Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Fimosis general_alomedika 2022-09-27T14:53:41+07:00 2022-09-27T14:53:41+07:00
Fimosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Fimosis

Oleh :
dr. Bunga Saridewi
Share To Social Media:

Diagnosis fimosis patut dicurigai pada pasien dengan keluhan preputium tidak dapat ditarik. Dalam melakukan diagnosis, dokter perlu membedakan fimosis fisiologis dengan patologis. Terbentuknya jaringan parut berupa cincin fibrotik berwarna keputihan di sekitar orifisium preputium menandakan fimosis patologis. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis fimosis.[7]

Anamnesis

Fimosis fisiologis biasanya bersifat asimptomatik. Pasien mayoritas dibawa berobat oleh orang tua karena preputium tidak dapat ditarik pada saat dibersihkan atau saat mandi.[6]

Keluhan juga dapat berupa penggembungan area preputium pada saat berkemih. [8] Nyeri dan infeksi lokal atau infeksi saluran kemih biasanya tidak ditemukan pada kasus fimosis fisiologis.[3]

Berbeda dengan fimosis fisiologis, fimosis patologis secara klinis memiliki gejala berupa nyeri saat ereksi, nyeri saat berhubungan seksual, hematuria, dysuria, infeksi saluran kemih berulang, nyeri preputium, iritasi kulit, pancaran urin lemah, hingga retensi urin. Pada laki-laki dewasa, fimosis patologis sering berkaitan dengan higiene yang buruk atau sebagai gejala awal diabetes mellitus.[4,6]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, juga dapat dibedakan antara fimosis fisiologis dan fimosis patologis.  Orifisium preputium pada fimosis fisiologis tidak memiliki jaringan parut. Perabaan ditemukan preputium yang lunak dan kenyal. [6,11]

Jika dilakukan traksi secara lembut, kerutan preputium dan jaringan di atasnya berwarna merah muda dan tampak sehat, disebut “flowering” atau “mushroom” preputium. Pada beberapa kasus, preputium dapat ditarik sebagian sehingga dapat terlihat sebagian glans dan jaringan sisa adhesi.[2,3,11]

Fimosis patologis ditandai dengan terbentuknya jaringan parut berupa cincin fibrotik berwarna keputihan di sekitar orifisium preputium, sugestif sebagai balanitis xerotica obliterans. Jika dilakukan traksi secara lembut, maka preputium akan berbentuk seperti kerucut dengan penyempitan bagian distal berwarna putih dan fibrotik.[1,2,6,8]

Meuli et al. mengklasifikasikan fimosis sesuai derajat keparahan :

  • Grade I: preputium dapat diretraksi penuh dengan cincin stenotik pada shaft

  • Grade II: retraksi parsial dengan glans tampak sebagian

  • Grade III: retraksi parsial dan hanya terlihat meatus

  • Grade IV: tidak dapat diretraksi[4]

Klasifikasi lain adalah menurut Kikiros et al:

  • Skor 1: retraksi penuh preputium, dengan bagian yang sempit di belakang glans
  • Skor 2: glans dapat terlihat sebagian
  • Skor 3: retraksi parsial: meatus dapat terlihat
  • Skor 4: sedikit retraksi, tetapi meatus atau pun glans tidak dapat terlihat
  • Skor 5: preputium tidak dapat diretraksi sama sekali[3]

Pada pemeriksaan fisik juga mungkin ditemukan korpus smegma, yaitu timbunan smegma yang terjebak dalam sakus preputium penis, dapat membentuk benjolan kecil atau smegma pearl.[2]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding fimosis dapat berupa balanopostitis akut, keganasan pada penis, parafimosis, megapreputium kongenital, dan kista preputium.

Balanoposthitis Akut

Balanoposthitis merupakan infeksi glans dan preputium penis. Pada kondisi ini dapat ditemukan edema dan eritema pada preputium disertai gejala disuria dan perdarahan. Umumnya kasus ini dapat tuntas dengan pemberian antibiotik. Tidak diperlukan intervensi medis lainnya kecuali pada kasus berulang.

Keganasan pada Penis

Karsinoma sel skuamosa pada penis tampak sebagai ulserasi fungating mass pada glans dan preputium. Selain itu, karsinoma in situ pada penis memiliki gambaran velvety macular lesion pada glans (erythroplasia of Queyrat) atau pada shaft penis (Bowen disease).[4]

Parafimosis

Parafimosis merupakan kondisi di mana preputium tidak dapat dikembalikan ke posisi awal setelah sebelumnya diretraksi hingga sulkus glandularis. Pada anak, parafimosis biasa terjadi saat lupa menarik kembali preputium setelah berkemih atau mandi. Sementara pada dewasa, retraksi preputium ke arah proksimal biasanya dilakukan pada saat bersenggama, masturbasi, atau sehabis pemasangan kateter.

Jika preputium tidak secepatnya dikembalikan ke posisi awal, akan menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial, sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini akan menimbulkan manifestasi klinis berupa nyeri dan edema pada preputium dan glans sehingga menyebabkan preputium terperangkap di belakang glans penis.

Tata laksana yang dapat dilakukan berupa kompresi manual jaringan edematous diikuti usaha untuk menarik kulit preputium melewati glans penis. Jika manuver ini gagal, perlu dilakukan insisi dorsal cincin konstriksi.[1]

Megapreputium Kongenital

Megapreputium kongenital merupakan kelainan dengan tampilan besarnya kulit preputium bagian dalam dan kombinasi dengan cincin fimotik. Keluhan muncul saat berkemih berupa kantung preputium tampak terisi oleh urin atau ballooning scrotal mass. Kelainan ini  dapat ditata laksana dengan sirkumsisi modifikasi.[2]

Pemeriksaan Penunjang

Pada fimosis tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi khusus. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan terkait infeksi saluran kemih dan infeksi kulit.[3,8]

Hasil pemeriksaan histopatologi pada balanitis xerotika obliterans, salah satu etiologi fimosis patologis, adalah gambaran hiperkeratosis dengan sumbatan folikular, atrofi stratum spongiosum dengan degenerasi hidropik dari sel basal, limfedema, hyalinosis, homogenisasi kolagen dermis bagian atas, dan infiltrasi inflamasi pada pertengahan dermis.[13]

 

 

Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri

Referensi

1. McGregor TB, Pike JG, Leonard MP. Pathologic and Physiologic Phimosis. Can Fam Phys. 2007(53)445-448. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1949079/pdf/0530445.pdf
2. Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ. 2013(346)1-4. https://www.bmj.com/content/346/bmj.f3678
3. Fahmy, M. (2017). Phimosis and Paraphimosis. Congenital Anomalies of the Penis, 245–250. 2017. doi:10.1007/978-3-319-43310-3_38a
4. Medscape. Phimosis, Adult Circumcision, and Buried Penis. 2021.https://emedicine.medscape.com/article/442617-overview#showall
6. Medscape. Phimosis and Paraphimosis. 2017.https://emedicine.medscape.com/article/777539-overview#showall
7. Tekgul S, Dogan HS, Hoebeke P, et al. EAU Guidelines of Pediatric Urology. 2016. European Association of Urology. https://uroweb.org/wp-content/uploads/EAU-Guidelines-Paediatric-Urology-2016.pdf
8. Shahid SK. Phimosis in children. ISRN Urol. 2012;2012:707329. 2012 Mar 5. doi:10.5402/2012/707329
11. Mchoney M, Lakhoo K. Phimosis, Meatal Stenosis, and Paraphimosis dalam Pediatric Surgery: A Comprehensive Text for Africa. Ed Ameh EA, Bickler SW, Lakhoo K, Nwomeh BC, Poenaru D. Global HEALTH. South Africa. 2011. 560-564p.
13. Hayashi Y, Kojima Y, Mizuno K, Kohri K. Prepuce: phimosis, paraphimosis, and circumcision. ScientificWorldJournal. 2011;11:289–301. Published 2011 Feb 3. doi:10.1100/tsw.2011.31

Epidemiologi Fimosis
Penatalaksanaan Fimosis
Diskusi Terkait
Anonymous
05 Oktober 2022
Kapan Fimosis Perlu Disirkumsisi - Bedah Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
ALO dr. Sonny, Sp. B. Saya ingin bertanya pada pasien bayi dengan fimosis, kira2 berapa lama kita bisa menunggu sambil observasi sampai keputusan...
dr.Makbruri, M.Biomed
21 September 2022
Pasien dengan Luka Dehiscence pasca sunat 1 minggu
Oleh: dr.Makbruri, M.Biomed
4 Balasan
Pasien pasca sunat 1 minggu datang dengan luka dehiscence seperti di gambar apa yang harus kita lakukan?
ayu nasiroh
02 Juli 2022
Metode sirkumsisi terbaik
Oleh: ayu nasiroh
2 Balasan
Alo dokter. Ijin bertanya, apakah metode yg terbaik untuk sirkumsisi? Mengingat semakin banyak metode2 yang berkembang saat ini. Ada cauter, laser, stapler...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.