Patofisiologi Opioid Use Disorder
Patofisiologi opioid use disorder atau penyalahgunaan opioid berkaitan dengan stimulasi kronis reseptor μ-opioid yang meningkatkan pelepasan dopamin pada sistem reward mesolimbik. Paparan berulang kemudian menimbulkan toleransi, ketergantungan fisiologis, serta perubahan regulasi sistem stres dan kontrol impuls, yang secara klinis memicu keinginan kuat untuk penggunaan zat dan penggunaan kompulsif.[4,9,10]
Kerja Opioid pada Reseptor
Opioid bekerja pada molekul transmembran berbentuk G-coupled protein yakni reseptor opioid miu, delta, dan kappa. Reseptor opioid diaktivasi oleh peptida endogen dan ligan eksogen. Aktivasi reseptor opioid berhubungan dengan sensasi nyeri, stress, suhu, respirasi, aktivitas endokrin dan gastrointestinal, serta motivasi dan suasana hati.
Aktivasi reseptor μ menyebabkan efek klinis yakni analgesia, euforia, depresi pusat pernapasan, dan meiosis. Pada pasien opioid use disorder, stimulasi pada reseptor μ menimbulkan manifestasi berupa peningkatan rasa percaya diri, sensasi mabuk, dan rasa senang berlebihan. Morfin merupakan agonis opioid yang memiliki afinitas terbesar pada reseptor μ.
Stimulasi reseptor delta dan kappa menyebabkan efek disforia, psikomimetik, dan analgesik.[4,9,10]
Adiksi dan Dependensi
Paparan opioid berulang mengaktivasi μ-opioid receptor (MOR) di area seperti ventral tegmental area (VTA) dan nukleus akumbens, meningkatkan pelepasan dopamin dan menghasilkan euforia. Stimulasi kronis MOR menyebabkan neuroadaptasi, termasuk downregulation reseptor, perubahan sensitivitas dopamin, serta aktivasi jalur cAMP.
Proses tersbeut menurunkan respons reward alami sehingga pasien membutuhkan dosis opioid lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama (toleransi). Selain itu, perubahan pada sistem glutamatergik dan GABAergik memperkuat salience terhadap opioid dan menurunkan kontrol impuls dan pengambilan keputusan.
Seiring berlanjutnya paparan, seperti pada penggunaan jangka panjang untuk nyeri non-kanker, dapat terjadi dependence fisiologis, yaitu keadaan ketika tubuh beradaptasi dengan keberadaan opioid dan menunjukkan gejala withdrawal saat opioid dihentikan. Hipersensitivitas sistem noradrenergik akibat kompensasi kronis terhadap efek inhibisi opioid menjadi mekanisme utama terjadinya gejala withdrawal seperti diaforesis, nyeri, diare, dan agitasi.[4,8-11]
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha