Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) general_alomedika 2021-06-18T15:36:34+07:00 2021-06-18T15:36:34+07:00
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis post traumatic stress disorder (PTSD) ditegakkan berdasarkan gejala-gejala spesifik yang tercantum dalam kriteria diagnosis. Gejala-gejala tersebut harus dipastikan muncul pasca paparan terhadap peristiwa traumatic dan menetap selama setidaknya 1 bulan.[5]

Anamnesis

Anamnesis terutama ditujukan untuk mengidentifikasi peristiwa traumatik dan gejala-gejala spesifik pada post traumatic stress disorder (PTSD) pasca peristiwa traumatik. Sebaiknya klinisi menghindari untuk menggali detail peristiwa traumatik yang menyebabkan PTSD karena bisa memperburuk gejala. Sebaiknya klinisi berfokus pada gejala yang dialami pasien dan bukan detail peristiwa traumatik yang dialami. Wawancara pada anggota keluarga dapat bermanfaat untuk menggali hubungan kausal antara gejala dengan peristiwa traumatik.

Gejala-gejala yang harus digali adalah adanya gejala-gejala intrusif pasca paparan trauma, perilaku menghindari stimulus yang berhubungan dengan trauma, dan gejala-gejala yang menunjukkan adanya peningkatan kewaspadaan, misalnya mudah kaget. Yang termasuk gejala intrusif adalah adanya flashback, dimana pasien mungkin berperilaku atau merasa bahwa peristiwa traumatik terjadi kembali di depan matanya. Gejala-gejala intrusif lain termasuk rekoleksi atau mimpi buruk ketika terpapar stimulus yang berhubungan dengan trauma.

Gejala lain dapat mencakup emosi negatif (seperti sedih atau rasa bersalah), gangguan tidur, penurunan konsentrasi, iritabilitas, dan peningkatan reaktivitas. Pada anamnesis juga perlu digali adanya gejala depresi, gangguan cemas, penyalahgunaan zat, dan pemikiran bunuh diri, karena pasien sering kali memiliki komorbiditas tersebut.[1,5]

Pemeriksaan Fisik

Pada saat menceritakan mengenai traumanya, pasien bisa menunjukkan tanda rangsangan fisiologis seperti tremor, berkeringat, dan agitasi. Perhatikan pula adanya cedera fisik yang mungkin berhubungan dengan kejadian traumatik, misalnya saja amputasi pada ekstremitas atau memar akibat kekerasan. Apabila pasien mengalami cedera kepala, sebaiknya lakukan pemeriksaan neurologi.[5]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding post traumatic stress disorder (PTSD) mencakup acute stress disorder, depresi, dan gangguan cemas.

Acute Stress Disorder

Gejala PTSD dan acute stress disorder bisa sangat menyerupai. Pembedanya adalah awitan dan durasi dari gejala. Acute stress disorder dapat didiagnosis jika gejala baru terjadi selama kurang dari 1 bulan.[1]

Depresi

Beberapa pasien PTSD memiliki gejala depresi yang perlu diperiksa dan dipertimbangkan saat merencanakan program pengobatan. Pasien PTSD juga mengalami peningkatan risiko mengalami depresi dan pemikiran atau perilaku bunuh diri.[1]

Gangguan Cemas

Pasien PTSD bisa menunjukkan emosi negatif dan gejala fisiologi yang mirip dengan gangguan cemas. Wawancara psikiatri yang baik akan membantu membedakan PTSD dari gangguan panik dan bentuk gangguan cemas lain.[1]

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis post traumatic stress disorder (PTSD).

Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD X

Menurut ICD X, post traumatic stress disorder (PTSD) didefinisikan sebagai respon segera atau lambat terhadap peristiwa atau situasi traumatik yang mengancam nyawa atau katastrofik. Gejalanya mencakup adanya episode memori atau mimpi mengenai peristiwa traumatik yang bersifat intrusif (misalnya flashback), pengumpulan perasaan, perasaan terpisah dari sekitarnya, tidak bisa merespon stimulus lingkungan, anhedonia, perilaku menghindari hal-hal yang berhubungan atau mengingatkan terhadap trauma, dan adanya respon autonomik yang berlebihan (kewaspadaan berlebihan, reaksi kaget yang berlebihan, dan insomnia).

