Risiko dan Manfaat Direct Oral Anticoagulant Versus Warfarin pada Kondisi Nyata: Studi Kohort di Pelayanan Kesehatan Primer – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Risks and Benefits of Direct Oral Anticoagulants Versus Warfarin in a Real World Setting: Cohort Study in Primary Care

Vinogradova Y, Coupland C, Hill T, Hippisley-Cox J. BMJ 2018;362:k2505 http://dx.doi.org/10.1136/bmj.k2505

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6031213/

Abstrak

Tujuan:

Menginvestasikan hubungan antara direct oral anticoagulant (DOAC) dan risiko perdarahan, stroke iskemik, tromboemboli vena, serta kematian akibat semua penyebab, yang dibandingkan dengan warfarin.

Desain: Studi kohort prospektif terbuka.

Setting: Praktik dokter umum di Inggris yang berkontribusi terhadap Qresearch atau Clinical Practice Research Datalink.

Pertisipan: Sebanyak 132.231 pengguna warfarin, 7.744 pengguna dabigatran, 37.863 pengguna rivaroxaban, dan 18.223 pengguna apixaban (tanpa peresepan antikoagulan apapun pada 12 bulan sebelum study entry) dimasukkan ke dalam subgrup, yaitu 103.270 pasien dengan atrial fibrilasi dan 92.791 tanpa atrial fibrilasi, pada tahun 2011–2016.

Luaran Utama Studi: Perdarahan mayor yang menyebabkan rawat inap atau kematian. Lokasi spesifik dari perdarahan dan kematian oleh semua sebab juga diteliti

Hasil Studi: Pada pasien dengan atrial fibrilasi, jika dibandingkan dengan warfarin, apixaban berhubungan dengan penurunan risiko perdarahan mayor (adjusted hazard ratio/aHR 0,66, 95% konfidens interval/CI 0,54-0,79) dan perdarahan intrakranial (aHR 0,40, 95% CI 0,25-0,64); dabigatran berhubungan dengan penurunan risiko perdarahan intrakranial (aHR 0,45, 95%CI 0,26-0,77).

Peningkatan risiko kematian oleh semua sebab ditemukan pada pasien yang menggunakan rivaroxaban (aHR 1,19, 95%CI 1,09-1,29) atau apixaban dosis rendah (aHR 1,27, 95% 1,12-1,45).

Sedangkan pada pasien tanpa atrial fibrilasi, jika dibandingkan dengan warfarin, apixaban berhubungan dengan penurunan risiko perdarahan mayor (aHR 0,60, 95%Ci 0,46-0,79), perdarahan gastrointestinal di lokasi manapun (aHR 0,55, 95%CI 0,37-0,83), perdarahan gastrointestinal bagian atas (aHR 0,55,95% CI 0,36-0,83);rivaroxaban berhubungan dengan perdarahan intrakranial.

Peningkatan risiko kematian oleh semua sebab ditemukan pada pasien yang menggunakan rivaroxaban (1,51, 95%CI 1,38-1,66) dan pasien yang menggunakan dosis rendah apixaban (aHR 1,34, 95% CI 1,13-1,58).

Kesimpulan: Secara keseluruhan, ditemukan bahwa apixaban merupakan obat yang paling aman, dengan penurunan risiko perdarahan mayor, intrakranial, dan gastrointestinal, jika dibandingkan dengan warfarin. Sedangkan rivaroxaban dan apixaban dosis rendah berhubungan dengan peningkatan kematian oleh semua sebab, jika dibandingkan dengan warfarin.

shutterstock_1015617676-min

Ulasan Alomedika

Antikoagulan telah lama digunakan sebagai pencegahan dan penatalaksanaan tromboemboli vena dan penurunan risiko stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi atau pasien yang baru mengalami emboli paru akut, deep vein thrombosis, atau operasi penggantian sendi lutut atau panggul.

Warfarin merupakan salah satu agen yang paling lama digunakan. Namun, penggunaannya mulai tergantikan, seiring ditemukannya DOAC, seperti dabigatran, rivaroxaban, apixaban. Hal ini memunculkan pertanyaan seputar aspek keamanan penggunaan agen DOAC ini, terutama risiko perdarahannya, jika dibandingkan dengan warfarin.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terbuka yang menggunakan data Qresearch dan Clinical Practice Research Datalink (CPRD) sejak 2011 hingga 2016.  Kriteria inklusi studi ini meliputi pasien yang menggunakan antikoagulan (warfarin, apixaban, dabigatran, rivaroxaban) dengan rentang usia 21–99 tahun, yang belum pernah diresepkan antikoagulan dalam 12 bulan sebelum data studi diambil.

Pasien diobservasi sejak resep pertama sampai hasil yang diinginkan muncul atau sensor dilakukan. Sensor akan dilakukan apabila pasien menghentikan atau menunda terapi (30 hari setelah tanggal perkiraan resep terakhir).

Setiap pasien diobservasi secara seksama sejak peresepan awal antikoagulan, termasuk dalam dosisnya, baik pada pasien dengan atrial fibrilasi maupun pada kasus lainnya. Edoxaban tidak diikutsertakan dalam studi karena obat tersebut baru disahkan di Inggris pada tahun 2015. Dosis standar harian yang dinilai adalah 300 mg dabigatran, 20 mg rivaroxaban, dan 10 mg apixaban. Sedangkan dosis warfarin mengikuti pengukuran international normalisation ratio (INR).

Luaran utama studi ini adalah perdarahan mayor yang mengakibatkan rawat inap atau kematian menurut laporan database. Perdarahan mayor yang termasuk dalam penilaian adalah perdarahan intrakranial, hematuria, hemoptisis, dan perdarahan gastrointestinal. Sedangkan untuk menilai efikasi antikoagulan, dilakukan penilaian risiko stroke iskemik, tromboemboli vena, dan kematian oleh semua sebab.

Penilaian statistik menerapkan penyesuaian terhadap variabel demografi maupun klinis. Untuk mengestimasi risiko yang berhubungan dengan setiap DOAC, model Cox digunakan.

Untuk mengestimasi risiko yang berhubungan dengan setiap DOAC yang dibandingkan dengan warfarin, peneliti menghitung number needed to treat atau harm dengan adjusted hazard ratio dan baseline rate untuk warfarin. Baseline rate diestimasi dengan weighting rate yang bersumber pada Qresearch dan CPRD. Studi ini juga menerapkan analisis sensitivitas.

Ulasan Hasil Penelitian

Secara total, terkumpul 156.005 data dari Qresearch dan 40.056 data dari CPRD yang memenuhi kriteria inklusi. Dari kumpulan data tersebut, sebanyak 53% pasien menggunakan antikoagulan untuk kasus atrial fibrilasi (81.251 dari Qresearch dan 22.019 dari CPRD), sedangkan 47% pasien menggunakan antikoagulan untuk kasus nonatrial fibrilasi (74.754 Qresearch dan 18.037 CPRD).

Pada subkohort penggunaan antikoagulan untuk kasus atrial fibrilasi, ditemukan bahwa terdapat penurunan risiko perdarahan mayor pada penggunaan apixaban dan dabigatran, jika dibandingkan dengan penggunaan warfarin. Namun, penurunan risiko tidak lebih baik pada rivaroxaban daripada warfarin.

Penurunan risiko perdarahan intrakranial signifikan ditemukan pada penggunaan apixaban dan dabigatran tetapi tidak signifikan pada penggunaan rivaroxaban, jika dibandingkan dengan penggunaan warfarin.

Risiko perdarahan gastrointestinal ditemukan sedikit menurun pada penggunaan apixaban, tetapi tidak ada pengaruh signifikan pada penggunaan rivaroxaban atau dabigatran, jika dibandingkan dengan penggunaan warfarin. Selain itu, ditemukan pula terdapat peningkatan risiko kematian oleh semua sebab pada penggunaan apixaban dosis rendah atau rivaroxaban, jika dibandingkan dengan penggunaan warfarin.

Pada subkohort penggunaan antikoagulan untuk kasus nonatrial fibrilasi, ditemukan bahwa terdapat penurunan risiko perdarahan mayor pada penggunaan apixaban atau dabigatran, jika dibandingkan dengan penggunaan warfarin.

Hasil serupa juga terlihat pada perdarahan intrakranial, di mana penggunaan apixaban atau dabigatran berkaitan dengan penurunan risikonya.

Sedangkan pada risiko perdarahan saluran cerna, hanya penggunaan apixaban yang sedikit menurunkan risiko, jika dibandingkan dengan warfarin. Penggunaan rivaroxaban atau apixaban dosis rendah berhubungan dengan peningkatan risiko kematian oleh semua sebab, jika dibandingkan dengan warfarin.

Risiko stroke iskemik tidak berbeda di antara semua penggunaan jenis antikoagulan yang dipelajari pada kedua subkohort. Dampak terhadap penurunan risiko tromboemboli vena pada kasus atrial fibrilasi juga tidak berbeda signifikan antara semua antikoagulan yang dinilai.

Namun, hal berbeda ditemukan pada kasus nonatrial fibrilasi, di mana terdapat peningkatan risiko tromboemboli vena pada penggunaan rivaroxaban dan penurunan risiko tromboemboli vena pada penggunaan dabigatran atau apixaban.

Hasil studi ini menyimpulkan bahwa jika dibandingkan dengan warfarin, apixaban merupakan pilihan yang paling aman karena berkaitan dengan penurunan risiko perdarahan mayor, termasuk perdarahan intrakranial dan gastrointestinal. Hal ini terlihat baik pada kasus atrial fibrilasi maupun nonatrial fibrilasi.

Sedangkan penggunaan rivaroxaban atau apixaban dosis rendah konsisten dengan peningkatan risiko kematian oleh semua sebab, baik pada kasus atrial fibrilasi maupun non-atrial fibrilasi, jika dibandingkan dengan warfarin.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini terletak pada penggunaan data kondisi nyata yang bersumber pada database pelayanan primer di Inggris, termasuk penyesuaian analisis hazard ratio terhadap variabel perancu pada penilaian luaran primer. Penilaian subkohort yang dilakukan menurut kasus atrial fibrilasi vs nonatrial fibrilasi serta menurut paparan dosis antikoagulan yang digunakan turut meningkatkan ketepatan hasil akhir studi ini.

Limitasi Penelitian

Terdapat sejumlah limitasi pada penelitian ini.

  1. Penelitian ini merupakan studi observasi, di mana terdapat peluang untuk minimnya informasi mengenai tingkat kepatuhan pasien terhadap regimen antikoagulan. Hal ini dapat berdampak pada ketidaktepatan klasifikasi paparan obat, termasuk kepastian paparan obat pada pasien yang diikutsertakan
  2. Perbandingan dengan warfarin cukup sulit diterapkan karena dosis warfarin yang dipakai ditentukan menurut penyesuaian INR (tidak ada konsensus dosis dasar atau dosis rumatan warfarin pada 2 database pelayanan kesehatan primer yang digunakan)
  3. Terdapat peluang bias surveilans karena pemantauan pada pasien yang menggunakan warfarin lebih teratur (pemantauan INR berkala) daripada pemantauan pada pasien yang menggunakan DOAC
  4. Sumber data utama hanya berdasarkan pada data pelayanan kesehatan primer, sehingga ada peluang hasil tes diagnostik yang tidak lengkap, termasuk indikasi peresepan antikoagulan. Hal ini dapat menyebabkan bias pada luaran studi yang dinilai
  5. Studi ini belum dapat menilai risiko pada pasien dengan riwayat stroke atau episode tromboemboli vena sebelumnya
  6. Studi ini belum mengikutsertakan penilaian terhadap edoxaban. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menyediakan bukti komprehensif terhadap perbandingan efikasi dan keamanan antara warfarin dan agen DOAC

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Terlepas dari sejumlah limitasi di atas, hasil studi ini dapat diterapkan di negara berkembang, seperti Indonesia, yang masih menitikberatkan diagnostik dan terapi pada pelayanan kesehatan primer demi cakupan kesehatan nasional. Jika dilihat menurut tujuan penurunan risiko stroke iskemik, warfarin masih mendapat tempat di tengah-tengah munculnya DOAC untuk indikasi tersebut.

Namun, jika mempertimbangkan risiko perdarahan mayor, terlihat bahwa apixaban merupakan pilihan yang lebih baik. Perlu ditekankan pula bahwa masih diperlukan pertimbangan antara biaya, manfaat, dan bahaya pada kasus yang memerlukan antikoagulan. mengingat warfarin merupakan obat yang paling terjangkau. Keputusan akan ini juga akan berdampak pada kepatuhan pasien pula.

Referensi