Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Fraktur Temporal general_alomedika 2021-11-12T13:28:16+07:00 2021-11-12T13:28:16+07:00
Fraktur Temporal
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Fraktur Temporal

Oleh :
dr. Monik Alamanda
Share To Social Media:

Penatalaksanaan spesifik untuk fraktur temporal dilakukan setelah stabilisasi pasien. Penatalaksanaan terhadap patologi intrakranial atau lainnya yang mengancam jiwa menjadi prioritas utama. Oleh karena fraktur temporal biasanya dibarengi dengan patologi intrakranial atau vertebra servikal lainnya yang mengancam nyawa, sehingga tata laksana fraktur temporal sering kali bukan menjadi prioritas utama.[1,2]

Setelah stabil, tata laksana fraktur temporal dapat dibagi berdasarkan gejala dan tanda yang ditemukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.[1,2]

Persiapan rujukan sama dengan kasus trauma lainnya, yaitu apabila pasien dapat dipastikan tetap stabil selama perjalanan hingga rumah sakit tujuan. Pada umumnya, fraktur temporal sebaiknya ditangani pada rumah sakit dengan fasilitas yang memadai. Fraktur temporal membutuhkan penanganan dari tim yang terdiri dari departemen bedah trauma, bedah saraf, otolaringologi, dan neurootologi.[1]

Beberapa artikel menyebutkan mengenai penggunaan antikonvulsan dan antibiotik profilaksis pada cedera kepala. Penggunaan kedua jenis obat ini sebetulnya masih menjadi perdebatan. Tidak semua cedera kepala membutuhkan antikonvulsan dan antibiotik.

Antibiotik Profilaksis

Antibiotik terutama dibutuhkan untuk mencegah meningitis dan diberikan apabila meninges terekspos dunia luar dengan salah satu tandanya adalah adanya kebocoran cairan serebrospinal (CSS). Namun, banyak penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan kejadian meningitis pada pasien yang diberikan antibiotik profilaksis maupun yang tidak. Untuk itu, antibiotik profilaksis disarankan untuk diberikan pada perioperatif untuk kasus kebocoran CSS yang tidak kunjung berhenti dan membutuhkan tindakan operatif, dengan jenis antibiotik yang dapat menembus sawar darah otak seperti ceftriaxone.[10,11]

Antikonvulsan Profilaksis

Antikonvulsan dapat diberikan sebagai profilaksis pada pasien dengan cedera kepala berat (CKB) yang ditandai dengan penurunan kesadaran GCS <9. Antikonvulsan yang diberikan yaitu fenitoin atau levetirasetam bertujuan untuk mencegah kejang post trauma dan sebagai neuroprotektif.[12,13]

Paralisis Nervus Fasialis

Paralisis nervus fasialis yang muncul segera setelah trauma atau ditemukannya degenerasi >90% pada pemeriksaan electroneuronography (EnOG) merupakan indikasi untuk eksplorasi operatif dan dekompresi saraf.[1]

Pada kasus-kasus tersebut, dapat ditemukan terhimpitnya saraf oleh tulang, saraf yang teregang, atau edema/hematoma yang menekan saraf. Jarang ditemukan transeksi total dari saraf.[1]

Apabila ditemukan paralisis onset lambat, biasanya disebabkan oleh edema neural atau kompresi akibat hematoma. Pada kasus-kasus tersebut, dapat diberikan kortikosteroid selama 1-3 minggu. Pemeriksaan EnOG serial sebaiknya dilakukan untuk menilai perkembangan fungsi nervus fasialis. Apabila dalam salah satu pemeriksaan ditemukan degenerasi >90%, sebaiknya dilakukan tindakan dekompresi.[1]

Kebocoran Cairan Serebrospinal

Sebagian besar pasien dengan kebocoran CSS hanya memerlukan terapi konservatif tanpa tindakan operatif. Terapi konservatif terdiri dari elevasi kepala, istirahat total di tempat tidur, dan menghindari mengejan atau aktivitas lain yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial (bersin, mengejan, batuk).[1,2]

