Patofisiologi Difteri
Menempelnya Corynobacterium diphtheria pada sel epitel mukosa merupakan dasar patofisiologi difteri. Bakteri ini kemudian akan melepaskan eksotoksin dari endosomnya yang menyebabkan reaksi inflamasi lokal diikuti pengrusakan jaringan dan nekrosis.
Fragmen Toksin A dan B
Toksin terdiri atas dua macam protein, A dan B. Fragmen B berperan membuka jalan bagi fragmen A untuk masuk ke dalam sel. Fragmen B akan menyebabkan proses proteolisis melalui ikatan dengan reseptor pada permukaan sel host yang rentan. Hal ini menyebabkan hancurnya lapisan membran lipid.
Fragmen A kemudian akan masuk melalui lapisan yang hancur tersebut. Fragmen ini akan menonaktifkan faktor elongasi EF-2 pada sel yang akan menyebabkan terjadinya blok pada sintesis protein sel yang akan berujung pada kematian sel. Proses ini menyebabkan terbentuknya pseudomembran yang merupakan koagulasi nekrotik yang terdiri atas fibrin, leukosit, eritrosit, sel epitel respiratorik yang mati, dan kuman. Destruksi jaringan lokal menyebabkan toksin menyebar secara limfatik dan hematologik menuju bagian lain tubuh, seperti miokardium, ginjal dan sistem saraf.
Perubahan Strain Corynobacterium diphtheria Nonpatogenik
Strain yang bersifat nonpatogenik pada dasarnya menimbulkan infeksi yang tidak terlalu berbahaya, tetapi semenjak program vaksinasi berkembang, telah dilaporkan kejadian strain patogenik C. diphtheria menyebabkan penyakit yang invasif.[1,3]