Terapi Antibiotik Jangka Pendek vs Jangka Panjang pada Pneumonia Komunitas

Oleh :
dr.Nurfanida Librianty, Sp.P, FAPSR

Terapi antibiotik jangka pendek atau jangka panjang untuk pneumonia komunitas masih sering menjadi perdebatan. Terapi antibiotik jangka pendek diduga memiliki efektivitas yang sama baiknya dengan terapi antibiotik jangka panjang dan diperkirakan dapat mengurangi risiko efek samping obat, risiko resistansi bakteri, dan biaya medis. Namun, pedoman klinis yang ada belum banyak menganjurkan antibiotik jangka pendek.[1-3]

Berbagai studi akhirnya dilakukan untuk membuktikan apakah terapi antibiotik jangka pendek benar memiliki efektivitas yang noninferior terhadap antibiotik jangka panjang, baik pada pasien pneumonia komunitas yang dirawat jalan maupun dirawat inap.[1-3]

Cystic,Fibrosis,Patient,Holding,Life-saving,Treatment,Drug,In,Hand.,Targeted

Durasi Terapi Antibiotik pada Pasien Pneumonia Komunitas Saat Ini

Rekomendasi penggunaan antibiotik pada pneumonia komunitas umumnya didasarkan pada tingkat keparahan penyakit, patogen penyebab, pola resistansi mikroba, dan profil keamanan obat. Namun, durasi terapi antibiotik yang paling optimal hingga kini masih menjadi perdebatan.[2,4]

Regimen antibiotik jangka pendek diduga memiliki efektivitas serupa dengan regimen jangka panjang, memiliki profil keamanan lebih baik, mengurangi risiko resistansi bakteri, dan mengurangi risiko efek samping (termasuk infeksi Clostridium difficile). Selain itu, regimen jangka pendek dapat menurunkan beban biaya pengobatan dan meningkatkan kepatuhan pasien berobat. Namun, belum banyak praktisi ataupun pedoman klinis yang merekomendasikan pemberian regimen jangka pendek ini.[2,4]

Rekomendasi Durasi Pemberian Antibiotik untuk Pneumonia Komunitas

The Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan pemberian antibiotik pada pneumonia selama minimal 5 hari. Menurut rekomendasi tersebut, antibiotik baru dapat dihentikan jika pasien bebas demam setidaknya 48–72 jam dan pasien tidak memiliki lebih dari 1 tanda instabilitas klinis pneumonia komunitas.[2]

Menurut rekomendasi IDSA dan ATS tersebut, terapi antibiotik dilanjutkan jika antibiotik yang digunakan di awal diketahui tidak aktif terhadap patogen yang diidentifikasi atau jika pasien mengalami komplikasi ekstrapulmonal seperti meningitis dan endokarditis.[2]

Sementara itu, durasi yang disarankan oleh British Thoracic Society adalah 7 hari untuk pasien rawat jalan dan sebagian besar pasien rawat inap dengan derajat penyakit ringan-sedang atau tanpa komplikasi. Rekomendasi ini ditingkatkan menjadi 7–10 hari pada pasien dengan derajat penyakit berat atau pneumonia yang tidak terbukti secara mikrobiologi. Durasi terapi disarankan lebih panjang lagi jika pasien dicurigai mengalami infeksi Staphylococcus aureus atau bakteri gram negatif.[1]

Di lain sisi, The European Respiratory Society with the European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases dengan tegas menyatakan bahwa pemberian antibiotik seharusnya tidak lebih dari 8 hari pada pasien yang merespons terapi.[1]

Bukti tentang Perbandingan Efektivitas Antibiotik Jangka Pendek dan Jangka Panjang pada Pneumonia Komunitas

Tansarli, et al. melakukan tinjauan sistematik untuk mengetahui apakah terapi antibiotik jangka pendek berkaitan dengan luaran yang lebih baik pada pasien pneumonia komunitas. Mereka melakukan analisis pada 21 uji klinis, dengan total jumlah subjek mencapai 4.861 pasien. Regimen jangka pendek didefinisikan sebagai penggunaan antibiotik ≤6 hari, sedangkan regimen jangka panjang adalah penggunaan ≥7 hari.[1]

Hasil studi Tansarli, et al. tersebut menunjukkan bahwa regimen jangka pendek memiliki efektivitas dan tingkat kekambuhan yang serupa dengan regimen jangka panjang, baik pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. Kelompok jangka pendek menunjukkan mortalitas yang lebih rendah dan efek samping serius yang lebih sedikit.[1]

Studi lain oleh Gundersen, et al. menginvestigasi apakah pemberian antibiotik jangka pendek (5 hari) memiliki efektivitas sebanding dengan jangka panjang (≥ 7 hari) pada pasien pneumonia komunitas yang dirawat jalan. Mereka memasukkan 6 uji klinis acak dalam analisis dan menemukan bahwa keberhasilan klinis terapi jangka pendek adalah 87–95% dan keberhasilan klinis terapi jangka panjang adalah 88–94%.[5]

Menurut studi Gundersen, et al. tersebut, eradikasi bakteri patogen ditemukan sebesar 100% pada terapi jangka pendek dan 95–100% pada terapi jangka panjang. Tidak ada perbedaan bermakna terkait efek samping.[5]

Uji klinis oleh Pernica, et al. juga menunjukkan hasil serupa. Uji ini membandingkan antibiotik jangka pendek (amoxicillin dosis tinggi 5 hari) dan jangka panjang (amoxicillin dosis tinggi 10 hari) pada anak-anak berusia 6 bulan hingga 10 tahun yang dirawat jalan karena pneumonia komunitas. Total subjek adalah 281 anak. Hasil kesembuhan klinis pada hari 14–21 hampir sama antara kedua grup, yaitu 85,7% dalam grup jangka pendek dan 84,1% dalam grup jangka panjang.[6]

Uji klinis oleh Williams, et al. juga menunjukkan hasil serupa. Pada 380 anak berusia 6–71 bulan yang dirawat jalan karena pneumonia komunitas, tampak bahwa antibiotik jangka pendek (5 hari) dan jangka panjang (10 hari) memiliki angka kesembuhan klinis yang mirip. Namun, terapi jangka pendek lebih unggul karena memiliki kejadian efek samping yang lebih rendah dan risiko resistansi yang lebih rendah. Resistansi diukur dengan resistance genes per prokaryotic cell (RGPC).[7]

Kesimpulan

Durasi terapi antibiotik pada pasien pneumonia komunitas sampai saat ini masih sering menjadi perdebatan. Namun, bukti ilmiah yang ada sekarang menunjukkan bahwa pemberian antibiotik jangka pendek sama efektifnya dengan antibiotik jangka panjang.

Bahkan, pemberian antibiotik jangka pendek pada pneumonia komunitas dilaporkan memiliki risiko resistansi bakteri yang lebih rendah, angka kejadian efek samping obat yang lebih rendah, dan mortalitas yang lebih rendah. Ke depannya, uji klinis lebih lanjut dengan skala yang lebih besar akan diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini dan menentukan perlu tidaknya dilakukan perubahan pada pedoman-pedoman klinis.

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi