Perawatan Perioperatif untuk Rekonstruksi Payudara Sesuai Pedoman ERAS

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla

Perawatan perioperatif yang optimal untuk pasien bedah rekonstruksi payudara telah ditentukan dalam pedoman ERAS atau enhanced recovery after surgery. ERAS adalah protokol perawatan perioperatif yang multimodal dan berbasis bukti, yang bertujuan untuk standarisasi perawatan preoperatif, intraoperatif, maupun postoperatif. Dengan ERAS, luaran klinis pasien setelah bedah diharapkan menjadi lebih baik.[1,2,7]

Rekonstruksi payudara merupakan bedah mayor yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk, tampilan, simetrisitas, maupun ukuran salah satu atau kedua payudara.  Bedah ini biasanya dilakukan untuk pasien yang telah menjalani mastektomi, misalnya pasien kanker payudara.[1-3]

Cancer,Woman,Disease,Concept,With,Cucasian,Woman,Without,Breasts,For

Beberapa rekomendasi ERAS untuk pasien yang menjalani rekonstruksi payudara adalah puasa minimal, carbohydrate loading, profilaksis nyeri multimodal, profilaksis antimikroba, dan profilaksis mual serta muntah. Protokol ERAS juga menganjurkan pemberian makan kembali lebih awal (early re-feeding) dan mobilisasi dini.[3,6,8]

Tujuan ERAS pada pasien rekonstruksi payudara adalah mempercepat pemulihan, mengurangi lama rawat inap di rumah sakit, dan mengurangi biaya perawatan pasien di rumah sakit secara keseluruhan.[1-4]

Perawatan Preoperatif untuk Pasien Rekonstruksi Payudara

Pedoman ERAS untuk rekonstruksi payudara diawali dengan konseling sebelum rawat inap, yang mengedukasi pasien mengenai rencana bedah dan pilihan anestesi serta membantu pasien mengelola harapan dan kekhawatiran terhadap prosedur.[3,6-8]

Edukasi dan diskusi pada periode preoperatif telah terbukti mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan pasien yang akan menjalani rekonstruksi payudara. Selain itu, tinjauan durasi puasa dan carbohydrate loading sangat diperlukan dalam manajemen preoperatif rekonstruksi payudara.[7-9]

Konseling Sebelum Rawat Inap

Konseling pre-admission sangat disarankan untuk memberikan dokter kesempatan berdiskusi dengan pasien mengenai langkah-langkah pembedahan, mengelola harapan pasien tentang hasil rekonstruksi, dan mengurangi kekhawatiran tentang prosedur. Pasien perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan setelah mendapatkan informasi yang cukup. Pasien yang teredukasi dengan baik mempunyai tingkat kecemasan yang lebih rendah.[1,3,7,8]

Optimalisasi Sebelum Rawat Inap

Sebelum admission, tinjau faktor risiko yang bisa berdampak buruk pada hasil bedah rekonstruksi payudara, seperti rokok, konsumsi alkohol, dan obesitas.[5,7,8]

Pasien yang akan menjalani rekonstruksi payudara disarankan untuk berhenti merokok dan berhenti mengonsumsi alkohol minimal 1 bulan sebelum rekonstruksi payudara berlangsung.[5,7,10]

Penurunan berat badan juga diperlukan pada pasien yang mengalami obesitas, yakni hingga mencapai indeks massa tubuh (IMT) ≤30 kg/m2. Optimalisasi faktor-faktor ini sebelum admission terbukti dapat mengurangi komplikasi pascaoperasi dan membantu pemulihan pasien lebih baik.[7,8,10]

Perencanaan Flap Perforator

Apabila flap perforator untuk pemetaan perforator preoperatif diperlukan, penggunaan computed tomographic angiography atau CTA lebih direkomendasikan daripada USG Doppler. Penggunaan CTA mengurangi angka komplikasi flap dan waktu operasi.[3,5,6]

Puasa Preoperatif yang Singkat

Pedoman ERAS menganjurkan durasi puasa preoperatif yang lebih singkat. Anjuran ini terbukti aman karena tidak ada perbedaan dalam hal pengosongan lambung dan risiko aspirasi jika dibandingkan dengan puasa yang berkepanjangan.[5,7,8]

Pengurangan durasi puasa preoperatif bisa mengurangi rasa haus pada pasien, rasa tidak nyaman, dan risiko dehidrasi. Durasi puasa preoperatif yang dianjurkan adalah 6 jam untuk makanan padat dan 2 jam untuk cairan bening seperti air putih.[7,8,10]

Carbohydrate Loading

Pemberian karbohidrat (carbohydrate loading) preoperatif dianjurkan berupa konsumsi minuman kaya karbohidrat 2 jam sebelum operasi. Hal ini dilaporkan oleh beberapa studi dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi rasa haus serta lapar. Pemberian karbohidrat  juga dapat melindungi tubuh dari efek katabolik yang merugikan akibat pembedahan dan puasa yang berkepanjangan.[5,7,8]

Meskipun bukti untuk anjuran ini masih cukup lemah, konsumsi minuman yang kaya karbohidrat seperti maltodextrin tetap dianjurkan 2 jam sebelum induksi anestesi karena potensi manfaatnya cukup tinggi dan risikonya yang minimal.[8,10]

Untuk pasien rekonstruksi payudara yang menderita diabetes tetapi terkontrol dengan baik, minuman kaya karbohidrat dapat diberikan 3 jam sebelum operasi rekonstruksi payudara.[7,8,10]

Perawatan Intraoperatif untuk Pasien Rekonstruksi Payudara

Manajemen intraoperatif mencakup peninjauan risiko tromboemboli vena, pemberian profilaksis antimikroba, pemberian profilaksis mual dan muntah, pemberian analgesik, pengaturan temperatur, dan terapi cairan.[4,8,10]

Profilaksis Tromboemboli Vena

Prosedur rekonstruksi payudara dapat meningkatkan risiko terjadinya tromboemboli vena (venous thromboembolism atau VTE). Pasien dengan obesitas dan usia lanjut terutama memiliki risiko ganda untuk mengalami VTE saat bedah rekonstruksi payudara sedang berlangsung maupun sudah selesai.[5,7,10]

Untuk itu, pedoman ERAS sangat merekomendasikan pemberian profilaksis VTE pada pasien yang menjalani rekonstruksi payudara. Heparin unfractionated atau heparin low molecular-weight merupakan pilihan utama untuk profilaksis farmakologis VTE. Selain itu, dokter dapat melakukan profilaksis mekanis dengan kompresi pneumatik intermiten (intermittent pneumatic compression).[5,8,10]

Profilaksis Antimikroba

Infeksi luka operasi meningkatkan risiko morbiditas pada pasien rekonstruksi payudara. Pedoman ERAS sangat merekomendasikan disinfeksi kulit dengan antiseptik yang mengandung chlorhexidine. Pemberian profilaksis antibiotik 1 jam sebelum insisi kulit dan irigasi breast pocket untuk mengurangi bacterial load yang dapat menyebabkan infeksi pascaoperasi juga sangat dianjurkan.[5,7,10]

Profilaksis Mual dan Muntah

Kombinasi obat 5-hydroxytryptamine receptor 3 (5-HT3) blocker seperti ondansetron dengan dexamethasone dilaporkan lebih efektif mengurangi postoperative nausea and vomiting (PONV) daripada penggunaan salah satunya saja. ERAS merekomendasikan farmakoterapi multimodal untuk profilaksis PONV pada pasien yang menjalani operasi rekonstruksi payudara.[7,8,10]

Pemberian Analgesik

Premedikasi berupa gabapentin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), atau inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2 inhibitor) dapat diberikan untuk mengurangi nyeri. Selain itu, dokter juga dapat melakukan infiltrasi insisi dengan bupivacaine (bupivacaine incisional infiltration). Pemberian analgesik ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan opioid dan mengendalikan nyeri pascaoperasi secara adekuat.[4,7,10]

Pedoman ERAS merekomendasikan penggunaan analgesik multimodal yang mampu mengurangi kebutuhan opioid untuk rekonstruksi payudara. Pemberian bupivacaine melalui infus kateter juga telah terbukti mengurangi kebutuhan opioid setelah operasi. Selain itu, blok regional dan lokal juga dapat dilakukan untuk meminimalkan sedasi dan nyeri.[4,5,7]

Protokol Anestesi

Ada 3 opsi umum untuk pemeliharaan anestesi selama operasi rekonstruksi payudara berlangsung, yaitu: anestesi umum dengan anestesi intravena total, anestesi umum dengan anestesi volatil, dan anestesi regional.[5,8,10]

Anestesi regional dengan paravertebral or transversus abdominis plane (TAP) blocks telah terbukti mengurangi kebutuhan opioid pascaoperasi tetapi tidak mengurangi rasa sakit, mual, sedasi, maupun waktu pemulihan. Pedoman ERAS lebih menganjurkan anestesi umum dengan anestesi intravena total daripada anestesi regional. Anestesi intravena total dapat mengurangi insiden PONV.[7,8,10]