Kriteria diagnosis PTSD berdasarkan ICD X:

  1. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah peristiwa traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Diagnosis masih bisa ditegakkan apabila awitan gangguan melebihi waktu 6 bulan dari kejadian, asalkan manifestasi klinisnya sangat khas dan tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori gangguan lain
  2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari peristiwa traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks)

  3. Keterpisahan emosional yang mencolok, mati rasa perasaan, dan menghindari rangsangan yang mungkin membangkitkan ingatan akan trauma dapat ditemukan pada pasien, namun bukan yang utama untuk diagnosis
  4. Gangguan autonom, gangguan afek, dan kelainan perilaku semuanya berkontribusi pada diagnosis tetapi bukan yang utama[10]

Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM V untuk Pasien Dewasa, Remaja, dan Anak di Atas 6 Tahun

Kriteria diagnosis untuk pasien dewasa, remaja, dan anak di atas 6 tahun didasarkan pada adanya paparan terhadap peristiwa yang signifikan, adanya gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, dan beberapa hal lain yang tercantum di bawah.

Awitan gejala biasanya muncul dalam waktu 6 bulan pasca terpapar peristiwa traumatik. Awitan lambat adalah bila kriteria diagnosis baru terpenuhi dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan, meskipun beberapa gejala sudah muncul lebih awal atau segera pasca trauma.[3]

Paparan Terhadap Peristiwa Signifikan

Salah satu kriteria diagnosis berdasarkan DSM V adalah adanya paparan terhadap peristiwa yang bisa menimbulkan kematian,  ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual. Kriteria ini juga harus disertai dengan salah satu (atau lebih) karakteristik berikut:

  1. Secara langsung mengalami peristiwa traumatik
  2. Menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut terjadi pada orang lain
  3. Mengetahui peristiwa tersebut terjadi pada anggota keluarga atau teman dekat. Pada peristiwa kematian atau ancaman kematian terhadap anggota keluarga atau teman, maka peristiwa tersebut harus bersifat berat atau aksidental
  4. Mengalami paparan berulang atau ekstrem terkait upaya-upaya untuk menggali detail tidak menyenangkan dari peristiwa traumatik (misalnya polisi yang berulang kali menanyakan detail peristiwa kekerasan)[3]

Gejala Intrusif yang Berhubungan dengan Peristiwa Traumatik

Kriteria berikutnya adalah adanya satu (atau lebih) gejala-gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang dimulai setelah paparan peristiwa traumatik:

  1. Ingatan-ingatan yang menimbulkan distres yang berulang, tidak bisa dikendalikan, dan intrusif mengenai kejadian traumatik
  2. Mimpi buruk yang berulang dengan tema-tema yang berhubungan dengan peristiwa traumatik
  3. Reaksi disosiatif (misalnya flashback) dimana pasien merasa seolah-olah merasakan atau mengalami kembali peristiwa traumatik

  4. Distres psikologis yang berat dan lama ketika mengalami paparan terhadap tanda-tanda internal maupun eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
  5. Reaksi psikologis yang jelas terhadap tanda-tanda internal atau eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik[3]

Perilaku Menghindar yang Persisten

Kriteria berikutnya adalah perilaku menghindar yang persisten terhadap stimulus-stimulus yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang ditunjukkan oleh salah satu atau seluruh hal berikut:

  1. Penghindaran atau upaya-upaya untuk menghindari ingatan, pikiran, atau perasaan yang menimbulkan distres yang berhubungan atau mengenai peristiwa traumatik
  2. Penghindaran atau upaya-upaya untuk menghindari hal-hal eksternal (orang, tempat, percakapan, aktivitas, objek, atau situasi) yang memicu ingatan, pikiran, atau perasaan yang berhubungan dengan peristiwa traumatik[3]

Perubahan Mood dan Kognisi Negatif

Kriteria berikutnya adalah perubahan mood dan kognisi negatif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang dimulai atau memburuk setelah terjadinya peristiwa traumatik, yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) dari hal-hal berikut:

