Perbandingan Efikasi Terapi Farmakologi Pasien Dewasa Dengan Penyakit Ginjal Polikistik Autosomal Dominan: Tinjauan Sistematik dan Meta-analisis Jaringan Dari Percobaan Acak Terkontrol - Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Comparative Efficacy of Pharmacological Treatments for Adults With Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease: A Systematic Review and Network Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials.

Tsukamoto S, et al. Front. Pharmacol. 13:885457. DOI: 10.3389/fphar.2022.885457

Abstrak

Latar Belakang: Tolvaptan merupakan terapi standar emas untuk autosomal dominant polycystic kidney disease (ADPKD), meski sudah ada sejumlah obat lain yang berpotensi untuk menghambat progresifitas ADPKD. Adapun, percobaan-percobaan klinis individu belum mampu menunjukkan perbedaan yang signifikan karena faktor ukuran sampel yang kecil. Selain itu, perbedaan antara efikasi terapeutik di antara obat-obat tersebut masih belum jelas. Oleh sebab itu, kami melakukan investigasi terhadap perbandingan efikasi dari terapi ADPKD yang tersedia.

Metode: Peneliti melakukan pencarian di PubMed, Medline, EMBASE, dan Cochrane Library hingga Januari 2022 guna mengidentifikasi data randomized clinical trial (RCT) terhadap pasien ADPKD yang membandingkan efek terapi dengan plasebo atau terapi konvensional. Meta-analisis jaringan diterapkan untuk membandingkan efikasi terapi secara tidak langsung. Luaran primer ialah perubahan pada fungsi ginjal dan rate pertumbuhan volume ginjal total (TKV).

Hasil: Ada enam RCT yang memenuhi syarat dengan cakupan total 4391 pasien. Tolvaptan secara signifikan mampu mempertahankan fungsi ginjal (standardized mean difference/SMD 0,24 [95% CI 0,16-0,31) dan menginhibisi pertumbuhan TKV jika dibandingkan dengan plasebo  (MD: -2,70; 95%CI -3,10 hingga -2,30). Inhibitor tirosin kinase dan inhibitor mammalian target of rapamycin/ mTOR lebih baik dalam menginhibisi pertumbuhan TKV jika dibandingkan dengan plasebo (MD: -5,69; 95%CI -7,34 hingga -4,03).

Analog somatostatin secara signifikan mampu menghambat pertumbuhan TKV jika dibandingkan dengan plasebo dan tolvaptan (MD -2,99; 95%CI -4,69 hingga -1,29). Metformin cenderung dapat mempertahankan fungsi ginjal tetapi tidak signifikan secara statistik (SMD 0,28; 95%CI -0,05 hingga 0,61; p=0,09).

Kesimpulan: Dari hasil analisis, tampak tolvaptan pantas menjadi terapi standar untuk terapi ADPKD, meski analog somatostatin juga menunjukkan efikasi yang cukup signifikan dalam menginhibisi pertumbuhan TKV.

polycystic Openi, 2013

Ulasan Alomedika

Penyakit autosomal dominant polycystic disease atau ADPKD merupakan penyakit genetik kongenital yang paling umum terjadi dengan estimasi prevalensi 1:400- 1:1000. Kelainan ini dapat menimbulkan gagal ginjal (gagal ginjal akut atau GGK). ADPKD menyumbang sekitar 5-10% penyebab kasus gagal ginjal tahap akhir, dan menjadi penyebab keempat terbanyak terhadap gagal ginjal di seluruh dunia.

Meski ADPKD (dianggap penyakit dengan progresi yang lambat, begitu volume ginjal mencapai ukuran kritis maka laju filtrasi glomerulus akan langsung turun signifikan. Oleh karenanya, pertumbuhan/peningkatan volume ginjal menjadi prediktor penting untuk prognosis penyakit ini. Dengan demikian, terapi ADPKD ditujukan untuk mempertahankan fungsi ginjal sekaligus menginhibisi pembentukan kista dan pertumbuhan/peningkatan volume ginjal.

ADPKD umumnya ditimbulkan oleh mutasi terhadap gen PKD1 dan PKD2 yang mengkoding polycistin-1 (PC-1) dan PC-2. Mutasi pada PC berhubungan dengan penurunan kadar kalsium intrasel dan meningkatnya produksi siklik adenosin monofosfat (cAMP). Upregulation dari cAMP akan mengaktivasi protein kinase A yang akan memicu pembentukan kista dan sekresi klorida maupun cairan melalui cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR).

Selain itu, peningkatan AMP-activated protein kinase (AMPK) dan jalur mTOR, berkaitan pula pada patogenesis ADPKD.  Sehubungan dengan hal tersebut, terapi ADPKD ditujukan pada level mekanisme molekuler. Terapi standar emas ADPKD saat ini ialah tolvaptan, antagonis reseptor vasopressin-2 (V2R). V2R berperan pada aktivasi adenylyl cyclase via G-protein, yang menimbulkan peningkatan cAMP.

Terapi potensial lainnya yang juga mampu menekan kadar cAMP intrasel seperti analog somatostatin ( long-acting release octreotide) atau inhibitor mTOR yang mampu menginhibisi sinyal mTOR. Ada pula metformin, metformin dilaporkan bisa menghambat jalur mTOR dan CFTR pada studi percobaan hewan. Hingga saat ini, belum tersedia data klinis yang melakukan perbandingan efikasi antar terapi ADPKD yang sudah tersedia.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini menerapkan tinjauan sistematis pada data RCT yang relevan pada database PubMed, Medline, EMBASE, dan Cochrane Library hingga publikasi tanggal 8 januari 2022. Data tersebut kemudian dianalisis dengan meta-analisis jaringan menurut pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). Studi dieksklusi jika merupakan percobaan crossover, studi yang sudah mencakup pasien dialisis dengan/atau transplantasi ginjal atau data studi yang tidak lengkap meski sudah menghubungi pihak penulis terkait.

Luaran primer ialah perubahan per tahun dari fungsi ginjal dan growth rate TKV atau htTKV. Fungsi ginjal diperiksa sebagai measured GFR atau estimasi GFR. Nilai kontinu dihitung dengan standardized mean difference/SMD dengan 95% confidence interval. Sedangkan annual growth rate TKV atau htTKV dikalkulasi sebagai mean difference/MD dengan 95%CI. Hasil dari luaran dikotomi seperti efek samping merugikan diestimasi sebagai risk ratio (RR) dengan 95%CI. Heterogenitas antar studi dinilai dengan I2 statistic.

Ulasan Hasil Penelitian

Dalam hal mempertahankan fungsi ginjal, analisis menunjukkan bahwa tolvaptan secara signifikan lebih baik daripada plasebo (SMD 0,24; 95% CI 0,16-0,31; p<0,001). Terapi lainnya (analog somatostatin, inhibitor mTOR, tyrosine kinase inhibitor dan statin ) tidak lebih baik dari plasebo. Terapi metformin cenderung mampu mempertahankan eGFR  jika dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak signifikan secara statistik.

Dalam hal inhibisi pertumbuhan volume ginjal, analisis menunjukkan bahwa masing-masing terapi dengan analog somatostatin, tyrosine kinase inhibitor (TKI), inhibitor mTOR atau tolvaptan mampu menginhibisi TKV secara signifikan jika dibandingkan plasebo. Terapi dengan analog somatostatin merupakan terapi yang paling efektif dari antara pilihan di atas, bahkan dengan efikasi yang lebih baik daripada tolvaptan (MD vs tolvaptan  -2,99; 95%CI -4,69 hingga -1,29; p=0,001). Terapi dengan metformin dan niacinamide tidak lebih baik dari plasebo.

Pada aspek efek samping, nausea/vomiting dan diare meningkat signifikan pada terapi dengan TKI daripada plasebo ( RR 2,7; 95%CI 1,43-5,09; p<0,01). Infeksi saluran kemih meningkat signifikan pada terapi tolvaptan ( RR 0,67; 95%CI 0,52-0,85; p<0,01, demikian pula dengan rasa lelah jika dibandingkan dengan plasebo ( RR 1,56; 95%CI  1,16-2,09; p<0,001).

Kelebihan Penelitian

Kekuatan utama studi ini ialah meta-analisis jaringan pertama yang mengulas perbandingan efikasi antar terapi ADPKD dengan data valid RCT. Selain itu, dengan ukuran sampel lebih dari 4000 pasien dengan heterogenitas antar studi yang rendah dapat meminimalkan risiko bias hasil analisis luaran yang diuji.

Limitasi Penelitian

Pertama, lebih dari setengah grup terapi mendapat tolvaptan sedangkan ukuran sampel untuk terapi jenis lain relatif kecil. Kedua, belum ada data RCT yang membandingkan secara langsung efikasi antar terapi. Ketiga, luaran yang diuji pada studi ini masih terbatas pada perubahan fungsi ginjal, volume total ginjal dan gejala subjektif (efek samping). Keempat, studi ini belum mampu menganalisis dampak diskrepansi dari efek inhibisi pertumbuhan/peningkatan TKV dengan efek mempertahankan fungsi ginjal terhadap luaran klinis ADPKD secara terpisah.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Hasil penelitian ini belum dapat diterapkan secara merata pada terapi pasien ADPKD di Indonesia dengan mempertimbangkan masih belum tersedianya tolvaptan ataupun somatostatin analog atau mTOR inhibitor lainnya di seluruh pusat kesehatan.

Selain itu, biaya dari tolvaptan sangat tinggi. Sehingga dibutuhkan cara untuk penerapan efektivitas pembiayaan dan penghematan biaya dalam penundaan hemodialisis atau transplantasi ginjal pada pasien ADPKD yang mengalami gagal ginjal dan penurunan produktivitas tahunan.

Referensi