Pengendalian Temperatur

Hipotermia telah terbukti menunda penyembuhan luka, menaikkan risiko infeksi luka, dan memperpanjang rawat inap. ERAS merekomendasikan untuk mempertahankan suhu tubuh pasien >36˚C. Anjuran ini mengurangi risiko komplikasi pascaoperasi, mempertahankan fungsi fisiologis jantung dan metabolisme obat, serta mengurangi risiko infeksi pada luka.[5,7]

Beberapa uji klinis acak terkontrol melaporkan bahwa penghangat udara (forced-air warming) bersifat aman dan efektif untuk mencegah hipotermia pada pasien operasi rekonstruksi payudara. Cairan intravena yang dihangatkan hanya dapat mengurangi hipotermia untuk prosedur yang singkat, sehingga sudah tidak dianjurkan pada operasi rekonstruksi payudara.[7,8,10]

Terapi Cairan

Pemberian cairan bertujuan untuk menjaga perfusi, sehingga bisa mempertahankan fungsi fisiologis organ dan vitalitas flap. Pedoman ERAS lebih merekomendasikan cairan kristaloid balanced daripada cairan salin normal. Cairan kristaloid balanced dapat menjaga keseimbangan elektrolit secara lebih baik daripada cairan salin normal.[7,8,10]

Hindari overresuscitation maupun underresuscitationOverresuscitation meningkatkan risiko komplikasi kardiopulmonal, risiko infeksi luka, durasi penyembuhan luka, dan durasi rawat inap. Sementara itu, underresuscitation meningkatkan risiko trombosis mikrovaskular postoperatif.[7,8,10]

Sebelumnya, penggunaan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah tidak direkomendasikan pada pasien dengan flap. Namun, saat ini vasopresor telah terbukti aman dan tidak membahayakan flap pada pasien normovolemik.[3,6,7]

Perawatan Postoperatif untuk Pasien Rekonstruksi Payudara

Sesudah rekonstruksi payudara, kondisi umum pasien dan kondisi luka perlu dipantau kembali. ERAS juga menyarankan mobilisasi dini, pemberian makan dini, dan proses rehabilitasi setelah operasi.[7-9]

Pemberian Makan Secara Dini

Pasien harus didukung untuk mengonsumsi makanan dan minuman secara oral lebih awal (early feeding), yakni dalam jangka waktu 24 jam setelah operasi. Anjuran ini telah terbukti aman dan berkaitan dengan lebih cepatnya penyembuhan, pengurangan risiko infeksi, dan pengurangan durasi rawat inap.[5,7,10]

Pemantauan Flap Setelah Operasi

Pedoman ERAS merekomendasikan untuk memantau flap setidaknya selama 72 jam setelah rekonstruksi payudara. Pengamatan secara klinis umumnya sudah cukup untuk pemantauan. Namun, monitor Doppler sangat bermanfaat untuk evaluasi kondisi flap yang ‘terkubur’ (buried flaps). Interval pemantauan yang disarankan adalah setiap jam dalam 24 jam pertama, kemudian setiap 2 jam dalam 24 jam kedua, dan setiap 3-4 jam dalam 24 jam ketiga.[3,6,7,10]

Manajemen Luka Setelah Operasi

Penutupan insisi dengan jahitan konvensional lebih direkomendasikan. Luka kompleks dengan nekrosis dapat ditangani dengan debridemen dan terapi luka tekanan negatif (negative pressure wound therapy).[7,9,10]

Mobilisasi Secara Dini

Mobilisasi pasien yang tertunda dapat menyebabkan pemulihan kondisi pasien menjadi lebih lama. Early mobilization atau mobilisasi dini (dalam 24 jam pascaoperasi) dapat mengurangi risiko komplikasi akibat berbaring terlalu lama (seperti ulkus decubitus) dan memfasilitasi pemulihan yang cepat serta pemulangan pasien lebih awal.[7,9,10]

Rehabilitasi Fisik Setelah Operasi

Fisioterapi dini, program olahraga yang diawasi, dan inisiatif perawatan suportif lainnya (seperti dukungan fisik dan psikososial) harus dilakukan setelah pasien menyelesaikan masa rawat inap. Rehabilitasi fisik dini bisa meningkatkan kemampuan fisik maupun emosional, serta mempercepat pemulihan pasien.[7-10]

Program rehabilitasi fisik pada periode pascaoperasi dapat meningkatkan mobilitas, mengurangi nyeri, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Kunjungan tenaga medis seperti dokter dan perawat juga dapat memberikan dukungan psikososial pada pasien setelah operasi rekonstruksi payudara.[8-10]