  1. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari peristiwa traumatik (umumnya karena adanya amnesia disosiatif dan bukan karena faktor lain, seperti trauma kepala, alkohol, atau obat-obatan)
  2. Kepercayaan negatif yang persisten dan berlebihan mengenai dirinya sendiri, orang lain, atau dunianya (misalnya aku orang yang jahat; tidak ada orang yang bisa dipercaya; dunia ini sangat berbahaya; atau seluruh sarafku sudah rusak)
  3. Distorsi kognisi yang persisten mengenai penyebab atau konsekuensi peristiwa traumatik yang menyebabkan dirinya menyalahkan diri sendiri atau orang lain
  4. Kondisi emosi negatif yang persisten (misalnya takut, horror, kemarahan, rasa bersalah, atau malu)
  5. Keinginan atau partisipasi yang semakin menurun dalam aktivitas-aktivitas yang signifikan
  6. Merasa terpisah atau terasing dari orang lain
  7. Ketidakmampuan untuk merasakan emosi positif yang persisten (misalnya tidak bisa merasakan kebahagiaan, kepuasan, atau cinta)[3]

Perubahan Kewaspadaan dan Reaktivitas

Kriteria selanjutnya adalah perubahan yang jelas dalam kewaspadaan dan reaktivitas terhadap hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, mulai atau memburuk setelah peristiwa traumatik, yang ditandai oleh dua (atau lebih) gejala berikut:

  1. Perilaku iritatif atau ledakan kemarahan (dengan provokasi minimal atau tanpa provokasi) yang umumnya diekspresikan sebagai agresi verbal atau fisik terhadap orang atau objek
  2. Ceroboh atau perilaku membahayakan diri sendiri
  3. Kewaspadaan yang berlebihan
  4. Respon kaget yang berlebihan
  5. Masalah dengan konsentrasi
  6. Gangguan tidur (misalnya sulit untuk jatuh tidur atau mempertahankan tidur atau tidur yang gelisah)[3]

Durasi Gejala

Kriteria selanjutnya adalah durasi gangguan dalam kriteria-kriteria tersebut di atas sudah berlangsung lebih dari 1 bulan.

Distres Signifikan

Kriteria selanjutnya adalah adanya gangguan yang menyebabkan distres yang signifikan atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya.

Gangguan Bukan Karena Hal Lain

Kriteria terakhir adalah gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis lain.[3]

Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM V untuk Anak di Bawah 6 Tahun

Kriteria diagnosis untuk anak berusia di bawah 6 tahun didasarkan pada paparan terhadap kematian, ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual dan beberapa hal lain seperti tercantum di bawah.

Awitan gejala biasanya muncul dalam waktu 6 bulan pasca terpapar peristiwa traumatik. Awitan lambat adalah bila kriteria diagnosis baru terpenuhi dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan, meskipun beberapa gejala sudah muncul lebih awal atau segera pasca trauma.[3]

Paparan Terhadap Peristiwa Serius

Salah satu kriteria pada anak usia 6 tahun atau kurang adalah adanya paparan terhadap kematian atau ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual dengan salah satu (atau lebih) cara berikut:

  1. Secara langsung mengalami peristiwa traumatik
  2. Menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut terjadi pada orang lain
  3. Mengetahui peristiwa tersebut terjadi pada orang tua atau caregiver[3]

Gejala Intrusif yang Berhubungan dengan Peristiwa Traumatik

Adanya satu (atau lebih) gejala-gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik yang dimulai setelah paparan peristiwa traumatik:

  1. Ingatan mengenai peristiwa traumatik yang berulang, tidak bisa dikendalikan, dan intrusif, serta menimbulkan distres
  2. Mimpi-mimpi berulang dan menimbulkan distres dengan tema berhubungan dengan peristiwa traumatik
  3. Reaksi disosiatif (misalnya flashback) dimana si anak merasa atau berperilaku seolah-olah peristiwa traumatik terjadi kembali. Si anak mungkin akan mengulang kembali peristiwa tersebut ketika dia bermain

  4. Distres psikologis yang intens dan lama ketika mengalami paparan tanda-tanda internal maupun eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
  5. Reaksi psikologis yang tegas terhadap hal-hal yang mengingatkan terhadap peristiwa traumatik[3]

Perilaku Menghindar yang Persisten dan Perubahan Negatif Kognisi

Kriteria selanjutnya adalah adanya salah satu (atau lebih) gejala yang menunjukkan perilaku menghindar yang persisten terhadap stimulus yang berhubungan dengan peristiwa traumatik atau perubahan kognisi dan mood negatif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik. Hal-hal ini harus ada mulai dari terjadinya peristiwa traumatik atau memburuk setelah peristiwa tersebut.

