalam pertimbangan.

Biasanya luka bakar mengalami hipertrofi dalam waktu 6-12 bulan dan mengecil pada 18-24 bulan. Sehingga efek dari terapi pijat bergantung pada tingkat maturasi dari luka bakar itu sendiri.[7]

Studi Acak Terkendali oleh Nedelec et al.

Sebuah studi acak terkendali yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Nedelec et al. terhadap 60 pasien luka bakar yang diberikan terapi pijat selama 5 menit  dalam 12 minggu menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap elastisitas, eritema, melanin, atau ketebalan jaringan parut hipertrofik pasca luka bakar setelah 12 minggu antara kelompok terapi pijat dan kelompok kontrol.[2]

Mirip dengan studi lain, pada awalnya perbaikan gejala pada kelompok terapi pijat dirasakan oleh pasien dan terapis akan tetapi pada jangka panjang tidak ditemukan perbedaan pada elastisitas dan ketebalan luka pada kelompok terapi pijat dibanding kelompok kontrol.[2]

Studi Retrospektif oleh Valladares et al.

Sebuah studi retrospektif diadakan pada tahun 2020 terhadap 100 anak di pusat rehabilitasi luka bakar di Amerika. Studi tersebut membagi intervensi ke dalam 2 protokol. Pada Protokol A, partisipan hanya mendapat terapi pijat dengan teknik pijat secara umum di fasilitas rehabilitasi.

Pada Protokol B, partisipan mendapatkan terapi pijat yang telah dirancang spesifik disertai terapi pijat dirumah dengan panduan yang diajarkan kepada pengasuh dengan frekuensi 3 kali sehari dan durasi 5–25 menit per area bekas luka.

Rerata skor gatal dan vaskularisasi bekas luka menurun signifikan pada kelompok Protokol A dan Protokol B. Namun, perbedaan antara kedua kelompok tidak signifikan. Perubahan ketebalan dan kelenturan bekas luka tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok. Meskipun demikian, studi tersebut tidak menganjurkan terapi pijat dihilangkan dari regimen terapi pada pusat rehabilitasi luka bakar.[8]

Peran Terapi Pijat pada Manajemen Pasca Operasi Caesar

Sebuah studi deskriptif oleh Gilbert et al. pada tahun 2022 dilakukan untuk mengevaluasi efek terapi pijat pada 32 pasien usia 18–40 tahun dengan riwayat operasi caesar. Mobilisasi dilakukan dengan kombinasi kompresi dan tegangan secara paralel dan tegak lurus terhadap bekas luka operasi caesar dengan menggunakan ibu jari selama 10 menit dan frekuensi 1 Hz. Prosedur tersebut dilakukan sekali seminggu selama 2 minggu.

Studi oleh Gilbert et al. ini menemukan bahwa dua sesi mobilisasi jaringan lunak dapat memberi efek menguntungkan pada sifat viskoelastik (p < 0.001, W = 0.11) dan ambang nyeri (p < 0.001, W = 0.10) pada bekas luka operasi caesar. Kelemahan studi ini terdapat pada penggunaan instrumen yang hanya mengamati perubahan pada jaringan superfisial sehingga efek mobilisasi terhadap sifat viskoelastik jaringan yang lebih dalam sulit ditentukan.[9]

Kesimpulan

Hingga saat ini studi tentang terapi pijat untuk manajemen bekas luka pada subjek manusia masih sangat terbatas. Studi terdahulu tentang efektivitas pijat pada jaringan parut luka merupakan studi kohort dengan rancangan studi yang kurang layak, di mana sebagian besar studi menggunakan penilaian subjektif dan tidak menilai hasil jangka panjang. Studi-studi ini melaporkan perbaikan gejala nyeri, gatal, eritema dan elastisitas kulit tetapi dianggap sebagai bukti kualitas rendah.

Beberapa penelitian yang lebih baru dengan desain yang lebih baik termasuk menggunakan pijat palsu dan penggunaan teknik blinding, bersama dengan hasil yang lebih objektif dan pemantauan yang lebih lama, tidak menunjukkan perbedaan dalam hasil luka pada kelompok pijat dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan studi ini pijat tidak dianjurkan untuk luka bekas luka

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar

Referensi