Tabel 1. Rangkuman Rekomendasi ERAS untuk Pasien Rekonstruksi Payudara

No. Modalitas Rekomendasi Level Bukti Rekomendasi
Preoperatif
1 Informasi, edukasi, dan konseling sebelum inap

Pasien harus menerima

edukasi preoperatif dan konseling menyeluruh

Sedang Kuat
2 Optimalisasi sebelum rawat inap Berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi Sedang Kuat
Mengurangi berat badan hingga IMT ≤30 kg/m2 sebelum operasi Tinggi Kuat
Berhenti mengonsumsi alkohol 1 bulan sebelum operasi Rendah Kuat
3

Perencanaan flap perforator

Gunakan CTA jika perlu pemetaan perforator preoperatif

Sedang Kuat
4 Puasa perioperatif

Durasi puasa sebelum operasi diminimalkan,

pasien boleh minum

cairan bening hingga 2 jam sebelum operasi

Sedang Kuat
5 Pemberian karbohidrat preoperatif Minuman yang tinggi karbohidrat seperti maltodextrin harus diberikan kepada pasien 2 jam sebelum operasi Rendah Sedang-kuat
Intraoperatif
6 Profilaksis tromboemboli vena

Evaluasi risiko VTE dan risiko perdarahan: bila risiko VTE pasien tinggi, berikan unfractionated heparin atau low molecular-weight heparin

Sedang Kuat
7 Profilaksis antimikroba Gunakan antiseptik yang mengandung chlorhexidine dan berikan antibiotik intravena dalam waktu 1 jam sebelum insisi Sedang Kuat
8 Profilaksis mual dan muntah Pasien harus menerima obat profilaksis PONV saat preoperatif maupun intraoperatif Sedang  Kuat
9 Analgesik Pasien harus menerima analgesik multimodal untuk mengurangi rasa sakit Sedang Kuat
10 Protokol anestesi  Rekomendasi protokol anestesi adalah anestesi umum dengan anestesi total intravena Sedang  Kuat 
11 Pengendalian temperatur Pantau suhu tubuh dan jaga agar suhu >36˚C Sedang Kuat
12 Terapi cairan

Pantau keseimbangan cairan dan berikan kristaloid balanced untuk maintenance cairan

Sedang Kuat
Postoperatif
13 Analgesik postoperatif Berikan analgesik multimodal yang dapat mengurangi kebutuhan opioid untuk kendalikan nyeri pascaoperasi Tinggi Kuat
14

Pemberian makan lebih awal (early feeding)

Mendukung pasien untuk mengonsumsi makanan dan minuman secara oral secepat mungkin, sebaiknya dalam waktu 24 jam setelah operasi Sedang Kuat
15

Monitoring flap setelah operasi

Monitoring flap dalam

72 jam pertama setelah operasi dengan evaluasi secara klinis atau dengan Doppler untuk buried flaps

Sedang Kuat
16 Manajemen luka setelah operasi

Tutup insisi dengan jahitan konvensional; bila luka kompleks dan ada nekrosis, lakukan debridemen dan negative pressure wound therapy (NPWT)

Tinggi (jahitan)

Sedang (NPWT)

Kuat
17 Mobilisasi dini Pasien dimobilisasi dalam 24 jam pertama setelah operasi Sedang Kuat
18 Rehabilitasi fisik setelah operasi Fisioterapi di awal dengan beberapa program latihan yang disupervisi, serta perawatan suportif untuk fisik dan psikis pasien Sedang Kuat

Sumber: dr. Eva Naomi, 2023.

Kesimpulan

Perawatan preoperatif, intraoperatif, maupun postoperatif untuk pasien yang menjalani rekonstruksi payudara telah ditetapkan dalam protokol ERAS. Protokol ini melibatkan intervensi yang multidisiplin dan multimodal sesuai bukti klinis, yang bertujuan untuk mengoptimalisasi luaran klinis pasien.

Perawatan preoperatif terdiri dari edukasi dan konseling pasien sebelum rawat inap, optimalisasi kondisi pasien sebelum rawat inap, perencanaan flap perforator, pemilihan durasi puasa preoperatif yang lebih singkat,  dan pemberian karbohidrat preoperatif.

Perawatan intraoperatif terdiri dari profilaksis tromboemboli vena, profilaksis infeksi, profilaksis mual dan muntah, pemberian analgesik, pengendalian suhu tubuh pasien, dan terapi cairan. Sementara itu, perawatan postoperatif terdiri dari anjuran early feedingmonitoring flap pascaoperasi, manajemen luka yang tepat, early mobilization, dan rehabilitasi fisik.

Referensi