Epidemiologi Gangguan Tic
banyak ditemukan pada anak usia sekolah, utamanya tic sederhana yang ringan seperti batuk, berdehem, dan mengedipkan mata.
Global
Prevalensi gangguan tic diperkirakan mencapai 6,5 % pada anak usia sekolah (usia 4-16 tahun). Sebagian besar kasus gangguan tic tidak menyebabkan pasien atau keluarganya mencari pertolongan medis karena manifestasinya ringan dan dengan durasi singkat.
Gangguan tic yang paling banyak ditemukan adalah gangguan tic provisional atau transien dan yang paling jarang adalah sindrom Tourette. Laki-laki berisiko lebih tinggi mengalami gangguan tic dibanding perempuan. Laki-laki tiga kali lebih tinggi berisiko mengalami sindrom Tourette dibandingkan perempuan.[1,2]
Usia awitan gangguan tic adalah antara usia 3-8 tahun dan biasanya akan mengalami perbaikan seiring pertambahan umur. Hanya sekitar 20% pasien dengan gangguan tic yang masih mengalami gejala dan gangguan fungsional setelah usia 20 tahun. Awitan sindrom Tourette biasanya pada usia 5-6 tahun.[4]
Indonesia
Belum ada studi yang secara spesifik meneliti epidemiologi gangguan tic di Indonesia. Namun terdapat penelitian yang menemukan bahwa gangguan neuromuskular pada anak menyumbang 2,6% dari pasien di poliklinik saraf anak. [7] Sebagian besar pasien dengan gangguan tic di Indonesia dimasukkan dalam kategori culture bound syndrome, seperti misalnya latah, dan umumnya tidak mencari pertolongan medis.[8]