Manajemen Perioperatif Antikoagulan: Warfarin Bridging Therapy

Oleh :
dr.Jualita Heidy Saputri, Sp.PD

Pada pasien yang mengonsumsi warfarin, perlu dilakukan manajemen perioperatif untuk menurunkan potensi risiko perdarahan berat saat pembedahan. Penghentian terapi warfarin akan meningkatkan risiko kejadian tromboemboli. Oleh karenanya, dokter perlu menimbang besaran manfaat yang didapat dari tindakan operatif yang akan dijalani pasien, potensi risiko perdarahan, serta potensi kejadian tromboemboli jika antikoagulan dihentikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menengahi masalah ini adalah warfarin bridging therapy.

Warfarin merupakan antikoagulan oral golongan antagonis vitamin K. Warfarin  digunakan pada kasus atrial fibrilasi, pasien dengan katup jantung mekanik, terapi tromboemboli vena, serta kasus iskemik kardiak atau serebral.[1-3]

Manajemen Perioperatif Antikoagulan Warfarin Bridging Therapy-min

Pengertian dan Perhatian Khusus pada Warfarin Bridging Therapy

Warfarin bridging therapy dilakukan dengan pemberian obat pengencer darah kerja pendek perioperatif. Obat yang biasa dipilih adalah low molecular weight heparin (LMWH) atau unfractionated heparin (UFH).[2,4] Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko tromboemboli akibat penghentian terapi antikoagulan warfarin, sembari menjaga risiko perdarahan akibat tindakan pembedahan yang akan dilakukan serendah mungkin.[3]

Saat ini, terapi bridging tidak lagi dilakukan secara rutin karena semakin banyaknya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa terapi bridging tetap meningkatkan risiko perdarahan dan kejadian kardiovaskular mayor tanpa penurunan risiko tromboemboli bermakna. Pemberian terapi bridging dapat dipertimbangkan pada:

  • Pasien dengan riwayat kejadian tromboemboli vena, misalnya deep vein thrombosis, dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan
  • Atrial fibrilasi dengan riwayat stroke atau transient ischemic attack (TIA) kurang dari 3 bulan, serta memiliki faktor risiko berupa gagal jantung kongestif, hipertensi, usia lebih dari 75 tahun, atau diabetes melitus

  • Pasien dengan katup jantung mekanik
  • Tindakan operatif dimana perdarahan dapat membahayakan pasien, misalnya tindakan operatif pada tulang belakang atau bilik mata
  • Tindakan operatif dengan risiko perdarahan sangat tinggi, misalnya knee replacement, pengangkatan kanker, polipektomi melalui endoskopi, dilatasi striktur, terapi varises, dan stenting esofagus

Terapi bridging tidak dianjurkan jika tindakan pembedahan memiliki risiko perdarahan rendah, misalnya pada ekstraksi gigi, operasi katarak, gastroskopi, atau arthroskopi; atau jika pasien memiliki risiko kejadian tromboemboli yang rendah.[2,5,6,7]

Penilaian Sebelum Operasi

Sebelum operasi, risiko perdarahan dan kejadian tromboemboli perlu dievaluasi. Risiko perdarahan dinilai berdasarkan jenis prosedur operasi yang akan dilakukan dan skor HAS-BLED. Risiko tromboemboli pada pasien dengan atrial fibrilasi dapat dinilai menggunakan skor CHA2DS2VASc. Dokter juga perlu mengevaluasi alasan pemberian antikoagulan, karena beberapa kondisi medis membawa risiko lebih tinggi (misalnya penggunaan katup jantung mekanik).[3,4,8]

Jika menurut evaluasi ternyata risiko perdarahan intraoperatif cukup minimal dan INR berada pada rentang terapeutik, maka terapi warfarin dapat dilanjutkan. Jika risiko tromboemboli rendah atau sedang, maka warfarin dapat dihentikan 5 hari sebelum tindakan operasi tanpa penggunaan terapi bridging. Sementara itu, jika risiko tromboemboli tinggi, maka warfarin dihentikan 5 hari sebelum operasi dan diberikan terapi bridging.[4]

Tata Cara Melakukan Warfarin Bridging Therapy

Secara umum, untuk melakukan warfarin bridging therapy, dokter perlu menghentikan terlebih dulu konsumsi warfarin sekitar 5-6 hari sebelum tindakan operatif. Penghentian ini bertujuan untuk memastikan efek antikoagulasi warfarin telah menurun. Antikoagulan bridging dapat dimulai sekitar 3 hari sebelum tindakan bedah, dimana dosis terakhir diberikan dalam waktu 24 jam sebelum tindakan.

Jika operasi memiliki risiko tinggi perdarahan, maka dosis LMWH yang digunakan pada 24 jam sebelum operasi sebesar 50% dari dosis awal. Namun, jika menggunakan UFH, maka UFH dihentikan 4-6 jam sebelum operasi. Selain itu, jika digunakan UFH, maka diperlukan pemeriksaan aPTT sebelum tindakan dimulai. Jika hasil melebihi normal, maka operasi sebaiknya ditunda hingga aPTT berada pada rentang normal

Setelah pembedahan, umumnya bridging dapat diberikan kembali, namun sebaiknya menunggu setidaknya 24 jam setelah tindakan. Sambil tetap memberikan bridging, terapi warfarin dimulai kembali. Terapi bridging biasanya diteruskan selama 4-6 hari dengan harapan efek warfarin di darah pasien sudah adekuat kembali.

Vitamin K tidak diberikan secara rutin pada pasien perioperatif yang menggunakan warfarin, karena pembalikan cepat tidak diperlukan. Selain itu, pemberian vitamin K dapat menunda kembalinya INR ke tingkat terapeutik (INR) yang dapat diterima untuk kondisi medis masing-masing pasien.[2,5,4]

Pilihan Agen Terapi Bridging

LMWH lebih sering dipilih dibandingkan UFH karena memiliki profil farmakokinetik yang lebih dapat diprediksi, memungkinkan pemberian dosis yang lebih jarang, serta tidak memerlukan pemantauan khusus dengan pemeriksaan penunjang. Keunggulan lain dari LMWH adalah terkait efektivitas biaya, dapat memberi kenyamanan yang lebih besar bagi pasien, serta memiliki kemanjuran yang serupa dengan UFH.

LMWH dapat diberikan dalam dosis 1,5 mg/kg sekali sehari, ataupun 1 mg/kg 2 kali sehari. Regimen 1 mg/kg 2 kali sehari disarankan untuk pasien dengan risiko tinggi kejadian tromboemboli dan perdarahan.

Apapun dosis dan frekuensi pemberian yang dipilih, penggunaan harus dihentikan dalam 24 jam sebelum pembedahan untuk memastikan efek antikoagulan residual telah cukup berkurang. Jika digunakan jadwal sekali sehari, maka dosis terakhir 1,5 mg/kg perlu dikurangi menjadi 0,75 mg/kg.[9]

Kesimpulan

Terapi bridging perioperatif pada pasien yang mengonsumsi warfarin tidak dilakukan secara rutin. Penentuan perlunya terapi bridging dilakukan secara individual, tergantung kondisi masing-masing pasien, dengan mempertimbangkan jenis tindakan operatif, risiko perdarahan, dan risiko kejadian tromboemboli.

Terapi bridging umumnya dilakukan dengan menggunakan low molecular weight heparin (LMWH). Warfarin dihentikan kurang lebih 5 hari sebelum tindakan operatif, dan LMWH dimulai 3 hari sebelum tindakan. Kemudian, dosis terakhir LMWH diusahan setidaknya 24 jam sebelum operasi dilakukan.

Pasca operasi, lakukan penilaian risiko perdarahan pada pasien. Umumnya terapi bridging dimulai kembali 24 jam setelah tindakan dan dilanjutkan hingga 6 hari.

Referensi