Epidemiologi Fimosis
Epidemiologi fimosis menunjukkan bahwa hampir semua bayi laki-laki lahir dengan fimosis fisiologis tanpa perbedaan nyata terhadap ras tertentu. Insiden fimosis fisiologis akan berkurang seiring pertambahan usia. Insiden fimosis patologis jauh lebih kecil dibanding fimosis fisiologis. [4,7,8,11]
Global
Diperkirakan 96 dari 100 bayi laki-laki lahir dengan fimosis fisiologis. [12] Pada tahun pertama kehidupan, sekitar 50% anak laki-laki dapat meretraksi preputium hingga sulkus glandularis, angka ini meningkat menjadi 89% pada usia tiga tahun. Pada usia 6-7 tahun terdapat 8% anak yang masih mengalami fimosis, dan sebesar 1% pada usia 16-18 tahun. [7]
Sebuah penelitian terhadap pasien dewasa yang melakukan sirkumsisi, menemukan bahwa fimosis merupakan indikasi yang paling sering ditemui (46,5%), diikuti dyspareunia (17,8%), balanitis (14,4%), dan fimosis bersamaan dengan balanitis (8,9%). [6]
Insiden fimosis patologis adalah 0,4 per 1000 anak laki-laki per tahun, jauh lebih kecil dibanding fimosis fisiologis. [3] Namun demikian, masih banyak terdapat misdiagnosis yang menyebabkan kecemasan pada orang tua dan tingginya rujukan ke urologi. Dari semua kasus rujukan ke bagian urologi, hanya 8-14,4% yang merupakan “true” fimosis yang membutuhkan intervensi bedah. [8]
Indonesia
Hingga saat ini data epidemiologi mengenai fimosis di Indonesia masih belum tersedia.