Penggunaan antibiotik profilaksis pada kasus kebocoran cairan serebrospinal masih menjadi perdebatan. Beberapa berpendapat dosis antibiotik profilaksis tidak cukup untuk menangani meningitis, serta berisiko infeksi subklinis tidak terdeteksi dan menghasilkan organisme resisten antibiotik. Namun, apabila kebocoran CSS terus berlangsung, dapat diberikan antibiotik sebagai upaya profilaksis meningitis.[1,2]

Hanya sebagian kecil pasien yang membutuhkan tindakan operatif. Indikasi intervensi operatif adalah kegagalan terapi konservatif setelah 14 hari atau adanya defek yang besar yang tidak memungkinkan dengan terapi konservatif, seperti ditemukannya pneumosefalus. Penutupan lokasi defek kebocoran CSS juga dilakukan apabila dilakukan operasi untuk indikasi intrakranial lainnya.[2,14]

Penurunan Pendengaran

Pemeriksaan formal audiologi dilakukan beberapa minggu setelah trauma untuk memastikan bahwa edema dan hemotimpanum telah reda. Penurunan pendengaran konduktif biasanya dapat membaik dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.[1,2]

Namun, apabila terjadi persisten yaitu penurunan pendengaran >30dB setelah dua bulan, hal ini merupakan indikasi untuk rekonstruksi cavum timpani, yaitu operasi rekonstruksi dari rantai osikel pada kavum timpani. Perlu dicatat bahwa apabila penurunan pendengaran konduktif terjadi pada satu-satunya telinga yang dapat mendengar, tindakan operasi dikontraindikasikan. Kondisi tersebut dikontraindikasikan terhadap tindakan operatif karena terdapat risiko penurunan pendengaran yang lebih parah setelah operasi dilakukan.[1,2]

Penurunan pendengaran sensorineural persisten dapat diatasi dengan alat bantu dengar (ABD) atau implant koklea, disesuaikan dengan derajat keparahan.[1]

Fraktur pada Kanalis Auditorius Eksternus

Fraktur pada lokasi ini sebetulnya jarang terjadi. Namun apabila tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan penurunan pendengaran konduktif dan terjadi stenosis kanal. Kanalis auditorius eksternus (KAE) ditemukan terlibat pada 39% kasus fraktur temporal dengan tanda ditemukannya darah pada KAE. Fraktur ini dapat teridentifikasi pada CT scan.[1,2]

Tata laksana berupa membersihkan darah dari KAE dan melakukan packing atau stenting pada KAE. Obat tetes telinga setelah itu juga dapat diberikan. Pasien kemudian dipantau dalam rawat jalan.[1,2]

Vertigo

Pemeriksaan fungsi vestibular secara lengkap dilakukan setelah pasien stabil. Pemeriksaan dilakukan pada setting rawat jalan untuk menentukan etiologi vertigo. Tata laksana disesuaikan dengan diagnosis vertigo pascatrauma:

Ablasi Nervus Vestibular

Kerusakan struktur nervus vestibular dapat dilihat melalui CT scan. Intensitas vertigo biasanya berkurang setelah 7-10 hari dan terus berkurang selama 1-2 bulan. Setelah itu, tersisa perasaan tidak stabil yang berlangsung hingga 3-6 bulan. Tipe vertigo ini biasanya tidak membutuhkan terapi.

Konkusi Batang Otak

Dilakukan tata laksana dengan rehabilitasi vestibular. Tidak ada pilihan operatif untuk kasus ini.[1,16]

Konkusi Labirin

Konservatif dengan supresan vestibular dan rehabilitasi vestibular. Apabila ditemukan derajat berat dan tidak membaik dengan konservatif, dapat dilakukan labirintektomi dan pemotongan nervus vestibular.[1,15]

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Dapat dilakukan manuver Epley dan rehabilitasi vestibular.[1,15]

Fistula Perilimfatik

Istirahat total di tempat tidur selama minimal 5 hari dan menghindari manuver atau aktivitas yang bisa menyerupai Valsava. Apabila derajat berat atau tidak memungkinkan dengan konservatif, dapat dilakukan eksplorasi telinga tengah, timpanotomi, dan penempatan tandur pada lokasi fistula.[1,15]

Ménière Posttrauma

Sama seperti Ménière idiopatik, selama 3 bulan berupa restriksi garam, diuretic, dan/atau injeksi gentamicin intratimpani. Pilihan lain adalah dengan tindakan operatif pembuatan endolymphatic shunt atau labirintektomi apabila konservatif tidak berhasil.[1,15]

Referensi

1. Zemaitis MR, Planas JH, Waseem M. Trauma Secondary Survey. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441902/
2. March AR, Connell S, Belafsky PC. Temporal Bone Fractures: Practice Essentials, Etiology, Presentation. Talavera F, Roland PS, Meyers AD, editors. Medscape. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/857365-overview#a1
10. Prosser JD, Vender JR, Solares CA. Traumatic Cerebrospinal Fluid Leaks. Otolaryngologic Clinics of North America. 2011 Aug;44(4):857–73..
11. Sunshine K, Penuela M, Defta D, Herring E, Sajatovic M, Traeger J, et al. Antibiotic Prophylaxis in Penetrating Brain Injury: A Systematic Review of the Literature. Neurosurgery. 2020 Dec 1;67(Supplement_1). doi: https://doi.org/10.1093/neuros/nyaa447_429
12. Zimmermann LL, Diaz-Arrastia R, Vespa PM. Seizures and the Role of Anticonvulsants After Traumatic Brain Injury. Neurosurgery Clinics of North America. 2016 Oct;27(4):499–508.
13. Vella MA, Crandall M, Patel MB. Acute Management of Traumatic Brain Injury. Surg Clin North Am. 2017 Oct;97(5):1015–30.
14. Prosser JD, Vender JR, Solares CA. Traumatic Cerebrospinal Fluid Leaks. Otolaryngol Clin North Am. 2011 Aug;44(4):857–73.
15. Posttraumatic Vertigo. Medscape. Practice Essentials, Pathophysiology, Epidemiology. 2021.
16. Prevention| Concussion|Traumatic Brain Injury. CDC Injury Center. 2021. https://www.cdc.gov/traumaticbraininjury/prevention.html

Diagnosis Fraktur Temporal
Prognosis Fraktur Temporal

Artikel Terkait

  • Membedakan Paralisis Nervus Fasialis Sentral dan Perifer
    Membedakan Paralisis Nervus Fasialis Sentral dan Perifer
Diskusi Terbaru
dr. Khalisah Atma Aulia
Kemarin, 21:13
Jumlah pemberian obat Acyclovir
Oleh: dr. Khalisah Atma Aulia
1 Balasan
Alo dokter, saya izin bertanya terkait pemberian jumlah obat.Jika ingin meresepkan Acyclovir 5x800 mg (tablet 400) selama 7 hari. Berarti harus meresepkan 70...
dr. Gabriela Widjaja
Kemarin, 13:16
Keamanan dan Efikasi Obat Kedaluwarsa - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela Widjaja
1 Balasan
ALO Dokter!Pasien sering khawatir tentang keamanan dan efikasi obat yang mendekati atau telah melewati tanggal kedaluwarsa. Padahal, di lain pihak,...
Anonymous
1 hari yang lalu
Kapan boleh minum air setelah operasi tumor karotis?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter .. ijin bertanya,Utk pasien pasca operasi tumor karotis berapa jam pasca operasi baru d perbolehkan minum air ? Apakah harus menunggu pasien...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.