Penghindaran Stimulus yang Persisten:

  1. Penghindaran atau upaya untuk menghindari aktivitas, tempat, atau benda yang menyebabkan anak mengingat kembali peristiwa traumatik
  2. Penghindaran atau upaya untuk menghindari orang, percakapan, atau situasi interpersonal yang menyebabkan anak mengingat kembali peristiwa traumatik

Perubahan Negatif dari Kognisi:

  1. Peningkatan frekuensi kondisi emosional negatif secara substansial (misalnya ketakutan, rasa bersalah, sedih, malu, atau bingung)
  2. Penurunan minat atau partisipasi terhadap aktivitas yang signifikan, termasuk aktivitas bermain
  3. Perilaku menarik diri secara sosial
  4. Penurunan ekspresi emosi positif yang persisten[3]

Perubahan Kewaspadaan dan Reaktivitas

Kriteria selanjutnya adalah adanya perubahan yang jelas dalam kewaspadaan dan reaktivitas terhadap hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, mulai atau memburuk setelah peristiwa traumatik, yang ditandai oleh dua (atau lebih) gejala berikut:

  1. Perilaku iritatif atau ledakan kemarahan (dengan provokasi minimal atau tanpa provokasi) yang umumnya diekspresikan sebagai agresi verbal atau fisik terhadap orang atau objek (termasuk perilaku tantrum)
  2. Kewaspadaan yang berlebihan
  3. Respon kaget yang berlebihan
  4. Masalah dengan konsentrasi
  5. Gangguan tidur (misalnya sulit untuk jatuh tidur atau mempertahankan tidur atau tidur yang gelisah)
  6. Perubahan dalam kewaspadaan[3]

Durasi Gangguan

Kriteria selanjutnya adalah durasi gangguan telah terjadi lebih dari 1 bulan.

Distres Signifikan

Kriteria selanjutnya adalah gangguan menimbulkan distres atau gangguan yang signifikan secara klinis dengan orang tua, saudara, teman, atau caregiver lainnya atau terhadap perilaku di sekolah.

Gejala Bukan Karena Hal Lain

Kriteria terakhir adalah gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis lain.[3]

Referensi

1. Mann SK, Marwaha R. Posttraumatic Stress Disorder. [Updated 2021 Feb 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559129/
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, fifth edition (DSM-5). American Psychiatric Association, 2013. https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596
5. Gore TA. Posttraumatic Stress Disorder. Medscape, 2018. https://emedicine.medscape.com/article/288154-overview

Epidemiologi Post Traumatic Stre...
Penatalaksanaan Post Traumatic S...
Diskusi Terbaru
Anonymous
35 menit yang lalu
Ureteritis pada anak
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter. Izin bertanya apakah ureteritis pada anak usia 7 tahun bisa dirujuk? Anak sdh mendapat 1x pengobatan lalu sudah sembuh, sekarang keluhan yang...
Anonymous
Hari ini, 18:16
Penggunaan NEUROBAT FORTE injeksi
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya sesuai pengalaman dokter sekalian. Di klinik umum, apakah indikasi penggunaan Neurobat forte? Apakah lazim bila kita berikan pada...
dr. Gabriela Widjaja
Kemarin, 16:35
Fit/Unfit to Work akibat Kondisi Mental - Kedokteran Okupasi Ask the Expert
Oleh: dr. Gabriela Widjaja
1 Balasan
Alo dr Fani, SpOK. Untuk pasien yang mengalami gangguan mental akibat lingkungan kerja, penilaian apa saja yang harus dipertimbangkan hingga kita bisa...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.