Epidemiologi Melioidosis
Epidemiologi melioidosis terkonsentrasi di antara garis lintang 20° lintang utara dan 20° lintang selatan, yang mencakup wilayah Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia bagian utara. Namun, penyakit ini juga ditemukan di negara-negara lain, baik sebagai kasus epidemik ataupun sporadik.[1,2]
Melioidosis banyak ditemukan di wilayah tropis dengan suhu dan kelembapan tinggi. Insiden penyakit cenderung meningkat pada cuaca ekstrem seperti badai dan hujan lebat, akibat naiknya atau munculnya bakteri ke permukaan tanah. Pemanasan global, perubahan karakter tanah, dan urbanisasi yang tidak terkendali dapat memperluas penyebaran penyakit.[1,4]
Global
Lebih dari 50 negara telah melaporkan minimal satu kasus melioidosis. Kasus pertama melioidosis dilaporkan di Myanmar pada tahun 1911. Sejak tahun 1911 hingga 2020, telah tercatat lebih dari 35.000 kasus melioidosis pada manusia. Thailand melaporkan jumlah kasus terbanyak secara global, yaitu lebih dari 27.000 kasus dengan angka kematian akibat sepsis mencapai 40%. Di Singapura, lebih dari 1.800 kasus telah dilaporkan, terutama pada kelompok etnis Melayu dan India, dengan angka kematian bervariasi antara 16–48%.[1,5]
Di Australia, terutama di wilayah utara, lebih dari 1.500 kasus telah dilaporkan dengan case fatality rate (CFR) 12% pada periode 1989–2019. Kamboja, Laos, dan Malaysia masing-masing mencatat lebih dari 1.000 kasus, dengan angka kematian bervariasi. Kasus melioidosis juga ditemukan di negara-negara Asia lainnya seperti Vietnam, Indonesia, Filipina, Brunei, Myanmar, Taiwan, Cina, dan Hong Kong.[1,5]
Di India tercatat lebih dari 500 kasus, terutama di Karnataka pesisir barat daya dan Tamil Nadu timur laut, dengan CFR 23%. Sri Lanka dan Bangladesh masing-masing melaporkan lebih dari 200 dan 89 kasus secara berurutan.[4,5]
Di Amerika, melioidosis dilaporkan di Karibia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Sebagian besar kasus di Amerika Serikat terjadi pada wisatawan dari daerah endemik, tetapi ada kasus dikaitkan dengan konsumsi produk impor yang terkontaminasi.[1,3]
Angka kekambuhan (recurrent infection) dilaporkan di Thailand, Australia, dan Laos. Di Thailand, dari 116 pasien dengan episode berulang, 75% disebabkan oleh relaps (strain yang sama), dan 25% akibat reinfeksi (strain berbeda). Di Australia, dilaporkan 6% dari 679 pasien yang sembuh mengalami kekambuhan selama periode 1989–2012.[5,6]
Indonesia
Data epidemiologi melioidosis di Indonesia masih sangat terbatas. Suatu laporan kasus tahun 2015 menunjukkan bahwa 64 kasus melioidosis pernah terjadi di Jakarta (tahun 1934 dan 1937), Cikande (tahun 1929), Bogor (tahun 1936), Surabaya (tahun 1935 dan 1950), Aceh (2005), Malang (tahun 2011-2013), dan Makasar (tahun 2013-2014).[7]
Tiga kasus melioidosis yang ditemukan di Makassar pada 2013-2014 dilaporkan tidak mendapatkan terapi antimikroba yang direkomendasikan untuk melioidosis karena ada keterlambatan identifikasi patogen kausal. Dua dari ketiga pasien tersebut dilaporkan meninggal dunia, sementara satu pasien lainnya lost to follow-up.[7]
Mortalitas
Tingkat fatalitas melioidosis berkontribusi signifikan terhadap beban kesehatan global. CFR bervariasi di setiap daerah, yaitu antara 9-70%. Mortalitas tersebut tergantung pada beberapa faktor, seperti akses terhadap pelayanan kesehatan, kesadaran klinis, ketersediaan fasilitas diagnostik, dan pengobatan yang memadai. Bahkan dengan tata laksana yang tepat, CFR melioidosis dilaporkan berada dalam kisaran 10-50%. Pasien dengan faktor risiko seperti diabetes mellitus tidak terkontrol juga lebih berisiko.[1,4]